Jumat, 15 November 2024

Pasutri Baru di Desa Konoha

**Bab 1: Dunia yang Tak Terduga**


Pagi itu, Galih terbangun dengan rasa bingung yang luar biasa. Matanya terbuka lebar, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang masuk dari jendela kecil. Tubuhnya terasa berbeda—lebih ringan, lebih energik—dan ada sesuatu yang sangat tidak familiar dengan lingkungan sekitarnya. 


Dia mendapati dirinya berada di sebuah kamar kecil yang sederhana, yang bahkan lebih kecil daripada kamar tidurnya di rumah. Dengan cepat, Galih bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke cermin. Namun, yang dia lihat bukanlah wajah dirinya yang biasa. Yang ada di hadapannya adalah wajah seorang anak laki-laki dengan rambut pirang berantakan dan mata biru cerah yang sangat khas.


"Ini... ini... aku di tubuh Naruto?" Galih bergumam, matanya terbelalak. Memori tentang cerita *Naruto* yang pernah ia tonton bertahun-tahun lalu mengalir deras dalam pikirannya. Dia tahu persis siapa orang yang sedang dia lihat di cermin. Tiba-tiba, sebuah kekuatan luar biasa mengalir ke seluruh tubuhnya. Tubuh Naruto yang dulu lemah dan sering terpinggirkan, kini terasa lebih energik, penuh semangat, dan lebih kuat.


Galih memegang kepalanya yang terasa ringan, memikirkan langkah-langkah yang akan diambilnya. "Kalau aku bisa menggunakan pengetahuanku tentang dunia ini, mungkin aku bisa mengubah takdirku di sini," pikirnya, senyuman tipis muncul di wajahnya.


Dengan kecerdasan dan pengetahuan yang ia bawa dari dunia asalnya, Galih segera menyusun rencana. Dia tidak akan lagi menjadi Naruto yang sering kalah atau ditertawakan orang lain. Dia akan menggunakan pengetahuannya tentang cerita *Naruto* untuk mengubah segalanya—menjadi lebih cerdas, lebih kuat, dan tak terkalahkan. Lagipula, kenapa tidak? Ini adalah kesempatan langka yang tak bisa disia-siakan.


Sementara itu, di tempat lain, Feni juga terbangun dengan kebingungan yang serupa. Tubuhnya terasa asing, dan saat ia melihat cermin, ia menyadari bahwa ia kini berada di dalam tubuh Hinata Hyuga, salah satu karakter dari dunia *Naruto*. Feni tahu betul siapa Hinata—seorang gadis yang pemalu, lembut, dan sering terjebak dalam rasa canggung. Namun, Feni bukanlah tipe orang yang pemalu. Ia adalah wanita yang berani dan percaya diri, jauh berbeda dengan Hinata yang selalu merasa minder.


"Bagaimana bisa aku ada di tubuhnya?" Feni bertanya pada dirinya sendiri. Ia merasa kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun, ia memutuskan untuk tetap tenang. "Aku tahu cerita *Naruto*... jadi aku harus bisa beradaptasi dengan cepat."


Di sepanjang hari, Feni mencoba beradaptasi dengan tubuh Hinata, meskipun kadang-kadang ia merasa canggung dengan sifat Hinata yang terlalu pemalu. Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan sikapnya yang lebih berani mulai menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.


Begitu pula dengan Galih, yang kini berperan sebagai Naruto. Karena pengetahuannya yang jauh lebih maju tentang dunia *Naruto*, ia mulai menunjukkan kemampuan yang luar biasa. Namun, hal tersebut justru membuat orang-orang terheran-heran. Perubahan sikap Naruto yang lebih cerdas dan kuat membuatnya tampak aneh, dan rumor mulai berkembang.


"Hei, apakah kalian melihat perubahan Hinata?" salah satu teman sekelas Naruto bertanya. "Dia tampaknya berbeda hari ini. Lebih... berani, tidak seperti biasanya."


Naruto yang kini diperankan oleh Galih mendengar rumor tersebut dan merasa penasaran. Dia tahu bahwa Hinata selalu menyukai dirinya, meskipun ia selalu tampak malu-malu di hadapannya. Dengan rasa ingin tahu yang besar, Galih memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang perubahan ini.


Di sisi lain, Feni mendengar bahwa ada rumor tentang Naruto yang juga berubah. Sebagai Hinata, ia merasa penasaran. Meskipun ia tidak tahu bahwa suaminya kini berada dalam tubuh Naruto, instingnya memberitahunya bahwa pertemuan ini akan menarik. 


Akhirnya, setelah beberapa hari berlalu, nasib mempertemukan mereka. Tanpa mereka ketahui, yang mereka hadapi adalah pasangan hidup mereka sendiri, namun dalam wujud yang sama sekali berbeda. Galih ingin bertemu dengan Hinata yang pemalu, sedangkan Feni ingin menemui Naruto yang penuh semangat. Mereka mendekat satu sama lain, tanpa mengetahui siapa yang sebenarnya ada di depan mereka.


Ketika mata mereka saling bertemu, Galih merasa ada sesuatu yang berbeda, dan Feni pun merasakan hal yang sama. Namun, keduanya masih belum menyadari bahwa yang mereka hadapi adalah suami/istri mereka yang hilang dalam dunia yang tak terduga ini.


Akhirnya, langkah pertama menuju pertemuan tak terelakkan dimulai.

**Bab 2: Awal yang Membingungkan**


Naruto, atau Galih yang kini berada dalam tubuhnya, berdiri di sebuah taman kecil di Desa Konoha. Angin sepoi-sepoi berhembus, membawa aroma pepohonan dan bunga yang segar. Ia menunggu, mencoba menenangkan dirinya dari rasa penasaran yang tak kunjung reda sejak mendengar rumor tentang perubahan Hinata. 


“Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi,” pikir Galih. Dalam cerita aslinya, Hinata selalu malu-malu dan cenderung menghindari kontak langsung dengannya. Tapi kali ini, sesuatu terasa berbeda, dan Galih tidak bisa mengabaikan rasa ingin tahunya.


Di sisi lain, Hinata—atau Feni—juga sedang melangkah dengan hati yang penuh kebingungan. Selama beberapa hari terakhir, Feni merasa dirinya terbawa dalam permainan peran yang sulit dipahami. Bagaimana tidak? Semua orang di sekitarnya menganggapnya sebagai Hinata Hyuga, tetapi ia tetap merasa dirinya adalah Feni, seorang wanita modern dengan kepribadian jauh dari sosok gadis pemalu.


“Apa yang salah dengan Naruto?” pikir Feni sambil berjalan. Naruto yang sekarang jauh lebih pintar dan strategis dibandingkan dengan ingatannya tentang karakter itu. Sikapnya yang tiba-tiba dewasa dan percaya diri membuat Feni penasaran. Ia ingin memastikan bahwa semua ini bukan sekadar kebetulan.


Dan kemudian, mereka bertemu. 


Di taman kecil itu, Galih melihat sosok Hinata berjalan mendekat. Cahaya matahari yang menembus dedaunan memperlihatkan rambut biru gelapnya yang tergerai rapi. Matanya yang berwarna lavender memandang lurus ke arahnya, sesuatu yang jarang ia temukan pada Hinata yang asli.


"Naruto-kun," sapa Feni, mencoba menyesuaikan diri dengan cara bicara Hinata, meskipun nada suaranya terdengar lebih tegas dari biasanya.


Galih tersentak sejenak. Suara Hinata terdengar berbeda—lebih percaya diri, lebih berani. Dia tidak langsung menjawab, hanya memandang Hinata dengan seksama. Dalam benaknya, Galih mencoba mencari tahu apakah ini benar-benar hanya perubahan biasa, atau ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi.


“Kau… tidak biasanya seperti ini, Hinata,” kata Galih akhirnya, mencoba terdengar seperti Naruto yang polos. “Apa sesuatu terjadi padamu belakangan ini?”


Feni tersenyum kecil, tetapi hatinya berdebar. “Haruskah aku menjawab jujur? Atau tetap berpura-pura?” pikirnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk bermain aman.


“Tidak, aku hanya… mencoba lebih percaya diri,” jawab Feni, sambil menyembunyikan rasa gugup. Ia sadar bahwa Naruto yang di hadapannya terasa berbeda—lebih tajam dan cerdas. 


Galih memperhatikan ekspresi Hinata. Ada sesuatu yang tidak biasa. Hinata yang ia kenal dalam cerita *Naruto* tidak pernah berbicara seberani ini, apalagi dengan kontak mata yang begitu langsung. Namun, Galih tetap menahan diri untuk tidak terlalu mencurigai.


"Kalau begitu, baguslah!" jawab Galih dengan semangat, mencoba mengimbangi perannya sebagai Naruto. "Kita semua harus jadi lebih kuat, kan? Aku juga sedang berusaha keras supaya bisa menjadi Hokage suatu hari nanti."


Feni mengangguk pelan, tetapi dalam hatinya ia bingung. Galih yang ada dalam tubuh Naruto ini terasa terlalu percaya diri dan penuh strategi. Naruto dalam cerita aslinya selalu tampak ceroboh, meskipun bersemangat. Apakah ada orang lain yang mengalami hal aneh seperti dirinya?


Ketegangan di antara mereka semakin terasa. Galih dan Feni, tanpa menyadari siapa sebenarnya orang yang berdiri di depan mereka, mulai mencoba mencari tahu lebih banyak. Tapi mereka berdua tahu bahwa ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang sulit dijelaskan.


“Hinata,” kata Galih tiba-tiba, memecah keheningan. “Apa kau merasa dunia ini… aneh?”


Feni menatap Galih dengan mata yang penuh tanda tanya. "Apa maksudmu, Naruto-kun?"


Galih menggaruk kepalanya, mencari cara untuk menjelaskan tanpa terlalu mencurigakan. “Yah… aku merasa seperti banyak hal yang tidak seperti biasanya. Seperti… aku punya mimpi aneh belakangan ini.”


Feni terdiam. Ia tahu bahwa percakapan ini mengarah pada sesuatu yang lebih besar. "Aku juga merasa aneh," gumamnya dalam hati, tetapi ia tetap memilih untuk tidak terlalu banyak bicara.


Namun, sebelum Galih bisa melanjutkan, suara seorang ninja dari kejauhan memanggil. “Naruto! Hinata! Guru Iruka mencarimu di akademi!”


Galih dan Feni saling pandang, menyadari bahwa pertemuan mereka harus dihentikan sementara. Namun, saat mereka berbalik untuk pergi, perasaan aneh terus mengganjal di hati masing-masing.


Saat Galih melangkah pergi, ia menoleh sekali lagi ke arah Hinata. Dalam hati, ia berpikir, “Apa mungkin dia juga seperti aku? Apa mungkin ada seseorang lain dari dunia asalku yang terjebak di sini?”


Dan Feni, yang berjalan menjauh, merasa jantungnya berdegup kencang. “Apa Naruto ini sebenarnya... Galih?” pikirnya tanpa sadar.


Namun, mereka tetap melangkah dengan pikiran masing-masing, tanpa tahu bahwa kebenaran sudah begitu dekat, hanya perlu satu langkah lagi untuk terungkap.


**Bab 3: Awal Perubahan Besar**


Galih, yang kini berada di tubuh Naruto, tidak ingin mengulang kesalahan yang ia ketahui dari cerita aslinya. Meski tubuhnya kecil dan muda, pikirannya tetaplah seorang pria dewasa yang memahami pentingnya strategi, kedisiplinan, dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Jika Naruto versi aslinya menghabiskan waktu untuk usil dan ceroboh, Galih memilih jalan berbeda: ia akan menjadi yang terkuat dengan cara yang paling efektif.


Setelah pertemuan singkat dengan Hinata, Galih mulai merencanakan langkah-langkah yang akan diambilnya. Ia menyadari bahwa hubungan antar karakter di cerita ini adalah kunci penting. Salah satu yang paling krusial adalah hubungannya dengan Sasuke Uchiha. Dalam cerita aslinya, Naruto dan Sasuke terjebak dalam persaingan dan konflik yang akhirnya memisahkan mereka. Galih tidak ingin itu terjadi. 


"Kalau aku bisa berteman baik dengan Sasuke sejak awal, aku bisa mencegah dia meninggalkan desa," pikir Galih. "Dan aku juga harus membuatnya merasa dihargai, bukannya terpojok seperti di cerita aslinya."


Di hari berikutnya, Galih memutuskan untuk memulai langkah pertamanya. Di akademi ninja, ia mendekati Sasuke yang sedang duduk sendirian, menatap langit dengan ekspresi dingin seperti biasanya.


"Hai, Sasuke," sapa Galih dengan santai, mencoba tidak terlihat terlalu mencurigakan. 


Sasuke melirik ke arahnya dengan alis yang sedikit terangkat. "Apa yang kau mau, Naruto?"


Galih tersenyum kecil. "Aku tahu kau lebih kuat dariku sekarang, tapi bagaimana kalau kita saling membantu? Aku bisa belajar banyak darimu, dan mungkin... aku juga bisa membantumu dalam beberapa hal."


Sasuke terdiam sejenak, lalu menyipitkan mata. "Kenapa kau tiba-tiba berubah? Biasanya kau hanya membuat kekacauan."


"Karena aku ingin menjadi lebih baik," jawab Galih jujur. "Kita sama-sama punya mimpi besar, kan? Aku ingin jadi Hokage, dan aku tahu kau punya sesuatu yang ingin kau capai juga. Kenapa kita tidak bekerja sama saja?"


Sasuke tidak langsung menjawab, tetapi ada sesuatu di nada bicara Galih yang membuatnya penasaran. "Kita lihat saja nanti," jawab Sasuke akhirnya, dengan nada yang setengah enggan tetapi tidak menutup kemungkinan.


Sementara itu, Feni—yang berada dalam tubuh Hinata—juga mulai merasa lebih nyaman dengan perannya. Ia menyadari bahwa Hinata memiliki potensi yang luar biasa jika diberi dorongan yang tepat. Feni mulai memanfaatkan waktu untuk melatih diri secara diam-diam. Ia juga merasa semakin sering mendekati Naruto, karena ada kecocokan alami yang tidak bisa ia abaikan. 


Naruto yang kini diperankan Galih, menyadari bahwa Hinata terasa lebih terbuka dan tidak segan untuk berbicara. Awalnya, Galih mendekatinya hanya untuk mencari tahu apakah Hinata benar-benar menyukainya seperti di cerita asli. Namun, semakin lama mereka berbicara, semakin ia merasa bahwa ada kenyamanan yang sulit dijelaskan. Hinata bukan hanya sekadar teman atau sekutu; dia seperti pasangan yang cocok dalam setiap aspek.


"Naruto-kun, kenapa kau tiba-tiba terlihat begitu serius dengan latihanmu?" tanya Feni suatu hari saat mereka duduk di bawah pohon setelah pelatihan.


Galih tersenyum, lalu menjawab, "Karena aku tahu, kalau aku tidak serius, aku tidak akan pernah bisa melindungi orang-orang yang aku sayangi."


Feni menatapnya, teringat bahwa suaminya di dunia asal juga sering berkata seperti itu. Hatinya berdebar pelan, tetapi ia menahannya. Ia tidak bisa mengungkapkan hal yang terlalu mencurigakan. 


Di sisi lain, perubahan pada Naruto mulai menarik perhatian Iruka dan teman-temannya. Dalam beberapa minggu, Naruto yang dulu ceroboh berubah menjadi siswa yang paling rajin. Dia memanfaatkan waktu luangnya untuk mengasah jurus-jurus dasar seperti *bunshin no jutsu* dan *taijutsu*, tetapi dengan pendekatan yang lebih strategis. Galih tahu bahwa kekuatan Naruto bukan hanya pada semangatnya, melainkan juga pada potensinya sebagai jinchūriki.


Di waktu yang sama, Galih mulai membangun hubungan yang lebih erat dengan Sasuke. Ia tidak hanya belajar darinya, tetapi juga memberikan dukungan emosional secara tidak langsung. Ketika Sasuke merenung tentang keluarganya, Galih mendengarkan tanpa banyak bicara. Ia tahu bahwa Sasuke butuh seseorang yang peduli tanpa menghakimi.


"Kalau kau butuh bantuan, aku di sini," kata Galih suatu malam setelah latihan.


Sasuke memandangnya dengan tatapan kosong, tetapi dalam hatinya ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Naruto yang ini... tidak seperti Naruto yang ia kenal sebelumnya.


Hubungan Galih dengan Feni—atau Hinata—juga semakin berkembang. Mereka mulai saling berbicara lebih sering, berbagi pikiran, dan bahkan melatih jurus bersama. Bagi Galih, Hinata yang ini terasa lebih dewasa dan berani, sesuatu yang membuatnya semakin kagum. Bagi Feni, Naruto yang ini mengingatkannya pada suaminya sendiri—cerdas, penuh perhatian, dan memiliki visi yang jelas.


