Selasa, 18 Februari 2025

Petualangan di Photobooth



Suatu sore, Feni mengajak Galih berjalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan. Ia ingin mencoba photobooth baru yang katanya bisa menghasilkan foto dengan efek ajaib.  


*"Ayolah, Galih! Katanya photobooth ini bisa bikin kita kayak masuk dunia fantasi!"* kata Feni bersemangat.  


Galih menghela napas. *"Oke, tapi cepat ya. Aku lapar."*  


Mereka pun masuk ke bilik photobooth yang tampak biasa saja dari luar, hanya saja layar sentuhnya menampilkan berbagai pilihan latar belakang: kastil di awan, hutan sihir, dan dunia bawah laut.  


Feni memilih latar belakang "Kerajaan Aetheria"—sebuah dunia fantasi penuh sihir. Setelah menekan tombol "Mulai", bilik photobooth bergetar hebat. Kilatan cahaya menyelimuti mereka, dan dalam sekejap, Galih dan Feni bukan lagi di pusat perbelanjaan.  


Mereka berdiri di atas jalan berbatu, dikelilingi bangunan tinggi dengan menara emas. Langit berwarna ungu dengan tiga bulan bersinar terang. Orang-orang berpakaian seperti bangsawan abad pertengahan berjalan-jalan sambil membawa buku bersinar dan tongkat sihir.  


*"Uh... ini bukan efek foto biasa, kan?"* gumam Galih.  


Feni menatap sekeliling dengan mata berbinar. *"Kita beneran masuk ke dunia fantasi! Keren banget!"*  


Tiba-tiba, seorang prajurit berzirah perak mendekati mereka. *"Pangeran dan Putri dari dunia lain, kalian akhirnya tiba! Kerajaan Aetheria membutuhkan bantuan kalian!"*  


Galih dan Feni saling berpandangan. Mereka hanya ingin foto, bukan disuruh jadi pahlawan! Tapi sebelum mereka bisa protes, mereka sudah dibawa ke istana untuk bertemu dengan Ratu Lyra, yang meminta mereka mengalahkan penyihir jahat yang mencuri Batu Cahaya Aetheria.  


*"Jadi… kita harus lawan penyihir supaya bisa pulang?"* tanya Galih, sedikit frustasi.  


Feni tersenyum, menggenggam tangan Galih. *"Yuk, sekalian kita nikmati petualangan ini!"*  


Dan petualangan mereka pun dimulai…  


---

Di dalam istana Aetheria, Ratu Lyra memberikan mereka perlengkapan khusus.

"Aku merasa kalian memiliki jiwa seorang petarung. Ini senjata untuk kalian," katanya.

Di hadapan mereka, dua senjata muncul: sebuah pedang panjang berkilau dengan ukiran sihir di bilahnya, dan sebuah busur ramping berwarna biru dengan anak panah bercahaya.

Feni langsung mengambil busur itu dan tersenyum. "Pas banget! Aku selalu suka panahan!"

Galih, yang sejak dulu suka game RPG, menghunus pedang dengan semangat. "Kalau ini kayak game, aku pasti bisa menggunakannya!"

Seorang ksatria bernama Sir Darius menjadi pelatih mereka. Ia mengajari Feni cara membidik dengan akurat dan memberi Galih latihan pedang cepat. Meski awalnya sulit, pengalaman Galih bermain game membantunya memahami teknik bertarung dengan cepat.

Setelah berlatih, mereka berangkat menuju Menara Maledictus, tempat penyihir jahat Zyphoros bersembunyi. Sepanjang perjalanan, mereka menghadapi goblin bayangan, yang bisa menghilang di kegelapan.

"Tenang, aku bisa mengatasinya," kata Feni. Ia menarik busurnya dan melepaskan panah bercahaya. Panah itu menembus bayangan dan membuat goblin tampak jelas.

"Bagus! Sekarang giliranku!" seru Galih, menebas goblin dengan pedangnya yang bersinar biru.

