Senin, 23 Juni 2025

Figuran di Dunia Inso's Law



Judul: Figuran di Dunia Inso's Law

Bab 1: Webtoon, Gombalan, dan Portal Tak Masuk Akal

“Galih,” kata Feni sambil mengangkat alis, “kamu sadar nggak sih, semua cowok di Inso’s Law itu kayak nyimpen mesin kabut buat bikin suasana dramatis?”

Galih duduk di sampingnya di sofa, berselimut selimut tipis, menatap layar tablet yang sedang memutar episode terbaru dari webtoon favorit Feni. “Itu fog machine batin, Fen. Aktif kalau hatinya berkabut.”

Feni mencibir. “Halah, sok puitis.”

Galih menatapnya sebentar, lalu berkata sambil menggigit roti sobek:
“Kalau kita masuk ke dunia kayak gini, kamu bakal langsung dikerubungin cowok ganteng semua.”

Feni mengangkat dagu. “Terus aku akan tolak mereka semua karena... aku udah nikah.”

Galih nyengir. “Dan karena kamu anti gombal?”

Feni menunjuk dia dengan telunjuknya. “Nah, itu. Makanya jangan coba-coba gombal.”

Galih pura-pura berpikir. “Berarti nggak boleh bilang ‘kalau aku figuran, kamu adalah seluruh naskahku’?”

Feni langsung melempar bantal ke mukanya.

“DASAR, GOMBAL HALUS!”

Tiba-tiba layar tablet mereka berkedip terang. Muncul tulisan:

[Error: Peran ganda terdeteksi.
Menyesuaikan jalur figuran.]

Galih memicingkan mata. “Eh? Ini efek baru?”

Seketika ruang tamu mereka bergetar. Angin berembus. Lampu kedap-kedip. Semuanya seperti...

Cut to black.


Bab 2: Selamat Datang di SMA Webtoon

Galih membuka mata pertama kali. Ia berdiri di depan gedung sekolah besar, modern, dengan langit sky blue dan efek kelopak bunga beterbangan. Seragam SMA Korea yang licin dan rapi menempel di tubuhnya.

Di sampingnya, Feni mengenakan seragam perempuan dengan pita merah muda dan ekspresi sangat tidak sabar.

“INI APAAN SIH?” Feni nyaris teriak. “Kita... beneran masuk ke webtoon ini?!”

Galih melihat sekeliling, lalu ke dirinya sendiri. “Aku... jadi siswa SMA lagi? Serius?”

Tiba-tiba muncullah panel transparan seperti hologram game RPG:

Nama: Galih
Peran: Figuran pendiam, suka duduk di balkon sekolah sambil membaca novel cinta dan memikirkan ending alternatif.
Kemampuan: Komentar nyeleneh yang bikin tokoh utama mikir ulang hidupnya.

Nama: Feni
Peran: Sahabat ekspresif tokoh utama perempuan.
Kemampuan: Cerita tanpa titik koma, anti gombal, tapi semua cowok penasaran.

Feni membaca deskripsinya dan langsung mengangkat alis. “Kenapa karakterku kayak influencer gagal yang hidup buat komentar?”

Galih menghela napas. “Ya mending daripada aku yang duduk sendirian di balkon dan jadi ‘pencetus momen perenungan tokoh utama.’”

Tiba-tiba tiga cowok super tampan lewat di lorong.
Yang satu dingin dan tajir.
Yang satu lucu dan ceria.
Yang satu sinis tapi secretly penyayang.

Dan seperti hukum Inso’s Law, mereka semua berhenti... untuk melihat seorang cewek manis dan lugu yang baru datang—tokoh utama.

“Gue beneran di semesta klise,” gumam Feni. “Tinggal tunggu adegan rebutan payung.”

Galih melirik Feni. “Menurutmu kalau aku lempar payung ke cowok-cowok itu, sistem bakal error?”

Feni menoleh cepat. “Jangan ganggu skenario. Kita di sini cuma figuran.”

Galih tersenyum kecil. “Tapi figuran juga bisa jatuh cinta... ulang.”

Feni mengernyit. “Jangan mulai.”

“Bukan gombal, serius. Maksudku... di dunia baru ini, kita bisa jatuh cinta lagi. Ngulang semuanya dari nol. Kayak re-run.”

Feni menatapnya. “Ya asal jangan pakai kata-kata kayak, ‘Kamu bukan tokoh utama, tapi kamu pusat semestaku.’”

Galih pura-pura kecewa. “Padahal aku udah nyiapin itu buat nanti malam.”

Feni melempar binder ke arahnya.


Bab 3: Klub Figuran dan Naskah yang Mulai Retak

Galih dan Feni akhirnya bergabung dalam “klub figuran” sekolah: ruang kecil di pojokan lantai 3, isinya siswa-siswa latar belakang yang sudah sadar bahwa mereka hidup di dunia webtoon.

Feni langsung akrab dengan semua anggota, mendebat soal plot dan nyinyir tentang logika dunia ini. Galih, di sisi lain, mulai membuat peta hubungan antar tokoh, lengkap dengan teori konspirasi bahwa tokoh utama sebenarnya punya AI yang ngatur jalan cerita.

Di tengah semua itu, perlahan mereka menyadari sesuatu yang aneh: sistem mulai berubah.
Dialog tokoh utama mulai terdengar kaku.
Adegan klasik mulai gagal—seperti tidak ada payung saat hujan, atau tokoh cowok utama lupa reaksi gombalnya.
Dan yang paling mencurigakan...

Tokoh utama cewek mulai sering curhat ke Feni.

Feni menatap Galih dengan serius, “Apa jangan-jangan aku... mulai jadi tokoh utama baru?”

Galih menyeringai. “Kalau iya, boleh dong aku naik pangkat dari figuran jadi love interest.”

Feni memelototinya. “SATU GOMBAL LAGI DAN GUE PILIH COWOK SINIS ITU BUAT NGGANTIKAN KAMU.”

Galih angkat tangan. “Oke. Tapi kamu tahu kan, cuma aku yang tahu kamu paling benci disuapin dari sisi kiri.”

Feni terdiam. Pipinya memerah.
“Bukan gombal, ya?”
“Fakta.”





Minggu, 15 Juni 2025

Suara yang Tertinggal - Chapter 1 — Hari Tanpa Dialog

Judul: "Suara yang Tertinggal"



Chapter 1 — Hari Tanpa Dialog

Tak ada yang benar-benar mengenalnya.

Bahkan orang-orang yang melewatinya setiap hari di halte bus, atau yang duduk bersisian dengannya saat makan siang di kantin kantor, hanya tahu bahwa namanya Arvin dan dia tidak bicara banyak. Atau malah, nyaris tidak pernah bicara sama sekali.

Dia datang tepat waktu. Dia mengangguk jika dipanggil. Dia mengerjakan tugas tanpa pernah bertanya. Tidak pernah protes. Tidak pernah mengeluh.

Tapi juga, tidak pernah benar-benar hadir.

Hari itu, hujan turun seperti biasa—datar dan malas. Arvin duduk di dalam bus kota dengan wajah menghadap jendela yang dipenuhi titik-titik air. Di tangannya ada buku catatan yang selalu ia bawa, tapi tak banyak yang tahu, bukunya hampir penuh. Isinya bukan to-do list atau laporan kerja, tapi... dialog.

Dialog yang tidak pernah ia ucapkan.


"Maaf, aku sebenarnya ingin bilang bahwa desainmu kemarin sangat bagus."
"Apakah kamu juga sering merasa kesepian di ruangan penuh orang?"
"Bisakah kamu ajarkan caranya bicara... tanpa gemetar?"


Tiga kalimat itu ditulis pada halaman terakhir. Ia menatapnya sejenak, lalu menutup bukunya pelan. Di sisi kanan bus, pantulan wajahnya tampak di kaca: kurus, mata sayu, rambut sedikit acak. Seseorang yang bahkan tidak akan dikenali jika hilang selama seminggu.

Setibanya di kantor, seperti biasa, tak ada yang menyapanya. Semua sibuk dengan layar, obrolan, dan notifikasi. Di dunia itu, orang seperti Arvin tidak punya tempat.

Hingga saat makan siang, saat semua orang pergi dan ruang kerja sunyi, ia membuka laptopnya dan menemukan satu pesan misterius.


Dari: unknown@rekammasa.ai
Subjek: Apakah Kau Yakin Ini Waktu yang Kau Inginkan?

"Arvin, jika kau bisa kembali, apa yang akan kau ubah?
Klik link ini hanya jika kau benar-benar ingin bicara.
Waktu tidak suka orang yang ragu."


Ia tidak pernah merasa percaya pada hal aneh. Tapi hari itu, entah kenapa, tangannya bergerak sendiri. Mungkin karena ia sudah terlalu lelah menjadi penonton dalam hidupnya sendiri.

Ia klik.

Layar menjadi putih. Bening. Sunyi. Lalu tiba-tiba, seperti gema yang pecah di telinga...

"Arvin..."

Suara itu—sangat familiar. Suara ibunya. Lembut. Penuh rindu. Tapi ia sudah lama tak mendengarnya. Lebih dari sepuluh tahun. Karena ibu meninggal ketika ia masih SMA.

Layar laptop meledak menjadi kilatan cahaya dan...


Ia terbangun.

Bukan di kantornya. Bukan di kamarnya.

Ia berada di dalam kelas. Seragam SMA menempel di tubuhnya. Di luar jendela, lonceng sekolah berdentang nyaring. Teman-teman sekelas masih muda, bersuara riuh. Dan di papan tulis tertulis tanggal yang membuat jantungnya membeku:

"Senin, 11 Maret 2013."


(Akhir Chapter 1)

Next: Chapter 2 – Tanggal yang Tak Pernah Terlupakan


Kelanjutannya dapat dilihat di: https://chatgpt.com/share/684fbd34-13c8-800b-9250-db3f9181db4d