---


Namun, perubahan mereka tidak luput dari perhatian pihak lain. Di tempat lain, Orochimaru yang selalu mengawasi perkembangan Sasuke mulai curiga. "Naruto Uzumaki... dia bukan bocah biasa lagi," gumam Orochimaru. "Dan Hinata Hyuga... perubahan mereka bisa menjadi ancaman bagi rencanaku."


Naruto dan Hinata, meski tidak menyadari bahaya yang mengintai, terus melangkah maju. Tapi jalan baru yang mereka pilih kini telah menarik perhatian musuh-musuh kuat, dan masa depan Konoha pun perlahan mulai berubah.


**Bab 4: Jenius dari Konoha**


Hari ujian kelulusan di Akademi Ninja tiba. Semua siswa berkumpul di aula besar, duduk gelisah sambil menunggu giliran. Naruto yang kini diperankan oleh Galih duduk dengan tenang di bangkunya, sambil menyusun rencana dalam pikirannya. Ia tahu ujian ini adalah langkah awal untuk mengubah cara orang-orang memandang dirinya. Di cerita aslinya, Naruto sering dianggap sebagai bocah ceroboh dan lemah. Namun, kali ini, ia akan membuat semua orang terkesan.


“Baiklah, Naruto Uzumaki. Giliranmu,” panggil Iruka-sensei.


Naruto bangkit dan melangkah ke depan dengan percaya diri. Semua mata tertuju padanya. Sebagian besar dari mereka mengira Naruto akan gagal lagi, seperti biasanya. Namun, Naruto hanya tersenyum kecil. 


Ia memulai dengan *bunshin no jutsu*. Dalam cerita aslinya, Naruto kesulitan menguasai jurus ini, tetapi kali ini, dengan pemahaman mendalam tentang chakra dan kontrol yang telah ia latih, ia menciptakan lebih dari sepuluh bayangan sempurna. Aula terdiam. Bahkan Iruka terkejut melihat kemampuan itu.


“Keren!” teriak Kiba dari belakang, sementara teman-teman lainnya mulai berbisik kagum. 


Naruto melanjutkan dengan teknik tambahan yang tidak diharapkan: *henshin no jutsu* yang sempurna dan *substitution jutsu* dengan kecepatan luar biasa. Ketika ia selesai, aula meledak dengan tepuk tangan. 


Iruka tersenyum lebar. “Naruto Uzumaki... Lulus dengan nilai tertinggi!”  


---


**Naruto: Dari Ejekan Menjadi Pengakuan**  


Hari itu menjadi momen penting bagi Naruto. Tidak hanya teman-teman sekelasnya, tetapi juga guru-gurunya mulai memandangnya dengan rasa hormat yang baru. Bahkan Sasuke, yang biasanya cuek, tidak bisa mengabaikan perubahan Naruto.


“Sasuke,” kata Naruto suatu sore saat mereka berlatih bersama. “Bagaimana kalau kita bertarung? Hanya untuk melihat seberapa jauh kita bisa berkembang.”


Sasuke menyipitkan matanya, sedikit tersenyum. “Kau sudah cukup percaya diri, ya? Baiklah, tapi jangan menangis kalau kalah.”  


Pertarungan itu menarik perhatian banyak siswa. Naruto yang cerdas dan terlatih mampu mengimbangi kecepatan dan kekuatan Sasuke. Meski pertarungan berakhir seri, Sasuke akhirnya mengakui Naruto.


“Kau... sudah berubah. Kau bukan Naruto yang dulu,” kata Sasuke dengan nada datar. “Tapi aku suka Naruto yang ini.”


Naruto hanya tersenyum, tahu bahwa ini adalah langkah awal dari hubungan pertemanan yang ia harapkan. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa ada tugas yang lebih besar menantinya: memberi tahu Sasuke tentang kebenaran Itachi.


---


**Menyelidiki Itachi Uchiha**  


Galih menyadari bahwa masalah utama yang membuat Sasuke meninggalkan Konoha adalah kesalahpahaman tentang kakaknya, Itachi. Dalam cerita asli, Sasuke dibakar oleh dendam dan manipulasi Orochimaru. Jika ia ingin mencegah tragedi itu, ia harus mencari cara untuk memberi tahu Sasuke kebenarannya tanpa membahayakan hubungan mereka.  


Naruto mulai membaca segala hal yang ia bisa temukan tentang klan Uchiha, baik melalui buku maupun percakapan diam-diam dengan para ninja senior. Ia juga mendekati Kakashi, yang ia tahu memiliki hubungan mendalam dengan Sasuke. 


“Kakashi-sensei, apa kau tahu kenapa Itachi benar-benar membantai klannya?” tanya Naruto suatu malam saat mereka sedang latihan.


Kakashi terdiam sejenak, lalu menatap Naruto dengan serius. “Kenapa kau ingin tahu? Itu bukan urusanmu.”


Naruto mengangguk, mencoba terdengar tulus. “Aku hanya ingin membantu Sasuke. Aku tahu dia menderita karena itu, dan aku ingin dia tahu kebenarannya.”


Kakashi menghela napas, tampak ragu. “Itachi... adalah pahlawan yang tidak pernah diakui. Dia melakukannya untuk melindungi desa ini. Tapi itu bukan hal yang bisa dengan mudah kau jelaskan pada Sasuke.”


Naruto mencatat informasi itu dalam pikirannya. “Kalau begitu, aku harus menemukan cara lain,” pikirnya.  


---


**Menghadapi Sasuke**  


Di sebuah sore, Naruto mendekati Sasuke di atas bukit tempat mereka biasa berlatih. Matahari hampir terbenam, membuat bayangan panjang mereka tampak menyatu. 


“Sasuke,” panggil Naruto. 


“Apa lagi?” jawab Sasuke sambil duduk bersandar di sebuah batu besar.


Naruto duduk di sebelahnya. “Aku tahu kau ingin balas dendam pada Itachi. Tapi, apa kau pernah bertanya kenapa dia melakukan itu?”


Sasuke menoleh tajam. “Tentu saja. Dia melakukannya karena dia monster! Dia membantai keluargaku, seluruh klan kami. Tidak ada alasan yang bisa membenarkan itu.”


Naruto menggeleng pelan. “Bagaimana kalau aku bilang... dia punya alasan yang sangat kuat? Sesuatu yang bahkan kau mungkin tidak tahu?”


Sasuke berdiri, matanya dipenuhi amarah. “Apa maksudmu? Kau mencoba membela dia?”


“Bukan,” jawab Naruto dengan tenang. “Aku hanya ingin kau tahu kebenaran. Itachi tidak seperti yang kau pikirkan.”


“Kau tidak tahu apa-apa!” teriak Sasuke. “Jangan bicara tentang keluargaku seolah kau mengerti!”  


Naruto berdiri, menatap Sasuke dengan penuh tekad. “Aku tidak tahu, tapi aku peduli. Kau adalah temanku, Sasuke. Dan aku tidak ingin melihatmu menghancurkan dirimu sendiri hanya karena kau tidak tahu seluruh ceritanya.”


---



Sasuke terdiam, kata-kata Naruto mulai menusuk ke hatinya. Namun, amarah dan rasa sakit yang selama ini ia pendam membuatnya tidak mudah menerima itu.


“Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan,” kata Sasuke akhirnya, suaranya bergetar.


Naruto tersenyum kecil. “Kalau kau tidak percaya padaku sekarang, itu tidak masalah. Tapi aku akan menemukan cara untuk membuktikannya. Aku akan membuktikan bahwa Itachi bukan musuhmu.”


Sasuke menatap Naruto dengan campuran kebingungan dan rasa penasaran. Untuk pertama kalinya, ia mulai meragukan kebenciannya sendiri. Tapi sebelum ia bisa mengatakan apa-apa, Naruto melangkah pergi, meninggalkan Sasuke sendirian dengan pikirannya. 


Di kejauhan, Orochimaru yang mengamati Sasuke dari bayang-bayang tersenyum sinis. “Sepertinya anak Uzumaki itu lebih dari sekadar bocah nakal. Tapi, bisakah dia mengubah takdir Uchiha? Kita lihat saja nanti...”


**Bab 5: Kejeniusan yang Mencurigai**  


Shikamaru Nara adalah orang yang jarang memperhatikan hal-hal kecil, kecuali jika ia merasa ada sesuatu yang benar-benar menarik. Dalam beberapa minggu terakhir, perubahan Naruto dan Hinata menarik perhatiannya. Naruto, si bocah ceroboh yang selalu menjadi bahan ejekan, tiba-tiba berubah menjadi seorang ninja berbakat dengan tingkat kecerdasan dan kedewasaan yang mengagumkan. Begitu pula dengan Hinata, yang dulu dikenal pemalu, kini lebih percaya diri dan berani.  


Di tengah malam, Shikamaru duduk di atap rumahnya, menatap langit penuh bintang sambil memutar-mutar pion catur di tangannya.  


“Semua ini... terlalu tidak biasa,” gumamnya.  


Ia mulai menyusun kepingan-kepingan puzzle. Naruto kini melampaui Sasuke dalam hal strategi. Hinata menjadi jauh lebih vokal dan aktif dalam perannya sebagai ninja Hyuga. Ada sesuatu yang berbeda, dan Shikamaru tahu bahwa perubahan seperti ini tidak terjadi begitu saja.  


Namun, ia juga tidak melihat ada bahaya dari perubahan mereka. Sebaliknya, Naruto dan Hinata membawa pengaruh positif bagi tim mereka dan bahkan desa. Shikamaru memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh, bukan untuk membongkar mereka, tetapi untuk memahami dan, jika diperlukan, membantu.  


---


**Naruto dan Hinata: Berteman dengan Shikamaru**  


Naruto sedang duduk di lapangan pelatihan, merenungkan langkah berikutnya. Setelah percakapan berat dengan Sasuke, ia tahu tugasnya semakin sulit. Meskipun Sasuke tidak langsung percaya, Naruto yakin bahwa temannya itu mulai meragukan kebenciannya sendiri. Tapi langkah selanjutnya? Itu yang sulit.  


“Pikiranku ini terus dipenuhi strategi, tapi aku butuh pendapat lain,” pikir Naruto.  


“Yo, Naruto,” suara santai Shikamaru tiba-tiba memecah keheningan.  


Naruto menoleh dan melihat Shikamaru berjalan mendekat, dengan tangan diselipkan ke dalam saku. “Kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Tumben.”  


Naruto tertawa kecil, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. “Hanya memikirkan cara untuk menjadi lebih kuat.”  


Shikamaru duduk di sebelahnya dan menguap. “Kau tahu, Naruto, aku telah memperhatikanmu. Dan Hinata juga. Kau berdua... berubah. Tapi itu bukan hal buruk.”  


Naruto membeku sejenak. “Apa maksudmu?”  


Shikamaru melanjutkan dengan nada datar, tetapi matanya meneliti setiap gerakan Naruto. “Kau bukan Naruto yang dulu. Kau lebih cerdas, lebih terorganisir, dan... cara berpikirmu tidak seperti anak seusiamu. Hinata juga. Dia lebih tegas, lebih mandiri.”  


Naruto mencoba tersenyum santai, tetapi Shikamaru menambahkan, “Jangan khawatir, aku tidak berniat membongkar rahasia kalian. Aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.”  


Naruto terdiam, mencoba merumuskan jawaban. Tapi sebelum ia bisa menjawab, Shikamaru melanjutkan.  


“Bagaimanapun juga, apa pun yang terjadi, kalian berdua membawa banyak hal baik ke desa ini. Aku hanya ingin memastikan bahwa aku bisa membantu kalian, kalau-kalau ada sesuatu yang terlalu rumit untuk kalian tangani sendiri.”  


Naruto akhirnya mengangguk, merasa lega dengan respons Shikamaru. “Terima kasih, Shikamaru. Kau benar-benar jenius, ya?”  


Shikamaru tersenyum kecil. “Itu sudah jelas.”  


---


**Hinata dan Shikamaru: Pertemuan Tak Terduga**  


Sementara itu, Feni yang ada dalam tubuh Hinata, sedang berlatih mengontrol chakra di halaman keluarga Hyuga. Meski ia bukan Hinata asli, ia mulai terbiasa dengan kemampuan klan ini dan terus meningkatkan tekniknya. Tapi kali ini, ia merasa seperti sedang diawasi.  


“Aku tahu kau ada di sana, Shikamaru,” katanya tanpa menoleh.  


Shikamaru muncul dari balik pohon, mengangkat tangannya sebagai tanda tidak berbahaya. “Wow, kau bahkan lebih tajam sekarang, Hinata. Aku suka yang seperti ini.”  


Hinata menoleh, menatapnya dengan alis terangkat. “Apa maksudmu?”  


“Hal yang sama seperti yang kubilang ke Naruto. Kau berubah. Tapi aku pikir itu hal yang baik,” kata Shikamaru sambil berjalan mendekat.  


Hinata terdiam, mencoba menilai apakah Shikamaru adalah ancaman atau sekutu. Namun, setelah berbicara dengannya selama beberapa menit, ia menyadari bahwa Shikamaru hanya ingin membantu.  


“Kalau kau butuh seseorang untuk berpikir strategis, kau bisa mengandalkanku,” kata Shikamaru akhirnya sebelum pergi. “Naruto sudah membuatku berpikir keras, dan aku yakin kau juga punya rencana besar.”  


Hinata tersenyum kecil. “Terima kasih, Shikamaru.”  


---


**Cerita Utama: Sasuke dan Kebenaran Itachi**  


Naruto akhirnya menyusun rencana untuk membawa Sasuke lebih dekat pada kebenaran. Ia mendekati Kakashi dan meminta bantuannya.  


“Kakashi-sensei, aku butuh misi khusus. Aku ingin pergi ke tempat di mana aku bisa menemukan bukti tentang Itachi,” kata Naruto.  


Kakashi terkejut, tetapi ia mulai memahami niat Naruto. “Ini akan sulit, Naruto. Tapi aku akan membantumu.”  


Dalam waktu singkat, Naruto dan tim kecil yang terdiri dari Kakashi, Shikamaru, dan Hinata, berangkat menuju lokasi rahasia di mana laporan tentang Itachi dan klan Uchiha disimpan. Namun, perjalanan mereka tidak mudah. Orochimaru, yang selalu mengawasi Sasuke, mencium rencana mereka dan mengirim pasukan untuk menghentikan mereka.  


Pertarungan sengit pun terjadi, dan Naruto menunjukkan perkembangan luar biasanya. Dengan bantuan Shikamaru yang menyusun strategi dan Hinata yang kini jauh lebih tangguh, mereka berhasil melawan pasukan Orochimaru.  


Namun, ketika mereka akhirnya tiba di lokasi tujuan, mereka menemukan sesuatu yang mengejutkan: sebuah pesan rahasia yang ditinggalkan oleh Itachi sendiri.  



Naruto memegang gulungan itu dengan tangan gemetar. “Ini... ini adalah buktinya,” gumamnya.  


Shikamaru menatapnya dengan serius. “Kita harus memastikan Sasuke melihat ini.”  


Tapi sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, suara Orochimaru terdengar dari bayang-bayang. “Kalian anak-anak benar-benar merepotkan. Tapi permainan ini belum selesai.”  


Mereka semua bersiap menghadapi musuh yang lebih besar, dengan kebenaran tentang Itachi menjadi taruhan yang harus mereka pertahankan.  


**Bab 6: Kebenaran yang Tersembunyi**  


Pertarungan dengan Orochimaru berlangsung sengit. Orochimaru, dengan senyum liciknya, menyerang tanpa ampun. Teknik-teknik berbisa dan ular-ular raksasa dikerahkannya untuk mengepung Naruto, Hinata, Shikamaru, dan Kakashi.  


Namun, Naruto yang kini dipenuhi oleh pengetahuan dari cerita asli, tidak panik. Ia tahu betapa berbahayanya Orochimaru, tetapi ia juga tahu kelemahan-kelemahannya.  


“Hinata, gunakan Byakugan untuk mencari celah di pertahanannya!” teriak Naruto.  


Hinata, yang juga Feni, segera mematuhi. Dengan kejelasan mata Byakugan, ia menemukan jalur untuk melarikan diri dari medan pertempuran. “Naruto! Arah jam tiga, ada celah!”  


“Shikamaru, tahan dia sebentar dengan bayanganmu!” Naruto memerintahkan tanpa ragu.  


Shikamaru memanfaatkan jurus *Kagemane no Jutsu* untuk memperlambat Orochimaru. Kakashi, meskipun sedikit bingung dengan ketenangan Naruto, mengikuti arahan tersebut dan melindungi mereka dari serangan.  


Akhirnya, mereka berhasil kabur dengan selamat, meskipun Orochimaru tampak puas melihat mereka pergi. “Kalian menarik,” katanya sambil tersenyum sinis. “Kita akan bertemu lagi.”  


---


**Kecurigaan Shikamaru**  


Setelah perjalanan yang penuh ketegangan, mereka berhenti di sebuah tempat persembunyian. Shikamaru menatap Naruto dan Hinata dengan serius.  


“Baiklah, sekarang aku ingin jawaban,” katanya sambil menyilangkan tangan.  


Naruto mencoba terlihat santai. “Jawaban tentang apa?”  


Shikamaru mendesah. “Kalian. Dari dulu aku merasa ada yang aneh. Saat ujian di akademi, kau tiba-tiba berubah menjadi jenius. Kau tahu segalanya tentang Sasuke dan Orochimaru, bahkan cerita tentang Itachi yang bahkan aku belum tahu. Hinata juga. Kalian berdua... seperti sudah tahu apa yang akan terjadi.”  


Hinata terdiam, mencoba menyusun jawaban. Sementara itu, Naruto merasa seperti tertangkap basah.  


“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” lanjut Shikamaru, “tapi aku tahu satu hal: kalian berbeda. Tapi perubahan kalian adalah hal yang baik, jadi aku tidak akan mempermasalahkannya. Hanya saja... apa pun itu, kalian bisa mengandalkanku.”  


Naruto dan Hinata saling pandang. Shikamaru terlalu pintar untuk dibohongi.  


---


**Pertemuan Rahasia Naruto dan Hinata**  


Malam itu, Naruto dan Hinata memutuskan untuk berbicara berdua. Mereka duduk di atas bukit kecil yang menghadap desa, ditemani oleh bintang-bintang di langit.  


“Aku rasa... ini waktunya kita jujur satu sama lain,” kata Naruto sambil menghela napas.  


Hinata mengangguk. “Aku juga merasa begitu.”  


Naruto memulai lebih dulu. “Aku pernah bermimpi tentang dunia lain. Di sana, ada cerita tentang seorang anak bernama Naruto Uzumaki... Aku tahu segalanya tentang dia. Jalan hidupnya, perjuangannya, bahkan orang-orang di sekitarnya.”  


Hinata menatapnya dengan terkejut. “Aku juga begitu. Dunia itu... kita menyebutnya dunia nyata. Di sana, aku membaca cerita tentangmu. Tentang desa ini.”  


Naruto terdiam sejenak. “Kalau begitu, kita berasal dari dunia yang sama.”  


Hinata mengangguk, perlahan menyadari sesuatu. “Naruto... maksudku, siapa namamu di dunia nyata?”  


Naruto memutar otaknya. “Aku... Aku Galih. Dan kau? Siapa namamu?”  


Hinata tersenyum kecil. “Feni.”  


Naruto menatapnya dalam-dalam, rasa penasaran berubah menjadi kejutan. “Feni... jangan-jangan... kau istriku di dunia nyata?”  


Hinata membeku sejenak. Pikirannya berputar, mencoba mengingat momen-momen kecil yang terasa familiar. “Galih... itu kamu? Ayank?”  


Naruto, atau Galih, membulatkan matanya. “Ayank... itu kamu! Kita memang suami istri!”  


Keduanya terdiam, terkejut dengan kenyataan yang baru saja terbongkar.  


---


**Panggilan Sayang di Dunia Shinobi**  


Naruto dan Hinata saling menatap dengan campuran rasa kagum dan keheranan. Mereka akhirnya menyadari bahwa mereka adalah pasangan yang terlempar ke dunia Naruto, kini saling menemukan kembali dalam tubuh Naruto dan Hinata.  


“Ayank...” kata Naruto pelan, mencoba membiasakan diri.  


“Eh?” Hinata langsung memotong. “Tunggu! Kita nggak bisa manggil begitu di sini!”  


Naruto langsung tersadar, wajahnya memerah. “Iya, iya. Kalau ada yang dengar, kita bisa ketahuan.”  


Mereka berdua tertawa kecil, menyadari betapa anehnya situasi ini. Meskipun mereka kini berada di dunia yang berbeda, cinta dan koneksi mereka tetap sama.  


“Baiklah,” kata Naruto akhirnya. “Kita rahasiakan ini dari semua orang. Di dunia ini, kita tetap Naruto dan Hinata.”  


Hinata mengangguk. “Dan kita gunakan kesempatan ini untuk membuat dunia ini lebih baik. Bersama-sama.”  


---



Keesokan harinya, Naruto dan Hinata memutuskan untuk kembali fokus pada misi mereka. Namun, Orochimaru tampaknya tidak tinggal diam. Ia mengirimkan mata-matanya ke Konoha, berencana mengguncang kedamaian yang baru saja mulai terbangun.  


Naruto, dengan pengetahuannya tentang dunia ini, tahu bahwa ancaman besar akan segera datang. Namun, kali ini, ia tidak sendirian. Bersama Hinata, yang kini menjadi partner sejatinya, ia bertekad untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi.  


“Bersiaplah, Hinata,” kata Naruto sambil menggenggam tangannya.  


Hinata tersenyum. “Aku selalu siap, Gal—eh, Naruto.”  


Dan dengan itu, perjalanan baru mereka dimulai, dengan tekad untuk mengubah cerita dunia shinobi menjadi lebih baik.


**Bab 7: Mengubah Takdir, Menghadapi Masa Depan**  


Sasuke berdiri di depan Naruto, matanya yang penuh rasa kebencian terfokus pada gulungan yang ada di tangan sahabatnya itu. Selama ini, ia hanya mendengar tentang kakaknya, Itachi, melalui cerita-cerita yang dipenuhi kebencian dan dendam. Namun kini, dengan bukti yang ada di depan mata, kenyataan itu terasa lebih berat.


Naruto, dengan ketenangan yang luar biasa, mengulurkan gulungan itu kepada Sasuke. "Baca ini, Sasuke. Ini tulisan Itachi sendiri. Semua yang selama ini kau dengar tentang dia mungkin tidak sepenuhnya benar."


Sasuke memegang gulungan itu dengan tangan gemetar. Ia tahu, apa pun yang ada di dalamnya akan mengubah segalanya. Perlahan ia membuka gulungan itu dan mulai membaca. Setiap kata yang tertulis terasa berat baginya. Itu adalah pesan dari Itachi, yang menyatakan bahwa semua yang dilakukan, semua yang terjadi, bukan untuk kebencian, tetapi untuk melindungi Sasuke dan klan Uchiha dengan cara yang tragis.


Naruto mengamati Sasuke dengan cermat. "Itachi melakukan semua itu, bukan karena kebencian. Dia ingin kau hidup dengan bebas dari bayang-bayang klan dan kekuatan yang mereka miliki. Kau harus melepaskan dendam itu, Sasuke. Itu tidak akan membawa kebahagiaan."


Sasuke terdiam, membaca kata demi kata. Kebenciannya terhadap kakaknya yang selama ini membakar dirinya mulai surut, digantikan dengan kebingungannya. "Kenapa...? Kenapa dia harus melakukan semua ini?" gumamnya, suaranya penuh perasaan yang tak terungkapkan.


Naruto menepuk bahu Sasuke. "Aku tahu ini berat, tapi yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita melanjutkan hidup kita, Sasuke. Jangan biarkan kebencian itu membutakanmu. Kita bisa berjuang bersama, sebagai sahabat."


Sasuke menatap Naruto dengan tatapan yang lebih lembut, akhirnya menyadari bahwa sahabatnya ini bukan hanya teman dalam pertempuran, tetapi seseorang yang benar-benar mengerti dan peduli.


---


**Mencegah Invasi: Perencanaan dengan Hinata**  


Setelah kejadian itu, Naruto dan Hinata kembali ke tempat yang lebih tenang, berbicara tentang apa yang akan datang. Mereka tahu, meskipun mereka berhasil mengubah jalannya takdir Sasuke, ancaman besar masih menanti. Invasi dari luar, yang pada akhirnya akan menghancurkan kedamaian di Konoha, tidak bisa dihindari begitu saja.  


"Naruto, aku khawatir dengan invasi yang akan datang," kata Hinata dengan serius, matanya menunjukkan kecemasan yang dalam. "Aku tahu kita harus siap menghadapi apa pun, tapi... aku merasa seperti kita terjebak dalam sebuah lingkaran yang tidak bisa kita hindari."


Naruto memandang Hinata, merasakan beratnya kata-kata itu. "Aku tahu, Hinata. Tapi kita harus berusaha mencegahnya. Kita punya kekuatan untuk mengubah masa depan, bersama-sama. Jika kita bisa mempersiapkan tim kita dengan baik, kita bisa menghadapi apa saja."


Hinata mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi ketidakpastian. "Tim 7 akan dibentuk, bukan? Aku hanya berharap kita bisa menghadapinya tanpa ada korban jiwa."  


Naruto tersenyum tipis. "Itulah yang kita rencanakan. Kita harus mempersiapkan semuanya, termasuk mempersiapkan diri kita untuk situasi terburuk."


---


**Pembagian Tim dan Perasaan Tersembunyi**  


Hari yang ditunggu pun tiba. Pembagian tim dilakukan oleh Kakashi, yang mengenalkan tim yang baru kepada masing-masing anggotanya. Naruto, Sasuke, dan Sakura, akan kembali bersama dalam Tim 7, dengan Kakashi sebagai pemimpin mereka. Tim ini akan menjalani banyak misi bersama, menghadapi banyak rintangan, dan juga, menghadapi kenyataan yang jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan.  


Namun, di tengah kebahagiaan dan kehangatan pertemuan mereka, Hinata merasa gelisah. Ada rasa cemburu yang tumbuh dalam hatinya saat melihat Naruto bersama Sakura. Sakura yang selalu mendekati Naruto, memberikan perhatian lebih, dan terus-menerus berusaha untuk menjadi lebih dekat dengan Naruto.  


Setelah pertemuan, mereka berdua berjalan bersama menuju rumah mereka. Hinata tidak bisa lagi menahan perasaan itu.  


"Naruto," kata Hinata dengan suara pelan, tetapi cukup untuk menarik perhatian Naruto.  


Naruto menoleh, tersenyum dengan ekspresi penuh perhatian. "Ada apa, Hinata?"  


Hinata menggigit bibir bawahnya, mencoba menyusun kata-kata dengan hati-hati. "Aku... aku merasa cemburu," akhirnya ia mengungkapkan perasaannya.  


Naruto terkejut. "Cemburu? Pada siapa?"  


"Pada Sakura," jawab Hinata dengan jujur, meskipun hatinya sedikit cemas.  


Naruto terdiam sejenak, mencerna kata-kata Hinata. Kemudian ia tertawa pelan. "Hinata, aku tidak tahu harus berkata apa. Sakura memang... agak berlebihan kadang-kadang. Tapi kau tidak perlu cemas. Aku... hanya melihatnya sebagai teman."  


Hinata merasa sedikit lega, meskipun rasa cemburunya masih ada. "Aku tahu. Aku hanya... aku hanya tidak ingin ada yang mengganggu kita."  


Naruto mengulurkan tangan untuk memegang tangan Hinata. "Hinata, kita sudah melalui banyak hal bersama. Tidak ada yang bisa mengubah itu. Kita saling mendukung, kan?"  


Hinata tersenyum lembut, merasa lebih tenang setelah mendengar kata-kata itu. "Ya, kita saling mendukung."  


---


Mereka akhirnya sampai di rumah, mempersiapkan diri untuk misi mereka yang berikutnya. Namun, perasaan cemburu Hinata, meskipun telah diungkapkan, masih mengganggu hatinya. Di luar itu, ancaman invasi semakin dekat, dan Naruto serta Hinata tahu bahwa mereka harus lebih siap dari sebelumnya.  


Saat malam tiba, di bawah cahaya rembulan, Naruto dan Hinata berjanji untuk saling melindungi, tidak hanya sebagai tim, tetapi sebagai pasangan.  


Namun, dalam kedalaman hati mereka, mereka tahu bahwa perjalanan ini akan jauh lebih rumit dari yang mereka bayangkan. Karena selain musuh di luar sana, ada juga perasaan yang harus mereka hadapi—perasaan mereka satu sama lain.  


Dengan rasa cemas yang mendalam, mereka bersiap menghadapi pembagian tim yang baru, yang akan mengubah takdir mereka selamanya.



**Bab 8: Ikatan yang Semakin Erat**  


Misi Tim 7 ke Negeri Ombak menghadirkan tantangan yang tampaknya mudah bagi Naruto dan rekan-rekannya. Zabuza Momochi, sang pembunuh bayaran, dan Haku, pengikut setianya, meskipun kuat, tidak mampu menghadapi strategi matang dan kekuatan gabungan Tim 7 yang kini jauh lebih solid.  


Naruto menggunakan kecerdasannya untuk mengantisipasi serangan Haku yang cepat, serta memanfaatkan kelemahan-kelemahan Zabuza yang ia ketahui dari cerita asli. Sasuke pun berkoordinasi dengan Naruto dengan lebih baik, sementara Kakashi memainkan peran sebagai pemimpin strategis. Sakura, meskipun masih belajar, menunjukkan kemampuannya menjaga posisi dan melindungi Tazuna, sang klien.  


Pertarungan itu selesai lebih cepat dari yang diharapkan. Naruto menyampaikan pesan kepada Zabuza dan Haku tentang makna ikatan dan pengorbanan, yang membuat mereka terkejut dan tersentuh. Zabuza, sebelum melarikan diri bersama Haku, memutuskan untuk tidak lagi mengincar nyawa Tazuna, berkat kata-kata Naruto yang mengubah pandangan hidupnya.  


---


**Naruto dan Popularitasnya**  


Setelah keberhasilan misi tersebut, Naruto menjadi semakin populer di desa. Namanya dikenal sebagai shinobi muda yang berbakat, cerdas, dan penuh karisma. Anak-anak di akademi mengidolakan Naruto, sementara banyak orang mulai melihatnya dengan hormat—kebalikan dari masa kecil Naruto yang penuh hinaan.  


Namun, popularitas Naruto ini ternyata memunculkan kecemburuan di hati Hinata. Suatu hari, saat mereka berjalan bersama di pinggir desa, Hinata menghentikan langkahnya.  


"Naruto," katanya dengan nada serius.  


Naruto menoleh, sedikit bingung. "Ya, Hinata? Ada apa?"  


Hinata menghela napas. "Aku ingin kau tahu... Aku akan marah kalau kau dekat-dekat dengan wanita lain."  


Naruto mengangkat alis, terkejut. "Hah? Hinata, maksudmu apa? Kau cemburu?"  


Hinata menatapnya dengan tegas, jauh dari sikap malu-malu yang biasa diperlihatkan Hinata di cerita asli. "Ya. Aku tidak ingin ada yang mengambilmu dariku. Kau tahu kita punya sesuatu yang lebih dalam dari sekadar hubungan tim."  


Naruto tersenyum kecil, merasa terhibur sekaligus tersanjung. "Hinata, aku hanya melihatmu. Kau satu-satunya yang benar-benar penting bagiku."  


Hinata akhirnya tersenyum lega, meskipun ia masih memasang wajah serius. "Ingat itu."  


Naruto tertawa kecil. "Baik, baik. Aku tidak akan membuatmu marah."  


---


**Membahas Dunia Nyata**  


Di sela-sela waktu mereka, Naruto dan Hinata sering mencari tempat sepi untuk berbicara tentang sesuatu yang tidak bisa mereka bagi dengan orang lain: dunia nyata.  


"Aku jadi ingat," kata Naruto sambil duduk di bawah pohon besar di pinggir desa. "Kau ingat saat di dunia nyata, kita pernah bicara soal cerita Naruto? Aku bilang kalau aku jadi Naruto, kau pasti jadi Hinata."  


Hinata, atau Feni, tertawa kecil. "Iya. Tapi waktu itu aku bilang sifat kita terlalu bertolak belakang. Kau terlalu ceria, aku lebih suka hal yang tenang. Dan lihat kita sekarang."  


Naruto mengangguk, memandangi langit. "Aneh, ya? Semua ini... kita benar-benar di sini. Hidup di dunia Naruto. Tapi aku terus bertanya-tanya... apa kita bisa kembali ke dunia nyata?"  


Hinata terdiam, memikirkan hal yang sama. "Aku juga sering memikirkannya. Tapi, Galih... atau Naruto... kalau kita bisa kembali, apa kau ingin meninggalkan semua ini?"  


Naruto terdiam sesaat. "Aku tidak tahu. Di sini, aku punya kesempatan untuk mengubah sesuatu. Aku bisa membuat dunia ini lebih baik, mencegah tragedi-tragedi yang aku tahu akan datang. Tapi di sisi lain... dunia nyata adalah tempat kita berasal. Tempat kita punya keluarga, kehidupan asli kita."  


Hinata mengangguk. "Aku juga merasa begitu. Tapi... aku juga merasa kita diberikan kesempatan ini untuk alasan tertentu. Mungkin kita harus fokus pada apa yang bisa kita lakukan di sini."  


Naruto menoleh ke Hinata, tersenyum kecil. "Kau benar. Kita jalani saja apa yang ada di depan kita, dan kalau waktunya tiba, kita cari cara untuk kembali."  


Hinata tersenyum, merasa tenang karena memiliki Naruto di sisinya. "Dan apapun yang terjadi, kita hadapi bersama."  


Naruto mengangguk. "Ya. Bersama."  


---



Di desa, perbincangan tentang kedekatan Naruto dan Hinata mulai menyebar. Beberapa rekan mereka, termasuk Sakura, bahkan mulai menggoda Naruto tentang hubungannya dengan Hinata. Namun Naruto dan Hinata memilih untuk tidak terlalu memikirkannya, meskipun di balik semua itu, mereka tahu bahwa hubungan mereka memang lebih dari sekadar teman satu desa.  


Di tengah kehangatan hubungan mereka, Naruto dan Hinata tetap mempersiapkan diri untuk tantangan-tantangan yang akan datang. Mereka tahu bahwa ancaman besar, seperti invasi dan perang, masih membayangi Konoha.  


Namun untuk saat ini, mereka berdua menikmati momen-momen kecil di dunia ini, sambil terus mencari jawaban atas pertanyaan terbesar mereka: apakah mereka bisa kembali ke dunia nyata, dan jika bisa, apakah mereka benar-benar ingin meninggalkan dunia yang sudah menjadi bagian dari hidup mereka ini?  


**Bab 9: Persahabatan yang Tak Terduga**  


Setelah misi di Negeri Ombak, Naruto dan Hinata berusaha mencegah konflik besar dengan cara yang lebih diplomatis. Mereka menyadari bahwa Gaara, jinchūriki dari Desa Sunagakure, adalah kunci penting dalam menjaga stabilitas masa depan.  


Naruto, yang memahami rasa kesepian dan penderitaan sebagai jinchūriki, memutuskan untuk mendekati Gaara. Hinata mendukung penuh rencana ini, meskipun mereka tahu bahwa pendekatan tersebut berisiko.  


**Pertemuan dengan Gaara**  


Di sela-sela persiapan Ujian Chuunin, Naruto sengaja mendekati Gaara di tempat yang sepi. Dengan sikap tenang dan penuh percaya diri, ia memulai percakapan.  


"Gaara," kata Naruto, suaranya tegas namun ramah.  


Gaara menatap Naruto dengan tatapan dingin, penuh kecurigaan. "Apa maumu?"  


Naruto tersenyum tipis. "Aku tahu bagaimana rasanya menjadi seperti dirimu. Sendirian. Dibenci. Aku pernah ada di tempat yang sama."  


Gaara mengernyit, tidak menyangka ada yang berani mengatakan hal seperti itu padanya. "Kau tidak tahu apa-apa tentangku."  


Naruto menggeleng. "Mungkin aku tidak tahu segalanya, tapi aku tahu bagaimana rasanya dicap sebagai monster. Aku tahu bagaimana rasanya hidup hanya untuk membuktikan bahwa kau layak."  


Gaara terdiam, namun tatapannya mulai melembut. Kata-kata Naruto menggugah sesuatu di dalam dirinya.  


"Kau tidak harus sendirian, Gaara," lanjut Naruto. "Aku di sini, dan aku ingin kita menjadi teman. Bukan karena aku ingin memanfaatkannya, tapi karena aku tahu kita bisa saling membantu."  


Hinata, yang mengamati dari kejauhan, merasa bangga dengan pendekatan Naruto. Ia tahu bahwa hanya Naruto yang bisa menyentuh hati seseorang seperti Gaara.  


Gaara tidak langsung menjawab, tetapi ia tidak meninggalkan tempat itu. Itu cukup bagi Naruto untuk tahu bahwa usahanya tidak sia-sia.  


---


**Ujian Chuunin Dimulai**  


Ujian Chuunin akhirnya tiba, dan Desa Konoha dipenuhi oleh genin dari berbagai desa. Naruto, Hinata, dan Sasuke, bersama tim mereka, siap menghadapi tantangan yang ada.  


Naruto, dengan kecerdasannya yang berkembang pesat, memimpin tim 7 melalui setiap ujian dengan strategi yang matang. Ia memastikan timnya bekerja sama dengan baik, bahkan memberi arahan kepada Sakura agar lebih percaya diri dan berguna dalam situasi genting.  


**Ujian Tertulis**  

Dalam ujian tertulis, Naruto memanfaatkan kecerdasannya untuk menjawab soal-soal sulit tanpa perlu mencontek. Ia bahkan membantu Sasuke dan Sakura memahami beberapa pertanyaan dengan memberi petunjuk secara halus. Kakashi yang mengamati dari kejauhan merasa bangga melihat perkembangan Naruto yang luar biasa.  


**Hutan Kematian**  

Di Hutan Kematian, Naruto kembali menunjukkan kepemimpinannya. Ia mengarahkan timnya untuk menghindari pertempuran yang tidak perlu dan fokus pada tujuan utama mereka: mendapatkan gulungan yang dibutuhkan.  


Namun, mereka tidak bisa menghindari pertemuan dengan Orochimaru, yang muncul untuk menyerang Sasuke. Kali ini, Naruto sudah siap. Ia memanfaatkan pengetahuannya tentang Orochimaru untuk menyusun strategi kabur yang cerdas, memanfaatkan jebakan-jebakan di sekitar hutan untuk mengulur waktu dan melindungi timnya.  


Sasuke, yang terkesan dengan keberanian dan kecerdasan Naruto, mulai lebih mempercayai sahabatnya ini. Meskipun Orochimaru berhasil menanamkan segel kutukan pada Sasuke, Naruto berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan Sasuke jatuh ke tangan Orochimaru.  


---


**Dimulainya Invasi**  


Pada saat ujian tahap akhir berlangsung, invasi dari Desa Suna dan Otogakure dimulai. Namun, karena persiapan Naruto dan Hinata, beberapa skenario besar berhasil dicegah.  


Naruto, dibantu Shikamaru, berhasil memperingatkan Kakashi dan Hokage Ketiga tentang kemungkinan serangan ini. Mereka berhasil membantu Konoha mempersiapkan pertahanan lebih baik. Saat Orochimaru dan Gaara melancarkan serangan mereka, Naruto berhasil mengajak Gaara berbicara lagi di tengah pertarungan.  


"Gaara! Ini bukan jalan yang harus kau pilih!" teriak Naruto sambil menghindari serangan Shukaku.  


Gaara, yang sudah mulai mempertimbangkan kata-kata Naruto sebelumnya, terlihat bimbang. Serangan Shukaku menjadi kurang terarah, memberikan kesempatan bagi Naruto untuk mendekatinya.  


"Aku tahu kau bisa lebih dari ini!" lanjut Naruto. "Kau bukan monster! Kau adalah Gaara, dan aku percaya kau bisa mengendalikan kekuatanmu!"  


Dengan bantuan Hinata, yang menggunakan Byakugan untuk menemukan titik kelemahan Shukaku, Naruto berhasil menjatuhkan Gaara dari bentuk transformasinya. Gaara, yang kini tidak lagi dalam kendali Shukaku, memutuskan untuk berhenti bertarung.  


Invasi berakhir dengan kerugian yang jauh lebih kecil dibandingkan cerita asli. Meskipun Orochimaru berhasil melarikan diri, Desa Konoha tetap berdiri kuat, berkat upaya Naruto dan Hinata.  


---


**Diskusi tentang Dunia Nyata**  


Di tengah malam setelah invasi, Naruto dan Hinata duduk di atas atap rumah mereka, menikmati ketenangan yang langka.  


"Aku merasa lega," kata Hinata. "Gaara akhirnya mendengarkanmu. Kau benar-benar mengubahnya."  


Naruto tersenyum. "Aku hanya ingin dia tahu bahwa dia tidak sendirian. Sama seperti aku tidak sendirian karena ada kau."  


Hinata tersipu, tetapi ia segera mengalihkan pembicaraan. "Naruto... atau Galih, menurutmu, apa kita bisa kembali ke dunia nyata?"  


Naruto terdiam sejenak. "Aku tidak tahu, Hinata. Tapi, kalaupun kita tidak bisa kembali, aku merasa... di sini aku punya tujuan. Kita bisa membuat dunia ini lebih baik."  


Hinata mengangguk. "Aku setuju. Tapi... aku tetap rindu dengan dunia nyata. Dengan kehidupan kita sebelumnya."  


Naruto menatap Hinata dengan serius. "Aku juga. Tapi apa pun yang terjadi, aku akan tetap bersamamu. Kita akan mencari jalan, bersama-sama."  


Hinata tersenyum, merasa tenang dengan kata-kata Naruto. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi selama mereka bersama, mereka yakin bisa menghadapi apa pun yang ada di depan mereka.  


**Bab 10: Kenyataan yang Tak Terhindarkan**  


Desa Konoha berduka. Hiruzen Sarutobi, Hokage Ketiga, meninggal dunia setelah penyakit lama yang dideritanya semakin parah. Tidak ada pertempuran epik melawan Orochimaru, tidak ada Shiki Fūjin yang mengorbankan jiwanya. Namun, bagi Naruto, kehilangan ini tetaplah pukulan berat.  


Di pemakaman, Naruto berdiri bersama Hinata, melihat nisan Hokage Ketiga yang dikelilingi oleh para shinobi Konoha. Ia memikirkan bagaimana, meskipun ia telah mengubah banyak hal dalam alur cerita ini, kematian Hiruzen tetap tidak dapat dihindari.  


"Jadi, ini takdir yang harus terjadi," bisik Naruto pada Hinata, suaranya dipenuhi rasa bersalah.  


Hinata menatapnya, mencoba menghibur. "Kau sudah melakukan yang terbaik, Naruto. Tidak semuanya bisa kau kendalikan. Kadang, kita hanya bisa menerima."  


Naruto mengangguk pelan, tetapi hatinya tetap terasa berat. Dalam diam, ia berjanji akan melindungi desa ini lebih baik lagi, memastikan bahwa kematian Hiruzen tidak akan sia-sia.  


---


**Pencarian Hokage Kelima**  


Setelah kematian Hiruzen, para tetua desa segera memulai diskusi untuk mencari penggantinya. Kakashi menjadi salah satu kandidat utama, tetapi ia sendiri merasa tidak siap untuk mengambil tanggung jawab sebesar itu.  


Naruto, yang tahu dari cerita asli bahwa Tsunade Senju adalah pilihan terbaik, menyarankan namanya kepada Kakashi dan para tetua.  


"Kalian butuh seseorang yang memiliki pengalaman dan kekuatan untuk melindungi desa," kata Naruto dengan tegas. "Tsunade adalah orang yang kalian cari."  


Kakashi terkejut mendengar nama itu keluar dari mulut Naruto. "Bagaimana kau tahu tentang Tsunade?"  


Naruto tersenyum kecil. "Aku banyak membaca tentang sejarah Konoha. Dia adalah salah satu dari Sannin Legendaris, bukan? Lagipula, dia memiliki hubungan darah dengan Hokage Pertama. Bukankah dia pilihan yang paling masuk akal?"  


Para tetua akhirnya setuju, tetapi mereka membutuhkan seseorang untuk mencarinya. Naruto langsung menawarkan diri, dengan alasan bahwa ia ingin belajar lebih banyak di luar desa. Kakashi menyetujui, tetapi ia meminta Naruto untuk pergi bersama seorang guru yang dapat melindunginya: **Jiraiya, Sannin yang tersisa di desa.**  


---


**Pertemuan dengan Jiraiya**  


Naruto bertemu dengan Jiraiya di salah satu sudut desa, tempat pria berjuluk "Petapa Genit" itu sedang menulis buku di bawah pohon.  


"Jiraiya-sama," panggil Naruto dengan sopan, membuat Jiraiya menoleh dengan ekspresi terkejut.  


"Naruto? Kenapa kau mencariku? Aku tidak ada waktu untuk melatih anak-anak sekarang," katanya santai.  


Naruto tersenyum kecil. "Aku tidak hanya ingin dilatih. Aku ingin belajar dari salah satu shinobi terbaik di Konoha. Aku tahu kau adalah gurunya Yondaime, dan aku ingin menjadi lebih kuat."  


Jiraiya menatap Naruto dengan mata tajam, mencoba membaca niatnya. "Kenapa kau ingin menjadi lebih kuat, anak muda?"  


Naruto menghela napas, tatapannya serius. "Karena aku tahu ada banyak hal yang akan datang. Ancaman yang lebih besar dari Orochimaru. Aku ingin melindungi desa ini dan orang-orang yang penting bagiku."  


Jiraiya tersenyum tipis, kagum dengan kedewasaan Naruto. "Baiklah. Kalau begitu, kita akan pergi bersama mencari Tsunade. Dalam perjalanan, aku akan mengajarkanmu beberapa hal. Tapi kau harus siap bekerja keras."  


Naruto mengangguk antusias. "Aku siap!"  


---


**Latihan Bersama Jiraiya**  


Dalam perjalanan mencari Tsunade, Jiraiya mulai melatih Naruto dengan cara yang keras namun efektif. Salah satu hal pertama yang diajarkan adalah mengendalikan chakra dengan lebih baik, terutama dalam menggunakan jurus andalannya, **Rasengan.**  


"Ini adalah teknik yang diciptakan oleh Yondaime Hokage," jelas Jiraiya sambil memperlihatkan Rasengan di telapak tangannya. "Butuh kendali chakra yang luar biasa untuk menguasainya, jadi jangan harap kau bisa melakukannya dalam waktu singkat."  


Namun, Naruto mengejutkan Jiraiya dengan cepatnya ia belajar. Dengan kombinasi kecerdasannya yang meningkat dan pengetahuan sebelumnya dari cerita asli, Naruto berhasil mempelajari dasar-dasar Rasengan dalam waktu singkat.  


"Kau memang berbakat," komentar Jiraiya, meskipun ia masih menyembunyikan rasa penasarannya. "Tapi jangan sombong dulu. Masih banyak yang harus kau pelajari."  


Selain Rasengan, Jiraiya juga mengajarkan Naruto tentang pentingnya memahami peran jinchūriki. "Kau bukan hanya anak dengan kekuatan besar di dalam tubuhmu," katanya. "Kau adalah simbol harapan bagi desa ini. Jangan pernah melupakan itu."  


---


**Hinata dan Kecemasan**  


Sementara itu, Hinata tetap tinggal di desa, merasa cemas dengan Naruto yang pergi jauh. Ia menggunakan waktunya untuk melatih diri, bertekad menjadi lebih kuat agar bisa berdiri sejajar dengan Naruto.  


Di sela-sela latihannya, ia sering berbicara dengan Shikamaru, yang semakin yakin bahwa Naruto dan Hinata memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki orang lain.  


"Naruto dan kau," kata Shikamaru suatu hari, "kalian seperti tahu apa yang akan terjadi sebelum itu terjadi. Itu bukan sesuatu yang bisa diabaikan."  


Hinata mencoba menghindari pembicaraan itu, tetapi Shikamaru hanya tersenyum. "Tenang saja. Aku tidak akan memberitahu siapa pun. Aku hanya ingin memastikan bahwa kalian tahu aku ada di pihak kalian."  


Hinata merasa lega, tetapi ia tetap khawatir tentang masa depan. Ia tahu bahwa perjalanan Naruto bersama Jiraiya akan membawa banyak perubahan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk dunia ini.  


---


**Misi Baru Dimulai**  


Naruto dan Jiraiya akhirnya mendekati kota tempat Tsunade dikabarkan berada. Dalam perjalanan, Naruto semakin memahami pentingnya kekuatan dan kebijaksanaan yang diajarkan Jiraiya.  


Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan rasa rindunya pada Hinata, serta kekhawatiran tentang bagaimana semua ini akan berakhir.  


"Apa kau pikir kita benar-benar bisa mengubah dunia ini, Jiraiya-sama?" tanya Naruto suatu malam saat mereka beristirahat.  


Jiraiya tersenyum kecil. "Mengubah dunia itu bukan hal yang mudah, Naruto. Tapi kau sudah membuat langkah pertama. Dan itu lebih dari cukup."  


Naruto mengangguk, merasa sedikit lega. Ia tahu bahwa perjalanannya masih panjang, tetapi dengan Jiraiya di sisinya, ia merasa siap menghadapi apa pun yang akan datang.  


**Bab 11: Keputusan yang Berat**  


Naruto dan Jiraiya akhirnya berhasil menemukan Tsunade di sebuah kota kecil, di mana Tsunade terlihat menghabiskan waktunya berjudi dan minum-minum. Awalnya, Tsunade menolak mentah-mentah tawaran untuk menjadi Hokage Kelima. Namun, ketika Orochimaru dan Kabuto menyerangnya, Naruto menunjukkan keberaniannya dengan menggunakan **Rasengan** untuk melindungi Tsunade.  


Naruto yang telah menguasai teknik Rasengan dalam waktu singkat membuat Tsunade terkesan. Setelah melihat semangat Naruto yang pantang menyerah, ia akhirnya setuju untuk kembali ke Konoha dan menerima tanggung jawab sebagai Hokage Kelima.  


---


**Naruto dan Latihan yang Tanpa Henti**  


Sekembalinya ke Konoha, Naruto semakin termotivasi untuk melatih dirinya. Ia menghabiskan hampir seluruh waktunya berlatih, bahkan lebih dari yang dilakukan tokoh aslinya dalam cerita. Rasengan kini menjadi jurus andalannya, tetapi ia tidak berhenti di sana. Dengan bimbingan Jiraiya, Naruto mulai mencoba mempelajari kendali chakra Kyuubi, sesuatu yang sangat berisiko.  


Namun, keseriusannya untuk menjadi lebih kuat membawa konsekuensi. Tubuhnya mulai kelelahan karena kurang istirahat dan pola makan yang tidak teratur. Hinata, yang diam-diam selalu memperhatikan Naruto, merasa khawatir melihat kondisinya semakin memburuk.  


---


**Naruto Jatuh Sakit**  


Suatu pagi, Hinata mendengar kabar bahwa Naruto pingsan saat sedang berlatih di hutan. Ia segera bergegas ke rumah sakit, di mana Naruto dirawat dengan kondisi tubuh yang kelelahan.  


Ketika Naruto terbangun, Hinata sudah duduk di sampingnya dengan wajah khawatir. "Naruto-kun, kau harus lebih menjaga dirimu. Latihan terus-menerus tanpa istirahat akan membuatmu sakit."  


Naruto tersenyum lemah. "Aku baik-baik saja, Hinata. Aku hanya ingin menjadi lebih kuat agar bisa melindungi semua orang."  


"Tapi apa gunanya menjadi kuat kalau kau malah menghancurkan tubuhmu sendiri?" jawab Hinata dengan nada serius yang jarang ia gunakan.  


Naruto tidak punya jawaban. Ia tahu Hinata benar, tetapi ia merasa sulit untuk berhenti berlatih.  


---


**Usulan Pernikahan**  


Beberapa hari kemudian, Hinata kembali mengunjungi Naruto yang masih dalam pemulihan. Kali ini, ia membawa makanan yang dimasaknya sendiri, memastikan Naruto mendapatkan nutrisi yang cukup.  


"Naruto-kun," kata Hinata sambil meletakkan mangkuk sup di meja. "Aku punya usul... tapi mungkin terdengar aneh."  


Naruto menatapnya dengan penasaran. "Apa itu, Hinata?"  


Hinata menggigit bibirnya, gugup, tetapi ia memaksakan diri untuk berbicara. "Aku berpikir... mungkin kita sebaiknya menikah."  


Naruto terdiam, terkejut dengan usulan tersebut. "Menikah? Kenapa tiba-tiba?"  


Hinata mengalihkan pandangannya, wajahnya memerah. "Karena... aku ingin memastikan kau menjaga dirimu. Di dunia nyata, aku selalu memastikan kau makan dengan baik dan tidak terlalu memaksakan diri. Kalau kita menikah di sini, aku bisa melakukannya lagi."  


Naruto terdiam beberapa saat, memikirkan usulan tersebut. Ia tahu Hinata benar-benar peduli padanya, dan ia sendiri merasa rindu dengan kedekatan mereka di dunia nyata. Akhirnya, ia tersenyum dan mengangguk.  


"Kalau itu artinya aku bisa makan enak setiap hari, aku setuju," jawabnya bercanda, membuat Hinata tertawa kecil meskipun wajahnya masih memerah.  


---


**Sasuke Berkonsultasi dengan Naruto**  


Tidak lama setelah Naruto sembuh, Sasuke mendatanginya dengan wajah serius. Naruto yang sudah mulai sehat kembali menyambutnya dengan senyum lebar.  


"Ada apa, Sasuke? Kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat," kata Naruto.  


Sasuke duduk di samping Naruto, menatap ke arah langit. "Naruto, aku ingin meminta pendapatmu. Aku berpikir untuk meninggalkan desa."  


Naruto terkejut mendengar pernyataan itu. "Kenapa? Kau tahu aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja."  


Sasuke menghela napas. "Aku ingin memanfaatkan kekuatan Orochimaru untuk melawan Itachi. Tapi aku tidak berniat menyerahkan tubuhku padanya. Aku hanya membutuhkan kekuatan tambahan. Setelah itu, aku ingin kita berdua mengalahkan Orochimaru bersama."  


Naruto terdiam, mencoba mencerna kata-kata Sasuke. Dalam cerita asli, ia tahu Sasuke benar-benar pergi dan akhirnya terjerat oleh Orochimaru. Tetapi kali ini, ia melihat ada niat yang berbeda. Sasuke tidak ingin benar-benar mengkhianati desa, hanya menggunakan Orochimaru sebagai batu loncatan.  


"Apa kau yakin ini satu-satunya cara?" tanya Naruto akhirnya.  


Sasuke mengangguk. "Aku sudah memikirkannya matang-matang. Tapi aku ingin tahu pendapatmu sebelum aku melakukannya."  


Naruto menatap Sasuke dengan serius. "Kalau kau yakin ini yang terbaik, aku akan mendukungmu. Tapi ingat, Sasuke, aku tidak akan membiarkan Orochimaru menyentuhmu. Kalau dia mencoba sesuatu, aku akan menghancurkannya."  


Sasuke tersenyum tipis, merasa lega mendengar dukungan Naruto. "Aku tahu aku bisa mengandalkanmu."  


---


**Persiapan Baru**  


Setelah percakapan dengan Sasuke, Naruto dan Hinata mulai mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Mereka tahu bahwa keputusan Sasuke akan membawa dampak besar, baik bagi dirinya maupun desa.  


"Naruto-kun," kata Hinata suatu malam, "apa kau benar-benar yakin ini keputusan yang tepat?"  


Naruto mengangguk. "Aku percaya pada Sasuke. Tapi aku juga tahu bahwa kita harus bersiap. Kalau sesuatu terjadi, kita harus bisa melindunginya."  


Hinata menghela napas, merasa khawatir tetapi juga percaya pada Naruto. Mereka tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi mereka siap menghadapi apa pun yang akan datang.  


Dengan kekuatan yang terus berkembang dan hubungan yang semakin erat, Naruto dan Hinata bersumpah untuk menjaga Konoha dan orang-orang yang mereka sayangi, apa pun yang terjadi.  



**Bab 12: Harapan dalam Kegelapan**  


Naruto mulai memikirkan strategi besar untuk mengubah jalannya cerita. Dalam hatinya, ia selalu merasa kagum sekaligus prihatin terhadap sosok **Itachi Uchiha**, seorang pria yang memikul beban besar demi melindungi desa, namun tetap dianggap pengkhianat.  


"Kalau aku bisa mendekati Itachi, mungkin aku bisa membawanya keluar dari Akatsuki," pikir Naruto. "Dia tidak seperti yang dipikirkan orang. Dia hanya seorang kakak yang ingin melindungi adiknya dan desa."  


Hinata, yang mendengarkan ide itu, terkejut. "Naruto-kun, apa kau yakin bisa melakukannya? Akatsuki adalah organisasi yang sangat berbahaya."  


Naruto tersenyum kecil. "Aku tahu itu berbahaya, Hinata. Tapi aku tidak bisa membiarkan orang seperti Itachi terus berada di sisi yang salah. Jika kita bisa meyakinkannya, dia bisa menjadi sekutu yang kuat melawan Akatsuki."  


---


**Mencari Informasi Tentang Itachi**  


Naruto mulai mencari informasi tentang keberadaan Itachi. Ia memanfaatkan jaringan Jiraiya, yang dikenal memiliki informasi tentang pergerakan Akatsuki, untuk menemukan jejak Itachi.  


"Jiraiya-sensei, aku butuh bantuanmu," kata Naruto suatu malam.  


Jiraiya menatapnya dengan serius. "Apa yang kau rencanakan kali ini, Naruto? Aku tahu raut wajah itu. Kau pasti sedang memikirkan sesuatu yang besar."  


Naruto mengangguk. "Aku ingin bertemu dengan Itachi Uchiha."  


Jiraiya terkejut. "Apa? Kau tahu dia anggota Akatsuki, bukan? Dia adalah salah satu shinobi paling berbahaya di dunia."  


"Tapi aku juga tahu siapa dia sebenarnya," jawab Naruto tegas. "Aku ingin memberinya pilihan untuk melawan Akatsuki, bukan menjadi bagian dari mereka."  


Jiraiya terdiam sejenak, lalu akhirnya mengangguk. "Baiklah. Tapi ingat, Naruto, ini sangat berbahaya. Kau harus siap menghadapi apa pun."  


---


**Pertemuan dengan Itachi**  


Dengan bantuan Jiraiya, Naruto berhasil menemukan lokasi di mana Itachi sedang menjalankan salah satu misi Akatsuki. Naruto, Hinata, dan Jiraiya memutuskan untuk menghadapinya secara langsung.  


Mereka menemui Itachi di sebuah hutan terpencil, di mana ia sedang beristirahat. Naruto melangkah maju, tatapannya penuh determinasi.  


"Itachi Uchiha," panggil Naruto, membuat pria itu menoleh.  


Itachi menatap Naruto dengan mata Sharingan-nya yang tajam. "Naruto Uzumaki. Aku tidak menyangka kau akan mencariku."  


Naruto menelan ludah, tetapi ia tidak mundur. "Aku ingin berbicara denganmu, Itachi. Aku tahu siapa kau sebenarnya. Aku tahu alasanmu meninggalkan Konoha."  


Itachi terdiam, sedikit terkejut mendengar kata-kata itu. "Apa maksudmu?"  


"Aku tahu kau tidak benar-benar mengkhianati desa. Kau melakukannya untuk melindungi Konoha dan Sasuke," kata Naruto. "Aku tidak akan membiarkanmu terus menderita sendirian. Kau tidak harus menjadi bagian dari Akatsuki. Kau bisa memilih jalan lain."  


Itachi memperhatikan Naruto dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Kau tahu terlalu banyak, Naruto. Dari mana kau mendapatkan informasi ini?"  


Naruto tersenyum kecil. "Itu tidak penting. Yang penting adalah kau punya pilihan. Kau tidak harus melawan Sasuke. Kau bisa melawan Akatsuki bersama kami."  


Itachi menatap Naruto dalam-dalam, mencoba mencari tahu kebenaran di balik kata-katanya. Setelah beberapa saat, ia berbicara.  


"Naruto, kau tidak tahu apa yang kau hadapi. Akatsuki bukanlah organisasi yang bisa dilawan dengan mudah. Tapi aku menghargai keberanianmu," kata Itachi. "Namun, aku tidak bisa meninggalkan peranku sekarang. Masih ada sesuatu yang harus kuselesaikan."  


---


**Naruto Tidak Menyerah**  


Meskipun Itachi menolak tawarannya, Naruto tidak menyerah. Ia terus berbicara, mencoba meyakinkan Itachi bahwa ia tidak harus melakukannya sendiri.  


"Kami semua ingin membantu," kata Naruto. "Aku, Hinata, bahkan Sasuke. Kami bisa melawan Akatsuki bersama-sama."  


Saat nama Sasuke disebut, Itachi tampak sedikit terpengaruh. "Sasuke... Dia adalah alasan aku tetap di sini. Jika aku meninggalkan peran ini sekarang, nyawanya akan berada dalam bahaya."  


Naruto menatap Itachi dengan penuh tekad. "Kalau begitu, biarkan aku melindunginya. Aku berjanji, aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padanya."  


Itachi terdiam lama, kemudian tersenyum tipis. "Kau benar-benar berbeda dari yang kudengar, Naruto Uzumaki. Aku akan memikirkan tawaranmu. Tapi untuk sekarang, jangan mencariku lagi."  


---


**Kesimpulan Sementara**  


Naruto, Hinata, dan Jiraiya meninggalkan pertemuan itu dengan campuran perasaan lega dan frustrasi. Naruto tahu bahwa ia telah menanam benih keraguan di hati Itachi, tetapi perjalanan untuk menjadikannya sekutu masih panjang.  


"Kau melakukannya dengan baik, Naruto," kata Jiraiya. "Itachi adalah pria yang sangat sulit didekati. Fakta bahwa dia bahkan mempertimbangkan tawaranmu adalah kemenangan kecil."  


Naruto mengangguk, meskipun ia tahu bahwa tugasnya belum selesai. Ia bertekad untuk terus mencoba, karena ia percaya bahwa Itachi adalah kunci untuk menghancurkan Akatsuki dari dalam.  


---


**Sasuke dan Rencana Besar**  


Sementara itu, Sasuke kembali berbicara dengan Naruto tentang rencananya untuk meninggalkan desa. Setelah mendengar bahwa Naruto telah bertemu dengan Itachi, Sasuke menjadi semakin yakin untuk mengikuti rencananya.  


"Kalau kau bisa berbicara dengan Itachi, maka aku bisa mendapatkan kekuatan yang cukup untuk menghadapinya," kata Sasuke.  


Naruto menatap Sasuke dengan serius. "Ingat, Sasuke, kau tidak sendiri. Jika kau memilih jalan ini, aku akan selalu ada untuk membantumu."  


Sasuke tersenyum tipis. "Aku tahu, Naruto. Tapi ini adalah sesuatu yang harus kulakukan sendiri. Aku hanya ingin kau percaya padaku."  


Naruto mengangguk, meskipun hatinya berat. Ia tahu bahwa Sasuke sedang mengambil risiko besar, tetapi ia percaya pada sahabatnya.  


Di sisi lain, Naruto terus memikirkan Itachi dan Akatsuki. Dengan kekuatan dan pengetahuan yang dimilikinya, ia bertekad untuk mengubah jalannya cerita dan membawa dunia ini menuju kedamaian, apa pun yang terjadi.  


**Bab 13: Pertarungan yang Tak Terhindarkan**  


Desa Konoha gempar ketika kabar tentang Sasuke Uchiha meninggalkan desa menyebar. Tim penyelamat segera dibentuk, terdiri dari Naruto, Shikamaru, Kiba, Neji, dan Choji, dengan Hinata yang diam-diam ingin membantu dari jauh.  


Naruto tahu bahwa ini adalah momen krusial. Ia sudah berbicara dengan Sasuke sebelumnya, tetapi keputusan itu tetap membawa Sasuke pada jalan yang berbahaya. Di dalam hatinya, Naruto merasa bersalah membiarkan ini terjadi, tetapi ia percaya pada rencana mereka.  


---


**Pertemuan Sasuke dan Naruto**  


Di Lembah Akhir, tempat yang sama dalam cerita aslinya, Naruto akhirnya mengejar Sasuke. Hujan deras mengguyur, menambah intensitas pertemuan mereka. Sasuke berdiri di ujung patung Madara, menatap Naruto dengan tatapan penuh tekad.  


"Naruto, aku sudah memutuskan. Jangan mencoba menghentikanku," kata Sasuke.  


Naruto menghela napas. "Aku tahu. Tapi aku juga tidak akan membiarkanmu pergi tanpa melawan."  


Sasuke mengerutkan alisnya. "Kau benar-benar keras kepala. Kalau begitu, tunjukkan padaku kekuatanmu, Naruto. Aku ingin Orochimaru tahu bahwa aku serius meninggalkan desa."  


Naruto menyadari maksud Sasuke. Pertarungan ini bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk memastikan Orochimaru percaya pada niat Sasuke. Namun, Naruto memutuskan untuk tidak menahan diri.  


---


**Pertarungan di Lembah Akhir**  


Pertarungan antara Naruto dan Sasuke berlangsung sengit. Naruto menggunakan kekuatan **Kyuubi** yang telah ia latih, sementara Sasuke mengeluarkan semua teknik Sharingan yang dikuasainya.  


Naruto melompat ke udara, membentuk Rasengan di tangannya. "Sasuke, aku tidak akan menyerah padamu!"  


Sasuke membalas dengan **Chidori**, berlari ke arah Naruto. "Kita lihat siapa yang lebih kuat sekarang!"  


Saat dua jurus itu bertabrakan, ledakan besar mengguncang lembah. Air terjun yang deras memercik ke mana-mana, membuat kedua shinobi terpental ke belakang.  


Namun, meskipun Sasuke telah memberikan yang terbaik, Naruto jelas lebih unggul. Dengan pengalaman dan latihan intensifnya, ia berhasil mengalahkan Sasuke dalam pertarungan ini.  


Naruto berdiri di atas tubuh Sasuke yang terjatuh, menatap sahabatnya dengan campuran rasa bangga dan sedih.  


"Kau kalah, Sasuke," kata Naruto dengan nada lembut.  


Sasuke tersenyum kecil meskipun wajahnya penuh luka. "Kau memang lebih kuat, Naruto. Tapi aku tidak akan berhenti di sini. Suatu saat, aku akan mengalahkanmu."  


---


**Naruto Pura-Pura Kalah**  


Naruto tahu bahwa jika ia membawa Sasuke kembali sekarang, rencana mereka untuk menghancurkan Orochimaru dari dalam akan gagal. Ia membuat keputusan sulit untuk berpura-pura kalah.  


Saat Sasuke perlahan bangkit, Naruto membiarkan dirinya terjatuh ke tanah, berpura-pura kehilangan kesadaran. Sasuke menatapnya sejenak, lalu berbisik, "Terima kasih, Naruto. Aku akan membuat ini berarti."  


Sasuke pergi meninggalkan Naruto, menuju Orochimaru.  


---


**Tim Penyelamat Tiba**  


Beberapa saat kemudian, anggota tim penyelamat tiba di lokasi. Mereka menemukan Naruto tergeletak, terluka parah, tetapi masih hidup.  


Shikamaru menggelengkan kepala. "Naruto, kau benar-benar nekat. Tapi setidaknya kau masih hidup."  


Naruto tersenyum lemah. "Maaf, Sasuke berhasil lolos."  


Meskipun kecewa, tim penyelamat membawa Naruto kembali ke desa untuk mendapatkan perawatan. Hinata, yang mengetahui keadaan Naruto, berlari ke rumah sakit untuk memastikan ia baik-baik saja.  


---


**Sasuke dan Janjinya pada Naruto**  


Di sisi lain, Sasuke akhirnya tiba di markas Orochimaru. Orochimaru menyambutnya dengan senyum penuh tipu muslihat.  


"Jadi, kau benar-benar meninggalkan Konoha, Sasuke?" tanya Orochimaru.  


Sasuke mengangguk. "Aku sudah membuat keputusan. Aku akan menjadi lebih kuat di bawah bimbinganmu."  


Namun, di dalam hatinya, Sasuke mengingat pertarungan dengan Naruto. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa suatu hari nanti, ia akan mengalahkan Naruto, bukan untuk balas dendam, tetapi untuk membuktikan bahwa ia layak menjadi seorang Uchiha sejati.  


---


**Naruto dan Hinata Berdiskusi**  


Kembali di Konoha, Naruto dan Hinata mendiskusikan kejadian itu di rumah sakit.  


"Naruto-kun, kau tahu ini sangat berbahaya, kan?" tanya Hinata dengan nada khawatir.  


Naruto mengangguk. "Aku tahu, Hinata. Tapi aku percaya pada Sasuke. Dia tidak akan menyerahkan dirinya begitu saja pada Orochimaru. Dia punya rencana."  


Hinata menggenggam tangan Naruto. "Kau harus berhati-hati. Aku tidak ingin kehilanganmu."  


Naruto tersenyum, menenangkan Hinata. "Jangan khawatir, ay... eh, Hinata. Aku tidak akan pergi ke mana-mana."  


Hinata tersipu mendengar Naruto hampir memanggilnya dengan panggilan sayang dari dunia nyata, tetapi ia juga merasa lega bahwa Naruto masih optimis.  


---


**Langkah Selanjutnya**  


Naruto menyadari bahwa waktunya semakin singkat. Akatsuki mulai bergerak, dan ia harus lebih kuat untuk menghadapi ancaman yang semakin besar. Dengan tekad baru, ia memutuskan untuk melanjutkan latihannya dengan Jiraiya.  


Namun, di dalam hatinya, Naruto tahu bahwa pertarungannya dengan Sasuke hanyalah awal dari perjalanan panjang mereka. Ia harus percaya bahwa rencana mereka akan berhasil, dan suatu hari nanti, mereka akan melawan musuh bersama, bukan sebagai lawan, tetapi sebagai sahabat sejati.  


**Bab 14: Dunia yang Berubah**  


Dengan Sasuke yang telah meninggalkan desa, Naruto mulai merasakan dampak dari perubahan yang ia bawa ke dunia ini. Banyak peristiwa yang berjalan berbeda dari cerita asli karena pilihan dan tindakan yang ia lakukan bersama Hinata. Naruto kini menjadi figur yang dihormati di Konoha, bukan hanya karena kekuatannya, tetapi juga karena sikapnya yang cerdas dan strategis.  


Namun, Naruto tahu bahwa perubahan ini membawa konsekuensi. Akatsuki mulai bergerak lebih cepat untuk mengumpulkan Jinchūriki, dan beberapa ancaman besar yang seharusnya muncul nanti mulai memperlihatkan diri lebih awal.  


---


### **Akatsuki Bergerak Lebih Cepat**  


Kabarnya, **Deidara** dan **Sasori** telah bergerak untuk menangkap Jinchūriki Ekor Satu, **Gaara**, yang kini telah menjadi Kazekage. Berita ini membuat Naruto marah sekaligus khawatir.  


"Kita harus membantu Gaara," kata Naruto dengan tegas dalam pertemuan darurat di Konoha.  


Tsunade, yang kini menjadi Hokage, mengangguk setuju. "Aku akan mengirim Tim 7 bersama Tim Guy. Ini adalah misi tingkat tinggi, jadi berhati-hatilah."  


Hinata, yang baru saja pulang dari latihan intensif dengan Neji, mendengar kabar ini dan memutuskan untuk meminta izin untuk ikut.  


"Tsunade-sama, izinkan aku bergabung. Aku tidak bisa membiarkan Naruto pergi tanpa dukungan," kata Hinata tegas.  


Tsunade menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Baik, Hinata. Tapi kau harus mengikuti perintah pemimpin tim."  


---


### **Misi Menyelamatkan Gaara**  


Naruto, Sakura, Kakashi, Hinata, dan Tim Guy bergerak menuju Desa Suna. Di sepanjang perjalanan, Naruto terlihat lebih tenang dan fokus, tidak seperti dirinya yang asli di cerita awal. Ia memanfaatkan pengetahuannya tentang kekuatan Deidara dan Sasori untuk mempersiapkan strategi.  


"Deidara akan menggunakan teknik ledakannya untuk mengalihkan perhatian kita," kata Naruto. "Tapi kelemahan terbesarnya adalah ketika dia terlalu percaya diri. Kita harus memancing dia untuk lengah."  


"Dan Sasori?" tanya Kakashi.  


"Sasori jauh lebih berbahaya. Tapi jika kita bisa menghancurkan wadah tempat jiwanya berada, kita bisa mengalahkannya," jawab Naruto.  


Hinata memperhatikan Naruto dengan kagum. Ia tahu bahwa Naruto telah berubah begitu banyak, menjadi jauh lebih cerdas dan taktis. Namun, ia juga merasa khawatir bahwa Naruto terlalu banyak memikul beban.  


---


### **Pertempuran di Suna**  


Ketika mereka tiba di Suna, Gaara telah diculik oleh Deidara dan Sasori. Tim 7 dan Tim Guy segera mengejar mereka ke markas Akatsuki.  


**Naruto vs. Deidara**  

Naruto menghadapi Deidara dengan kombinasi Rasengan dan strateginya yang matang. Ia memanfaatkan kecepatan dan pengalamannya untuk membuat Deidara tidak punya waktu merencanakan serangan besar.  


"Naruto, kau benar-benar berbeda dari yang kudengar," kata Deidara sambil tersenyum.  


Naruto hanya tersenyum kecil. "Dan kau tidak tahu siapa yang kau hadapi."  


Dengan bantuan Hinata yang menggunakan Byakugan untuk melacak gerakan Deidara, Naruto berhasil melumpuhkan musuhnya tanpa membiarkan bom terakhirnya meledak.  


**Sakura dan Chiyo vs. Sasori**  

Sementara itu, Sakura dan nenek Chiyo berhasil mengalahkan Sasori dengan bantuan informasi yang diberikan oleh Naruto sebelumnya. Sakura, yang lebih percaya diri karena pelatihan intensifnya dengan Tsunade, menunjukkan kekuatan yang jauh lebih hebat daripada cerita aslinya.  


---


### **Gaara Selamat**  


Berbeda dari cerita aslinya, Naruto berhasil menyelamatkan Gaara sebelum ia kehilangan Shukaku, Bijuu Ekor Satu. Meskipun Akatsuki berhasil melarikan diri, mereka gagal mengambil Jinchūriki.  


Gaara, yang terbangun setelah diselamatkan, menatap Naruto dengan penuh rasa terima kasih. "Naruto, kau benar-benar orang yang luar biasa. Aku berutang nyawa padamu."  


Naruto menepuk bahunya. "Kau tidak perlu berterima kasih, Gaara. Kita semua teman di sini."  


---


### **Hinata dan Perasaan Cemburu**  


Dalam perjalanan pulang ke Konoha, Hinata mulai merasa gelisah. Ia melihat banyak gadis di Suna yang terpesona oleh keberanian dan kekuatan Naruto.  


"Naruto-kun, aku akan benar-benar marah kalau kau terlalu ramah dengan gadis lain," kata Hinata saat mereka duduk berdua di dekat api unggun.  


Naruto tertawa kecil. "Hinata, kau tahu aku hanya peduli padamu, kan?"  


Hinata tersipu, tetapi ia tetap memperhatikan Naruto dengan tajam. "Tetap saja, kau harus hati-hati."  


---


### **Naruto dan Hinata Berdiskusi tentang Dunia Nyata**  


Di tengah perjalanan, Naruto dan Hinata kembali berbicara tentang dunia nyata. Mereka mulai mengingat momen sebelum terjebak di dunia ini, tentang bagaimana mereka berdua bercanda bahwa jika ada yang menjadi Naruto, pasti Galih, sementara Feni cocok menjadi Hinata.  


"Aku masih tidak percaya kita benar-benar ada di sini," kata Hinata.  


Naruto mengangguk. "Tapi aku mulai merasa bahwa ini adalah rumah kita sekarang. Dan jika ada cara untuk kembali, aku tidak yakin ingin meninggalkan tempat ini."  


Hinata terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku hanya ingin bersamamu, Naruto-kun. Di mana pun itu."  


Naruto tersenyum hangat. "Kalau begitu, kita akan menghadapi apa pun bersama-sama."  


---


### **Dampak pada Dunia**  


Setelah misi penyelamatan Gaara, nama Naruto semakin populer, tidak hanya di Konoha tetapi juga di seluruh dunia ninja. Bahkan Akatsuki mulai menganggap Naruto sebagai ancaman besar.  


Di sisi lain, Sasuke, yang kini berada di bawah Orochimaru, mendengar kabar tentang kemenangan Naruto melawan Deidara. Ia tersenyum kecil, merasa bangga pada sahabatnya, tetapi juga semakin bertekad untuk menjadi lebih kuat.  


"Naruto... tunggu aku. Aku akan kembali lebih kuat," pikir Sasuke.  


Namun, di dalam markas Akatsuki, para pemimpin mulai menyusun rencana baru. Mereka tahu bahwa Naruto Uzumaki bukan lagi sekadar bocah sembarangan.  


"Kita harus bergerak lebih cepat," kata Pain, pemimpin Akatsuki. "Naruto Uzumaki adalah ancaman terbesar bagi tujuan kita."  


Naruto dan Hinata tahu bahwa dunia ini tidak akan berhenti menantang mereka. Tetapi mereka juga tahu bahwa selama mereka bersama, tidak ada yang tidak bisa mereka hadapi.  


**Bab 15: Mengubah Takdir**  


Dengan semua peristiwa yang telah mereka ubah, Naruto dan Hinata merasa semakin terikat dengan dunia ini, tetapi juga merasa ada tanggung jawab besar untuk menyelesaikan semuanya. Setelah misi penyelamatan Gaara, mereka sadar bahwa mereka memiliki kesempatan untuk mengubah nasib banyak orang, bahkan yang tampaknya tak bisa diubah—termasuk nasib **Sasuke** dan **Itachi**.


---


### **Naruto dan Sasuke, Sahabat Sejati**  


Naruto telah menyadari bahwa jika ia ingin mengubah masa depan, ia harus terlebih dahulu menyembuhkan luka batin Sasuke. Berbeda dengan cerita aslinya, Sasuke kini telah menjadi sahabat Naruto. Meskipun ia masih berusaha untuk menjadi lebih kuat, Naruto tahu bahwa persahabatan mereka adalah kunci untuk mencegahnya jatuh lebih dalam ke dalam kegelapan.  


Suatu malam, saat mereka berdua duduk bersama di luar desa Konoha, Naruto memutuskan untuk membuka pembicaraan dengan Sasuke.  


"Sasuke, aku tahu kau ingin kekuatan. Tapi, bukankah ada hal yang lebih penting dari itu?" tanya Naruto, menatap sahabatnya dengan serius.  


Sasuke menatap Naruto sejenak, lalu tersenyum tipis. "Apa maksudmu?"  


"Hubungan keluarga," jawab Naruto dengan mantap. "Aku tahu kau ingin membalas dendam pada Itachi. Tapi aku juga tahu bahwa kau ingin dia menjadi kakakmu lagi. Aku ingin kau berdua mendapatkan kebahagiaan itu."  


Sasuke terdiam. Ia tidak pernah berpikir tentang itu—tentang kebahagiaan bersama kakaknya, bukan hanya rasa dendam. "Itachi... aku memang selalu ingin membunuhnya. Tapi sekarang... aku tidak tahu lagi."  


Naruto mengangguk. "Kau berhak mendapatkan kesempatan itu, Sasuke. Sebelum semuanya terlambat."  


---


### **Itachi, Kakak yang Tersayang**  


Naruto tahu bahwa dia harus mempertemukan Sasuke dengan Itachi lebih awal untuk mengubah takdir mereka. Dengan bantuan Jiraiya dan beberapa informasi yang didapatkan dari berbagai sumber, Naruto menemukan cara untuk mendekati **Itachi Uchiha** sebelum kematian tragisnya.


Dengan bantuan Sasuke yang kini lebih terbuka pada Naruto, mereka akhirnya berhasil menemui Itachi. 


Itachi, meskipun tetap misterius dan penuh rahasia, kali ini membuka hatinya sedikit lebih lebar. Mereka berbicara berdua, dengan Sasuke yang bingung tetapi sedikit merasa lega dapat berbicara dengan kakaknya tanpa kebencian di hatinya.


"Saudaraku," kata Itachi dengan nada lembut. "Aku tidak tahu apakah aku layak untukmu, Sasuke. Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu, meskipun itu terlambat."  


Sasuke yang masih bingung, terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Aku juga ingin kita bisa menjadi keluarga, seperti dulu."  


Naruto yang menyaksikan percakapan itu, merasa lega. Ia tahu bahwa ini adalah langkah yang sangat penting dalam mengubah takdir mereka. Setelah beberapa waktu bersama, mereka semua akhirnya menjalani momen kebersamaan yang lebih hangat, jauh dari kemarahan dan kebencian yang dulu ada.


Namun, meskipun kebahagiaan ini ada, takdir berkata lain. Beberapa bulan setelah mereka mulai membangun kembali hubungan mereka, **Itachi** akhirnya jatuh sakit. Penyakit yang selama ini tersembunyi di balik kekuatannya kini mulai merenggutnya.  


Pada akhirnya, Itachi meninggal dengan damai, di samping adiknya yang kini sudah bisa melepaskan rasa benci dalam hatinya. Sasuke menatap kakaknya untuk terakhir kalinya, sambil berbisik, "Terima kasih, Itachi. Aku akan hidup dengan baik."  


Naruto, yang menyaksikan seluruh peristiwa itu, merasa bangga karena ia bisa mengubah sedikit dari takdir buruk yang seharusnya menimpa mereka berdua.


---


### **Misi Penyelamatan Killer Bee**  


Tak lama setelah kejadian itu, berita tentang **Killer Bee**, Jinchūriki Ekor Delapan, yang diculik oleh **Akatsuki**, sampai ke telinga Naruto dan timnya. Tsunade memberikan perintah untuk segera bertindak.


"Kita tidak bisa membiarkan Akatsuki mendapatkan Jinchūriki lagi," kata Tsunade dengan serius. "Naruto, Hinata, kalian berdua pergi bersama tim untuk menyelamatkan Killer Bee."  


Naruto dan Hinata, bersama dengan **Aoba**, **Yamato**, dan **Killer Bee**, melakukan perjalanan ke **Iwagakure**. Selama perjalanan, Naruto tidak hanya memfokuskan dirinya pada misi, tetapi juga memikirkan masa depan, terutama hubungannya dengan Hinata.  


Di medan pertempuran, mereka berhasil mengalahkan **Tobi** dan **Zetsu** yang sedang menculik Killer Bee. Naruto, dengan kekuatan Rasengan dan bantuan **Kyuubi**, berhasil melindungi Bee dan menghancurkan sebagian besar pasukan Akatsuki yang mengejarnya.  


Setelah misi penyelamatan berhasil, Naruto dan Hinata kembali ke Konoha dengan kemenangan besar. Mereka dihormati oleh seluruh desa, dan orang-orang mulai bertanya-tanya tentang hubungan mereka yang semakin terlihat erat.  


---


### **Shikamaru Menyadari Hubungan Mereka**  


Shikamaru, yang sejak awal sudah memperhatikan perubahan dalam diri Naruto dan Hinata, mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda. Ia tahu bahwa mereka tidak mengungkapkan hubungan mereka secara terbuka, tetapi ia bisa melihat bagaimana mereka saling mendukung dan bekerja sama.  


Suatu hari, setelah misi selesai, Shikamaru mendekati Naruto dan Hinata.  


"Jadi, kapan kalian berdua akan mengakui semuanya?" tanya Shikamaru dengan nada santai, meskipun matanya tajam dan penuh rasa penasaran. "Aku sudah tahu, dan aku rasa kalian juga sudah cukup lama saling melengkapi."  


Naruto tersenyum canggung, sedangkan Hinata hanya menunduk malu. "Kami..." Naruto ragu sejenak, tetapi akhirnya menjawab, "Kami memang sudah merencanakan untuk menikah setelah kita mengalahkan Pain."  


Shikamaru tersenyum tipis. "Baiklah, jika itu yang kalian inginkan. Aku mendukung kalian."  


---


### **Rencana Menikah**  


Setelah misi penyelamatan Killer Bee, Naruto dan Hinata mulai memikirkan masa depan mereka. Mereka tahu bahwa perjuangan mereka belum selesai, karena ancaman Pain dan Akatsuki masih mengintai. Namun, mereka berdua sepakat bahwa setelah semuanya selesai, mereka akan menikah.  


"Setelah kita mengalahkan Pain, kita akan melanjutkan hidup kita bersama," kata Naruto dengan penuh keyakinan. "Aku ingin melindungimu, Hinata, seperti yang sudah aku janjikan."  


Hinata tersenyum lebar, meskipun wajahnya sedikit merah. "Aku juga ingin itu, Naruto-kun."  


Naruto dan Hinata tahu bahwa mereka masih memiliki banyak rintangan untuk dihadapi. Namun, mereka juga tahu bahwa bersama-sama, mereka akan bisa mengatasi semuanya. Mereka bukan hanya sekedar pasangan, tapi sahabat sejati yang saling mendukung dalam setiap langkah.  


Dan di tengah badai yang datang, mereka tahu bahwa cinta mereka akan menjadi kekuatan yang tak terkalahkan.


**Bab 16: Menghadapi Orochimaru dan Kemenangan Terakhir**


Setelah melalui serangkaian pertempuran dan misi berbahaya, Naruto dan Sasuke akhirnya mencapai titik di mana mereka merasa cukup kuat untuk mengakhiri ancaman besar yang telah menghantui mereka selama ini—**Orochimaru**. Berkat latihannya yang intens, kemampuan **Rasengan** yang telah mencapai level baru, dan bantuan dari kekuatan **Kyuubi** yang lebih terkontrol, Naruto sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Begitu pula dengan Sasuke, yang meskipun sempat dilatih oleh Orochimaru, kini menggunakan kekuatan yang diwariskan oleh kakaknya, **Itachi**, untuk menanggalkan kebencian yang selama ini membelenggunya.


---


### **Persiapan untuk Menghadapi Orochimaru**


Naruto dan Sasuke berdiri di puncak sebuah bukit, memandang ke arah markas **Orochimaru** yang tersembunyi. 


"Sasuke," kata Naruto dengan penuh tekad. "Ini saatnya kita akhiri semua ini. Aku tahu kamu masih punya dendam terhadapnya, tapi kita harus menghentikan pengaruh jahatnya, tidak hanya untuk dirimu, tapi untuk semua orang."


Sasuke menatap Naruto, sedikit ragu namun kemudian mengangguk. "Aku tahu. Itachi sudah pergi, dan aku tidak akan membiarkan Orochimaru menghancurkan lebih banyak kehidupan."  


Mereka berdua lalu menyusun rencana untuk menyerbu markas Orochimaru. Dengan kekuatan yang mereka miliki sekarang, mereka yakin bisa menghadapinya, meskipun mereka tahu akan ada risiko besar.


---


### **Perang Melawan Orochimaru**


Naruto dan Sasuke masuk ke markas Orochimaru dengan cepat, menghadapi pasukan dan perangkap yang sudah dirancang untuk menghalangi siapa pun yang datang. Tapi dengan sinergi mereka yang sempurna, terutama berkat perubahan yang telah mereka alami, mereka berhasil melewati setiap rintangan.


Akhirnya, mereka berhadapan dengan Orochimaru di ruang tengah markasnya yang gelap, dipenuhi dengan jubah hitam yang menandakan kejahatan yang telah lama merasuki tempat itu.


"Orochimaru!" teriak Naruto, suaranya penuh amarah dan kebencian. "Ini akhir dari perjalananmu!"


Orochimaru hanya tertawa jahat. "Oh? Kalian pikir kalian bisa mengalahkanku begitu saja?"  


Namun, sebelum Orochimaru sempat melanjutkan, Sasuke melangkah maju, melepaskan **Chidori** yang sangat kuat, didukung oleh kekuatan **Amaterasu** yang diwariskan oleh Itachi. Naruto, tidak mau ketinggalan, melancarkan serangan **Rasengan** yang lebih besar dan lebih terkontrol dari sebelumnya. Gabungan serangan itu begitu kuat sehingga Orochimaru terhantam keras dan terpojok.


Akhirnya, dengan satu serangan gabungan, mereka berhasil mengalahkan Orochimaru. Kekuatan jahatnya yang telah mengendalikan banyak orang akhirnya hilang, dan Sasuke merasa beban besar di hatinya terangkat.


---


### **Menghadapi Pain dan Melindungi Desa**


Setelah Orochimaru berhasil ditangani, Naruto dan Sasuke kembali ke desa untuk mempersiapkan pertempuran besar berikutnya: melawan **Pain**. Dengan perubahan yang mereka buat terhadap jalannya cerita, mereka tahu bahwa saat invasi Pain dimulai, mereka harus siap.


Mereka melakukan persiapan dengan matang, memperkuat pertahanan desa dan meningkatkan koordinasi antar ninja. **Tsunade** memimpin, dan Naruto serta Sasuke berdiri di barisan depan, siap untuk melindungi desa mereka dari ancaman yang lebih besar.


Saat **Pain** dan pasukannya akhirnya datang, Naruto dan Sasuke bertarung habis-habisan, mengalahkan masing-masing **Pain** yang terpisah dengan menggunakan gabungan kekuatan mereka. Dengan teknik Rasengan yang lebih kuat dan jurus Sasuke yang jauh lebih sempurna berkat warisan dari Itachi, mereka berhasil menghentikan Pain sebelum ia sempat menghancurkan desa.


Setelah pertempuran berakhir, Pain yang sebenarnya, **Nagato**, akhirnya mengungkapkan niatnya yang sebenarnya dan mengakui bahwa Naruto adalah sosok yang dapat membawa perubahan. Naruto berbicara tentang perdamaian dan harapan, menunjukkan kepada Nagato bahwa kekuatan sejati terletak pada ikatan antara orang-orang, bukan pada kekuatan destruktif.


---


### **Kembali ke Desa dan Sambutan Sakura**


Setelah pertempuran selesai dan Pain berhasil dihadapi, Naruto dan Sasuke pulang ke desa, disambut dengan tepuk tangan dan sorak-sorai dari seluruh penduduk Konoha. Namun, ada seseorang yang menunggu lebih dari sekadar sambutan—**Sakura**.


"Sasuke..." Sakura berlari ke arahnya, matanya dipenuhi air mata. "Kau... kau kembali!"


Sasuke yang awalnya canggung dengan kehadiran Sakura, akhirnya tersenyum tipis. "Aku tidak akan pergi lagi, Sakura. Kalian semua penting bagiku."


Sakura terisak, melepaskan kerinduannya yang terpendam selama ini. "Aku sangat khawatir, Sasuke... Kami semua sangat khawatir."  


Sasuke hanya tersenyum dan membalas pelukannya dengan lembut, merasakan kehangatan yang baru dalam hatinya.


---


### **Naruto dan Hinata: Langkah Selanjutnya**


Sementara itu, **Naruto** dan **Hinata** tidak hanya merayakan kemenangan mereka melawan Pain, tetapi juga merenungkan langkah selanjutnya dalam hidup mereka. Dengan rencana pernikahan yang sudah mereka susun, mereka tahu bahwa pertempuran mereka belum berakhir, tetapi mereka siap menghadapi apapun yang datang bersama-sama.


Naruto menyentuh tangan Hinata dan tersenyum. "Hinata, setelah ini, kita akan menikah. Aku ingin kita memulai hidup baru bersama."


Hinata membalas senyum itu, matanya berbinar. "Aku siap, Naruto-kun."


Dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya, mereka tahu bahwa kedamaian dan kebahagiaan mereka tidak hanya bergantung pada kekuatan fisik, tetapi juga pada ikatan yang mereka bangun bersama. Mereka mengubah takdir dan menemukan kebahagiaan dalam setiap langkah yang mereka ambil.


Dan dengan dunia yang kini lebih damai, Naruto dan Hinata melangkah ke masa depan yang cerah, sambil berjanji untuk selalu melindungi orang-orang yang mereka cintai.


**Bab 17: Mengungkap Mimpi dan Merancang Masa Depan**  


### **Pertemuan Besar di Konoha**  


Naruto dan Hinata berdiri di tengah-tengah aula pertemuan rahasia yang penuh dengan orang-orang yang mereka percayai. **Shikamaru**, **Sakura**, **Sasuke**, **Ino**, **Kiba**, **Choji**, dan beberapa ninja tepercaya lainnya hadir. Bahkan Tsunade dan Jiraiya turut serta, ingin mendengar apa yang dianggap sangat penting oleh Naruto dan Hinata.


"Aku tahu ini akan terdengar aneh," ujar Naruto, wajahnya lebih serius daripada biasanya. "Tapi aku dan Hinata memiliki... mimpi yang luar biasa detail. Mimpi yang bukan hanya tentang desa ini, tapi juga tentang apa yang akan terjadi di masa depan."  


Hinata melanjutkan, suaranya tenang dan penuh keyakinan. "Banyak hal yang terjadi belakangan ini sudah kami lihat sebelumnya dalam mimpi itu. Mulai dari kemunculan Orochimaru, invasi Pain, hingga pertempuran besar lainnya."  


Ruangan menjadi hening. Semua orang menatap mereka dengan tatapan penuh pertanyaan dan keraguan, kecuali Shikamaru, yang sudah lama mencurigai kebenaran ini.


"Aku sudah menyelidiki sejak lama," ujar Shikamaru dengan nada santai namun penuh makna. "Naruto dan Hinata tahu terlalu banyak detail yang bahkan tidak mungkin diketahui oleh ninja paling hebat sekalipun. Kalau ini memang tentang mimpi, maka aku yakin ada sesuatu yang lebih besar yang harus kita tangani bersama."  


Sasuke menyilangkan tangan, tatapannya tajam namun penuh minat. "Apa yang sebenarnya kalian ketahui? Dan bagaimana ini bisa membantu kita?"  


Naruto menarik napas panjang, memutuskan untuk membeberkan semuanya. Ia berbicara tentang **Tobi**, yang sebenarnya adalah **Obito Uchiha**, seseorang yang dimanipulasi oleh kekuatan yang jauh lebih besar, yaitu **Kaguya Otsutsuki**. Ia menjelaskan bahwa perang dunia ninja yang akan datang bukan sekadar perang antar negara, tetapi rencana besar untuk menghidupkan kembali Kaguya melalui **Rencana Mata Bulan**.  


"Mimpi itu memberi kami peringatan," Naruto melanjutkan, suaranya bergetar dengan emosi. "Tapi sekarang mimpi itu menjadi kenyataan. Kita harus menghentikan perang ini sebelum segalanya terlambat. Dan aku tahu cara untuk mengubah jalannya."  


---


### **Mengubah Strategi Perang**  


Naruto dan Hinata, dengan bantuan Shikamaru, mulai menyusun strategi. Sasuke setuju untuk tetap bekerja di balik layar, menyusup ke informasi musuh untuk memastikan mereka selalu selangkah lebih maju. Tsunade memberikan otoritas penuh kepada Naruto untuk memimpin rencana ini, menyadari bahwa dia telah membuktikan dirinya sebagai ninja yang bijaksana dan penuh tanggung jawab.  


"Jika kita bisa menyadarkan Tobi, kita bisa menghentikan perang besar sebelum benar-benar dimulai," kata Naruto yakin.  


Namun, Hinata menambahkan dengan lembut, "Tapi itu hanya langkah pertama. Kaguya masih menjadi ancaman, dan kita perlu semua kekuatan untuk menghentikannya. Semua dari kita harus bersiap untuk menghadapi musuh terbesar."  


---


### **Pengumuman Besar Naruto dan Hinata**  


Saat pertemuan mulai mencapai akhirnya, Naruto memandang Hinata, yang memberinya senyuman hangat. Dia tahu bahwa waktu ini adalah saat yang tepat untuk memberitahukan sesuatu yang penting.  


"Sebelum kita bubar, aku punya satu pengumuman lagi," kata Naruto, suaranya lebih ringan namun penuh keyakinan. Semua mata tertuju padanya.  


"Aku dan Hinata... Kami memutuskan untuk menikah."  


Ruangan menjadi penuh dengan keterkejutan, tapi segera berubah menjadi kegembiraan. Sakura tersenyum lebar, bertepuk tangan pertama kali. "Akhirnya! Selamat, kalian berdua!"  


Shikamaru hanya menghela napas, namun tersenyum tipis. "Ya, aku sudah menduga ini akan terjadi."  


Kiba tampak sedikit cemberut tapi akhirnya tertawa, "Naruto, kalau kamu menyakitinya, aku sendiri yang akan datang menghajarmu!"  


Naruto menggaruk kepalanya dengan canggung. "Aku nggak bakal menyakitinya, Kiba. Aku berjanji."  


Hinata, yang wajahnya sedikit memerah, menatap Naruto dengan penuh kasih. "Kami berharap pernikahan ini juga menjadi simbol bahwa kita semua bisa menghadapi apa pun, bersama-sama."  


---


### **Langkah Berikutnya: Menyadarkan Tobi**  


Setelah pengumuman, suasana sedikit lebih santai, tetapi fokus mereka tetap pada rencana besar berikutnya. Dengan semua informasi yang telah mereka kumpulkan, mereka mulai mencari cara untuk mendekati Tobi dan menyadarkannya tentang kenyataan bahwa dia hanyalah alat dari rencana yang lebih besar.  


Naruto tahu ini tidak akan mudah. Tapi dengan dukungan teman-temannya, serta cinta dan keyakinan dari Hinata, ia merasa bahwa mereka bisa mengubah masa depan.  


Dan di balik itu semua, Naruto dan Hinata kini memiliki tujuan baru: menciptakan dunia yang damai, tempat mereka bisa membangun keluarga tanpa ancaman perang atau kebencian.  


"Langkah pertama adalah Tobi," kata Naruto. "Dan setelah itu, kita akan menghadapi ancaman apa pun yang datang."  


Semua orang mengangguk. Mereka tahu bahwa dengan persatuan dan strategi yang matang, tidak ada yang tidak mungkin. Peperangan besar mungkin sudah di depan mata, tetapi mereka tidak akan mundur.  


**Bab 18: Menghadapi Tobi dan Zetsu Hitam**  


### **Pencarian Tobi**  


Naruto, Hinata, Sasuke, dan Shikamaru, bersama dengan tim kecil ninja tepercaya, berangkat untuk menemui **Tobi**. Mereka tahu bahwa Tobi adalah kunci utama dalam perang ini. Jika mereka bisa menyadarkannya, maka ancaman besar seperti perang dunia ninja dan kebangkitan **Kaguya** bisa dicegah.  


Shikamaru menyusun rencana matang untuk mendekati Tobi tanpa langsung memprovokasinya. **Naruto**, dengan karismanya, bertugas untuk berbicara dan meyakinkannya. Sementara itu, Sasuke dan Hinata bersiap untuk melindungi tim dari ancaman yang mungkin datang dari **Zetsu Hitam**, sosok misterius yang diyakini sebagai dalang di balik semua manipulasi ini.  


"Ini akan menjadi misi yang sulit," kata Sasuke, tatapan matanya tajam. "Tobi bukan orang yang mudah diyakinkan, apalagi dengan Zetsu Hitam di sisinya."  


Naruto meninju telapak tangannya, menunjukkan tekadnya. "Aku yakin bisa melakukannya. Kalau dia benar-benar Obito, maka ada kebaikan di dalam dirinya. Kita hanya perlu mencarinya."  


---


### **Pertemuan dengan Tobi**  


Tim akhirnya menemukan Tobi di sebuah tempat terpencil yang dipenuhi kabut tebal. Sosok berjubah Akatsuki itu berdiri di tengah, topengnya memancarkan aura misterius.  


"Naruto Uzumaki," kata Tobi dengan suara dalam. "Kau benar-benar nekat datang ke sini. Apa yang kau inginkan?"  


Naruto melangkah maju, menatap langsung ke arah topeng itu. "Aku ingin berbicara denganmu, Obito. Aku tahu siapa dirimu sebenarnya, dan aku tahu kenapa kau melakukan semua ini. Tapi kau salah. Jalan yang kau pilih hanya membawa kehancuran."  


Tobi terdiam sejenak sebelum tertawa kecil. "Kau pikir kau tahu segalanya? Dunia ini sudah rusak. Tidak ada yang bisa mengubahnya."  


Hinata, yang berdiri di sisi Naruto, ikut angkat bicara. "Dunia tidak perlu dihancurkan untuk diperbaiki. Kau tidak sendirian, Obito. Kau punya kesempatan untuk membuat perbedaan tanpa melukai siapa pun."  


Naruto melanjutkan, "Kakashi masih mengingatmu. Dia selalu membawa rasa bersalah atas apa yang terjadi padamu dan Rin. Tapi ini bukan yang Rin inginkan, kan?"  


---


### **Kemunculan Zetsu Hitam**  


Saat suasana mulai memanas, sebuah suara menyeramkan bergema dari bayangan di sekitar mereka. **Zetsu Hitam** muncul, merayap keluar dari tanah di belakang Tobi.  


"Jangan dengarkan mereka, Obito," kata Zetsu Hitam dengan suara dingin. "Mereka hanya mencoba menghentikan rencana besar kita. Kau tahu bahwa mereka tidak mengerti penderitaanmu."  


Tobi tampak ragu, dan Zetsu Hitam menggunakan momen itu untuk memanipulasinya lebih jauh. Namun, sebelum Zetsu bisa melancarkan serangan, Sasuke melompat ke depan dengan **Chidori** yang berkilauan.  


"Kalau kau musuh yang sebenarnya, aku akan menghadapimu sekarang," kata Sasuke, matanya memancarkan kemarahan.  


Pertarungan sengit pun dimulai. Zetsu Hitam menggunakan kemampuan manipulasi tubuhnya untuk melawan Sasuke, Hinata, dan Shikamaru, sementara Naruto terus mencoba berbicara dengan Tobi.  


---


### **Membebaskan Tobi dari Manipulasi**  


Saat Sasuke dan Hinata bertarung melawan Zetsu Hitam, Naruto akhirnya berhasil mendekati Tobi secara emosional.  


"Obito, kau pernah bilang bahwa kau ingin menciptakan dunia di mana tidak ada yang perlu menderita lagi. Tapi cara yang kau pilih hanya menambah penderitaan," kata Naruto dengan suara penuh emosi. "Aku juga kehilangan banyak orang yang aku sayangi. Tapi aku tidak menyerah pada dunia ini, karena aku percaya bahwa kita bisa membuatnya lebih baik bersama-sama."  


Obito, yang awalnya keras kepala, mulai menunjukkan tanda-tanda keraguan. Ingatan tentang Rin dan masa lalunya dengan Kakashi perlahan-lahan muncul kembali.  


Namun, Zetsu Hitam menyadari perubahan ini dan mencoba mengalihkan perhatian Tobi. "Obito, jangan dengarkan dia! Mereka hanya ingin menghancurkanmu!"  


Naruto melompat ke arah Tobi, menempatkan tangannya di bahu lelaki itu. "Obito, kau punya pilihan. Jangan biarkan dirimu dimanipulasi lagi. Kau lebih baik dari ini."  


Akhirnya, Obito melepaskan topengnya, menunjukkan wajahnya yang penuh luka dan rasa bersalah. Dia menatap Naruto dengan mata yang penuh kebingungan.  


"Apa... yang harus aku lakukan?" tanya Obito, suaranya bergetar.  


"Mulailah dengan menghentikan Zetsu Hitam," kata Naruto. "Kita bisa bekerja sama untuk menghentikan perang ini."  


---


### **Mengalahkan Zetsu Hitam**  


Dengan bantuan Obito, tim akhirnya berhasil mengalahkan Zetsu Hitam. Sasuke dan Hinata melancarkan serangan terakhir, sementara Shikamaru menggunakan strateginya untuk menjebak Zetsu. Serangan gabungan itu membuat Zetsu Hitam hancur, meskipun mereka tahu bahwa ancaman Kaguya masih ada.  


Obito berdiri bersama mereka, tampak lebih tenang meskipun masih diliputi rasa bersalah. "Aku akan membantu kalian menghentikan perang ini. Tapi aku tidak tahu apakah aku bisa dimaafkan."  


Naruto menepuk punggungnya dengan senyuman. "Kita semua punya masa lalu, Obito. Tapi yang penting adalah apa yang kita lakukan mulai sekarang."  


---


### **Menuju Perang Dunia Ninja**  


Dengan Tobi di pihak mereka, Naruto dan teman-temannya tahu bahwa mereka memiliki peluang lebih besar untuk menghentikan perang dunia ninja. Namun, mereka juga tahu bahwa masih ada tantangan besar di depan mereka, terutama ancaman kebangkitan **Kaguya Otsutsuki**.  


Sebelum mereka berangkat kembali ke desa, Hinata mendekati Naruto dan menggenggam tangannya. "Kita sudah membuat perubahan besar. Aku yakin kita bisa mengubah segalanya, Naruto-kun."  


Naruto menatap Hinata dengan senyuman hangat. "Aku juga yakin, Hinata. Bersamamu, aku merasa kita bisa menghadapi apa pun."  


Dengan semangat baru dan tekad yang kuat, mereka bersiap untuk menghadapi babak berikutnya dalam perjalanan mereka: **Perang Dunia Ninja**.


**Bab 19: Menumbangkan Akatsuki dan Munculnya Kaguya**  


### **Menghadapi Akatsuki yang Tersisa**  


Setelah Tobi bergabung dengan pihak Naruto, ancaman **Akatsuki** berkurang secara signifikan, tetapi beberapa anggota yang tersisa masih menjadi ancaman besar. **Kisame**, **Deidara**, dan **Zetsu Putih** terus melancarkan serangan, mencoba mengumpulkan chakra untuk memulai rencana besar mereka.  


Naruto, Hinata, Sasuke, dan Obito memimpin pasukan aliansi ninja untuk mengalahkan mereka satu per satu.  


- **Kisame** menyerang menggunakan kekuatan Samehada, tetapi Sasuke dengan **Amaterasu** berhasil menghancurkan senjata legendaris itu. Dalam pertarungan terakhir, Kisame memilih bunuh diri untuk melindungi rahasia Akatsuki.  

- **Deidara**, yang dikenal dengan ledakan seninya, mencoba melancarkan serangan mematikan menggunakan teknik C4. Namun, Naruto menggunakan **Sage Mode** untuk mendeteksi mikroledakan itu dan berhasil melumpuhkan Deidara tanpa membunuhnya, memilih untuk menyerahkan musuh itu kepada aliansi ninja.  

- **Zetsu Putih**, dengan jumlahnya yang masif, dihancurkan melalui serangan kombinasi dari Naruto, Hinata, dan Shikamaru. Mereka menggunakan taktik yang dirancang untuk memotong regenerasi Zetsu.  


Setelah Akatsuki melemah, pasukan ninja mulai fokus pada ancaman sebenarnya: **Kaguya Otsutsuki**.  


---


### **Kemunculan Madara dan Transformasi**  


**Madara Uchiha**, yang dihidupkan kembali melalui Edo Tensei, muncul sebagai musuh berikutnya. Meskipun aliansi ninja bekerja sama untuk melawannya, kekuatannya sebagai pengguna Rinnegan dan pemilik Susanoo sempurna hampir tak tertandingi.  


Naruto dan Sasuke, dengan kekuatan baru mereka, bertarung habis-habisan melawan Madara. Dalam pertarungan epik ini:  


- Sasuke memanfaatkan **Mangekyo Sharingan** dan kekuatan yang diwariskan Itachi untuk menahan Madara.  

- Naruto menggunakan kombinasi **Mode Bijuu** dan **Sage Mode** untuk menghancurkan Susanoo milik Madara.  

- Hinata memberikan dukungan dengan Byakugan, memimpin ninja medis untuk menjaga pasukan tetap bertahan.  


Namun, ketika mereka hampir mengalahkan Madara, **Zetsu Hitam**, yang diyakini telah dihancurkan sebelumnya, muncul kembali. Zetsu Hitam mengkhianati Madara dan menggunakannya sebagai wadah untuk membangkitkan **Kaguya Otsutsuki**.  


---


### **Kaguya Otsutsuki Bangkit**  


Dengan kekuatan gabungan dari chakra Bijuu, **Kaguya** muncul sebagai ancaman terbesar yang pernah ada. Ruang di sekitar mereka berubah menjadi dimensi yang berbeda, menandai awal pertarungan terakhir.  


Kaguya, dewi kuno dengan kekuatan tak terbatas, memiliki tujuan untuk menguasai semua chakra di dunia. Kehebatannya melampaui semua musuh yang pernah dihadapi Naruto dan teman-temannya.  


"Aku tidak bisa percaya ini," kata Hinata sambil memandangi dimensi yang aneh. "Dia... jauh lebih kuat daripada yang kita bayangkan."  


Naruto menggenggam tinjunya. "Kita bisa mengalahkannya. Aku yakin kita bisa."  


---


### **Rencana Mengalahkan Kaguya**  


Sebelum pertempuran dimulai, Naruto dan Hinata mengingat detail cerita yang mereka ketahui tentang Kaguya.  


"Dia hanya bisa dikalahkan jika disegel," kata Naruto sambil melihat ke arah Sasuke. "Kita membutuhkan **Segel Yin dan Yang**—yang diwariskan Hagoromo kepada kita."  


Sasuke mengangguk. "Tapi dia tidak akan membiarkan kita mendekat."  


Obito, yang telah bergabung dalam misi ini, menawarkan bantuan terakhirnya. "Aku bisa membuka portal ke dimensi lain. Gunakan kesempatan itu untuk menyerangnya."  


---


### **Pertarungan Melawan Kaguya**  


Pertarungan berlangsung di berbagai dimensi, mulai dari dunia lava hingga dimensi es. Setiap dimensi menghadirkan tantangan unik, tetapi tim bekerja sama untuk melawan Kaguya.  


1. **Naruto** menggunakan bayangan kloning dan Rasenshuriken untuk menyerang Kaguya dari berbagai arah.  

2. **Hinata**, dengan Byakugan-nya, membantu mendeteksi kelemahan di chakra Kaguya.  

3. **Sasuke** memanfaatkan teleportasi Rinnegan untuk menyerang Kaguya secara langsung.  

4. **Shikamaru** memimpin pasukan kecil ninja yang memberikan dukungan dari jarak jauh.  


Namun, Kaguya terlalu kuat. Dia hampir menyerap chakra Naruto dan Sasuke, tetapi **Obito** mengorbankan dirinya untuk melindungi mereka.  


"Ini saatnya aku menebus kesalahan," kata Obito dengan senyuman kecil. "Hentikan dia untuk selamanya."  


Pengorbanan Obito memberi Naruto dan Sasuke waktu untuk menggunakan segel Yin dan Yang mereka. Dengan bantuan chakra dari seluruh ninja di aliansi, mereka berhasil menyegel Kaguya kembali ke dalam **Bulan**.  


---


### **Kemenangan dan Keheningan**  


Setelah Kaguya disegel, semua ninja di medan perang merasakan kelegaan yang luar biasa. Naruto dan Sasuke berdiri berdampingan, menatap bulan di langit yang cerah.  


"Semua ini sudah berakhir," kata Naruto dengan senyuman lelah. "Kita berhasil."  


Sasuke menatap Naruto. "Aku tidak percaya kita melakukannya bersama. Tapi ya... ini akhirnya."  


Hinata berlari menghampiri Naruto, matanya berkaca-kaca. "Naruto-kun... kau luar biasa."  


Naruto tersenyum lemah dan menggenggam tangan Hinata. "Ini bukan hanya aku. Kita semua melakukannya bersama."  


---


### **Melangkah Menuju Masa Depan**  


Dengan ancaman Akatsuki dan Kaguya yang telah berakhir, dunia ninja akhirnya bisa beristirahat. Naruto dan Hinata memutuskan untuk melanjutkan rencana mereka menikah, membawa harapan baru bagi desa dan seluruh dunia.  


Namun, di balik kedamaian itu, mereka tahu bahwa masih ada tugas besar menanti: menjaga dunia tetap damai dan memastikan bahwa sejarah kelam seperti ini tidak terulang kembali.  


**Bab 20: Akhir yang Baru**


Pernikahan Naruto dan Hinata berlangsung penuh kebahagiaan. Seluruh desa Konoha hadir untuk merayakan momen yang telah lama dinantikan. Dari teman-teman sekelas Naruto hingga para kage, semuanya memberikan ucapan selamat. Sakura menangis haru, Shikamaru memberikan senyuman khasnya yang penuh kebijaksanaan, dan Kakashi dengan senyum di balik masker, merasa bangga atas pencapaian murid-muridnya.


Di tengah kebahagiaan ini, Sasuke yang baru kembali ke desa, mendekati Naruto. Setelah beberapa saat diam, ia berkata dengan nada serius, "Suatu saat nanti, aku akan berduel denganmu. Aku harus membuktikan bahwa kekuatanku sudah cukup untuk mengalahkanmu."


Naruto tersenyum, sedikit terkejut dengan pernyataan Sasuke. "Kita akan lihat nanti, Sasuke"


Galih yang kini menghidupkan sosok Naruto merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Sasuke dan Naruto, dua sahabat yang telah melewati begitu banyak hal, akhirnya akan bertemu dalam pertarungan yang tak terhindarkan. Dalam cerita asli, pertarungan mereka adalah klimaks yang menentukan banyak hal, dan Galih tahu bahwa itu adalah akhir dari perjalanan mereka berdua. Sesuatu dalam hatinya bertanya-tanya apa yang akan terjadi setelah itu—apakah mereka akan kehilangan lengan mereka seperti yang terjadi dalam cerita, atau apakah ada cara lain untuk mengakhiri pertempuran mereka.


Pernikahan itu, meskipun luar biasa, menyadarkan Galih dan Feni bahwa perubahan yang mereka buat akan segera mendekati titik akhir. 

---


### **Malam Pertama Mereka**


Malam tiba, dan suasana kamar pengantin itu terasa tenang. Naruto dan Hinata, kini lebih dekat dari sebelumnya, berbaring bersama di tempat tidur yang nyaman. Mereka saling menatap, merasa seolah-olah dunia di luar sana tak lagi ada.


"Ini terasa... aneh," kata Naruto dengan suara lembut, menggenggam tangan Hinata. "Kita sudah mengubah begitu banyak hal, Ayank. Dunia ini terasa sangat berbeda sekarang."


Hinata tersenyum lembut, matanya berbinar dengan kebahagiaan. "Kita berhasil mengubahnya, Naruto-kun. Kita bersama, dan itu yang penting."


Mereka berdua mulai membicarakan banyak hal, termasuk kenangan-kenangan yang telah mereka ubah, dan segala kemungkinan yang ada setelah cerita ini berakhir. "Apakah kamu merasa... seperti aku, Ayank?" tanya Naruto, sedikit ragu.


"Ya," jawab Hinata, "Aku merasa seperti kita sudah menjalani hidup yang panjang sekali. Rasanya seperti mimpi."


Mereka tertawa, tetapi ada juga sedikit keheningan yang datang. Sesuatu yang tak terucapkan, namun dirasakan oleh keduanya—waktu mereka di dunia ini semakin terbatas.


"Jika kita kembali ke dunia nyata," kata Naruto, "apakah kita masih bisa bersama seperti ini?"


Hinata hanya tersenyum, mengeratkan pelukannya. "Aku tidak tahu, Naruto-kun. Tapi kita bisa berharap, bukan?"


Mereka berbaring dalam keheningan, meresapi setiap detik yang masih tersisa. Akhirnya, rasa lelah membawa mereka ke dalam tidur yang panjang, berbaring berdampingan di dunia yang telah mereka ubah, berharap dapat menemukan ketenangan di antara ketidakpastian.


---


### **Bangun Pagi**


Ketika mata mereka terbuka, dunia yang mereka kenal kini terasa berbeda. Mereka tidak lagi berada di Konoha. Mereka berdua terbangun di kamar tidur yang biasa mereka huni di dunia nyata.  


"Ayank..." Galih berbisik, masih merasa bingung. "Apakah... hanya aku yang bermimpi?"


Feni, yang kini kembali menjadi dirinya sendiri, mendongak, mata yang baru saja terbangun itu menatap Galih dengan lembut. "Aku bermimpi masuk ke dunia Naruto, yank... sebagai Hinata."


Keduanya terdiam sejenak, merenung tentang perjalanan yang baru saja mereka alami, yang terasa seperti mimpi yang sangat panjang. Tak ada penjelasan pasti tentang apa yang telah mereka alami, tetapi satu hal yang mereka tahu adalah, pengalaman itu membawa mereka lebih dekat satu sama lain—dan mereka berdua tahu, apa pun yang terjadi, mereka akan selalu bersama.


Cerita tentang Naruto dan Hinata mungkin telah berakhir, tetapi kehidupan mereka yang baru, di dunia nyata, baru saja dimulai.


**Tamat.**