Setelah pertarungan yang sengit, mereka akhirnya tiba di depan menara Zyphoros. Angin dingin berhembus, dan suara tawa penyihir itu menggema.

"Kalian datang juga… Bersiaplah, karena tidak ada yang bisa mengalahkanku!"

Petualangan mereka baru saja dimulai…



Di depan **Menara Maledictus**, angin berhembus kencang, membawa suara tawa Zyphoros yang menggema di langit malam. Petir ungu menyambar menara, memperjelas bayangan sosok berjubah hitam dengan mata menyala merah di puncaknya.  


*"Kalian pikir bisa merebut kembali Batu Cahaya dariku? Hahaha! Dasar anak-anak dari dunia lain, lebih baik menyerah sebelum aku mengubah kalian menjadi abu!"*  


Feni mengepalkan tangan. *"Kita tidak akan mundur!"*  


Galih mengayunkan pedangnya, merasakan energi sihir mengalir di bilahnya. *"Ayo, Feni! Kita lawan dia!"*  


Pintu menara terbuka sendiri, dan mereka berlari masuk. Di dalamnya, ruangan berisi jebakan—lantai yang runtuh, patung yang menembakkan bola api, dan ilusi mengerikan. Namun, dengan kecerdasan Galih yang terbiasa menyelesaikan puzzle di game dan ketepatan Feni dalam menembak mekanisme jebakan, mereka berhasil melewati semua rintangan.  


Mereka akhirnya mencapai puncak menara, tempat Zyphoros menunggu dengan tongkat hitamnya. Batu Cahaya Aetheria melayang di atas altar, berdenyut dengan cahaya yang hampir padam.  


*"Cukup bermain-main. Sekarang aku akan menunjukkan kekuatan sejati seorang penyihir!"* Zyphoros mengangkat tongkatnya, menciptakan pusaran api gelap yang meluncur ke arah mereka.  


Feni melompat ke samping dan menembakkan panah energi. Panah itu mengenai Zyphoros, tapi langsung terpantul oleh perisai sihirnya.  


*"Serang dari dekat, Galih!"* seru Feni.  


Galih berlari sambil menghindari serangan petir dan mengayunkan pedangnya ke arah Zyphoros. Namun, penyihir itu dengan mudah menangkisnya menggunakan sihir kegelapan.  


*"Hahaha! Kalian lemah!"* ejeknya.  


Feni berpikir cepat. Ia melihat ada celah di belakang Zyphoros, tepat di tempat Batu Cahaya melayang.  


*"Galih, alihkan perhatiannya! Aku punya rencana!"*  


Tanpa ragu, Galih berteriak dan menyerang dengan tebasan bertubi-tubi. Zyphoros sibuk menangkisnya, tidak sadar bahwa Feni sudah memanjat dinding dan membidik panah terakhirnya—panah yang telah menyerap energi cahaya dari Batu Aetheria!  


*"Sekarang!"* seru Feni, melepaskan tembakan.  


Panah itu melesat, menembus pertahanan Zyphoros dan mengenai dadanya. Penyihir itu berteriak, tubuhnya mulai terurai menjadi kabut hitam.  


*"T-tidak mungkin… Aku tidak bisa dikalahkan oleh… manusia biasa…!"*  


Dengan pekikan terakhir, Zyphoros lenyap. Batu Cahaya Aetheria kembali bersinar terang, dan seluruh menara mulai runtuh.  


*"Cepat, kita harus keluar!"* seru Galih.  


Saat mereka berlari menuju pintu keluar, cahaya terang menyelimuti mereka—dan tiba-tiba mereka kembali ke dalam photobooth!  


Mereka terjatuh di lantai pusat perbelanjaan, napas memburu. Layar photobooth masih menyala, menampilkan foto mereka dengan pakaian dan senjata dari dunia fantasi.  


Feni terkekeh, *"Seru banget! Kapan kita ke sana lagi?"*  


Galih menghela napas sambil tersenyum. *"Mungkin lain kali... setelah aku makan dulu!"*  


**Tamat… untuk sekarang.**  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar