## **CHAPTER 1
Cowok Biasa, Rahasia yang Tidak Keren**
Nama cowok itu **Arga Pradana**.
Kalau Arga berdiri di barisan cowok SMA, dia akan berada di posisi paling “iya, dia ada”.
Bukan yang paling ganteng.
Bukan yang paling jelek.
Tampangnya tipe yang kalau absen, guru harus mikir dua detik.
“Arga mana ya… yang rambutnya gitu?”
Rambutnya *gitu* juga nggak jelas gimananya.
Tapi Arga punya satu kelebihan fatal: **dia baik hati**.
Dan satu kelemahan super mematikan: **dia gampang baper**.
Gabungan ini ibarat menu combo diskon:
> *Gratis sakit hati berkali-kali.*
---
### **Rahasia Gelap di Dalam Tas**
Pagi itu, sebelum berangkat ke sekolah barunya, Arga duduk di kasur sambil menatap tasnya.
Di dalam tas itu ada buku tulis.
Ada pulpen.
Ada penghapus.
Dan ada sesuatu yang **harus disembunyikan dari dunia cowok-cowokan**.
Arga membuka resleting pelan-pelan, seperti sedang membuka peti harta karun… atau bom.
Di dalamnya ada **komik romantis**.
Judulnya:
> *“Aku Menyukaimu Sejak Kamu Salah Duduk”*
Sampulnya warna pastel.
Ada gambar cowok dan cewek saling tatap, jaraknya terlalu dekat untuk ukuran dunia nyata.
Arga menghela napas.
“Kenapa sih aku cowok tapi sukanya ginian…” gumamnya.
Dia mengambil komik itu, membukanya sebentar.
Balon dialog di komik:
> *‘Kalau ini kenyataan, aku akan menggenggam tanganmu.’*
Arga langsung menutupnya.
“STOP. Jangan kebawa perasaan. Ini jam tujuh pagi. Ini dunia nyata.”
Dia memasukkan komik itu ke dalam map cokelat polos, lalu ke dalam tas.
Sambil menepuk tasnya, Arga berkata dengan suara pelan tapi serius:
> “Tenang. Kita aman. Nggak ada yang tahu.”
Tas itu diam.
Tapi trauma Arga tidak.
---
### **Flashback yang Datang Tanpa Undangan**
Begitu Arga melangkah keluar rumah, pikirannya tiba-tiba ditarik ke masa lalu.
Sekolah lama.
Koridor panjang.
Seorang cewek berdiri di depannya.
Flashback itu muncul **tanpa permisi**, seperti iklan pop-up.
Cewek itu tersenyum manis.
> “Arga, kamu tuh baik banget, ya.”
Jantung Arga versi masa lalu langsung jungkir balik.
Dalam pikirannya:
> *“BAIK = BERARTI. BERARTI = SUKA. SUKA = PACARAN.”*
Arga tersenyum kikuk.
> “Hehe… makasih.”
Cewek itu mencondongkan badan, suaranya diturunkan.
> “Eh… kamu kenal Dimas, kan?”
Arga mengangguk. Dimas adalah sahabatnya. Ganteng. Tinggi. Hidupnya kayak iklan sampo.
> “Kamu bisa kenalin aku ke dia nggak?”
*BRUK.*
Hati Arga jatuh.
Mentalnya ikut nyemplung.
Flashback freeze.
Narator imajiner di kepala Arga:
> *“Dan di situlah, Arga belajar… jangan GR dulu.”*
Flashback lain menyusul.
Cewek lain.
Kalimat lain.
Akhirnya sama.
“Arga, kamu enak diajak curhat.”
“Arga, kamu tuh kayak kakak.”
“Arga, kamu baik… tapi…”
Kata *tapi* itu lebih tajam dari pisau dapur.
---
### **Sumpah di Gerbang Sekolah Baru**
Gerbang **SMA Harapan Bangsa** berdiri di depan Arga.
Gedungnya tinggi.
Muralnya cerah.
Aura “awal baru”-nya kental banget.
Arga berhenti sejenak.
Menarik napas.
Lalu berbicara pada dirinya sendiri seperti karakter utama film yang mau memulai hidup baru.
> “Oke, Arga. Dengerin gue.”
Dia mengangkat satu jari.
> “Di sekolah ini, lo **nggak boleh jatuh cinta**.”
Jari kedua.
> “Lo **nggak boleh baper**.”
Jari ketiga.
> “Lo **nggak boleh salah tafsir kebaikan orang**.”
Dia menatap lurus ke depan.
> “Lo cuma mau hidup normal. Masuk kelas. Pulang. Tamat.”
Hening.
Lalu Arga nambah pelan:
> “Dan baca komik romantis… **diam-diam**.”
Angin berhembus.
Bendera sekolah berkibar.
Semesta seolah tertawa kecil.
---
### **Hari Pertama yang Sudah Terlihat Mencurigakan**
Begitu masuk kelas, Arga langsung memilih bangku strategis:
tengah-tengah, tidak depan, tidak belakang.
“Posisi aman,” gumamnya.
Guru masuk.
Absen berjalan.
Saat istirahat pertama, seorang cewek menjatuhkan bukunya tepat di dekat kaki Arga.
Buku-buku itu berserakan.
Cewek itu panik.
> “Aduh—”
Refleks Arga bekerja lebih cepat dari logika.
Dia jongkok.
> “Eh, sini aku bantuin.”
Dia mengumpulkan buku satu per satu, menyerahkannya dengan rapi.
Cewek itu tersenyum.
> “Makasih ya. Kamu baik banget.”
Arga membeku.
Kata-kata itu **terlalu familiar**.
Dalam kepala Arga:
> *“JANGAN KE-GE-ER. JANGAN.”*
Dia tertawa kecil.
> “Oh… hehe… sama-sama.”
Cewek itu pergi.
Arga duduk kembali, menepuk dadanya sendiri.
> “Aman. Aman. Belum apa-apa.”
Dari bangku dekat jendela, seorang cewek lain memperhatikan Arga diam-diam.
Namanya **Naya**.
Dia tidak tersenyum berlebihan.
Tidak heboh.
Hanya menatap sebentar… lalu kembali membaca buku.
Dan entah kenapa, Arga merasa **tidak nyaman**.
Bukan tidak nyaman karena risih.
Tapi karena…
**terlalu tenang**.
Arga menelan ludah.
> “Nggak. Jangan. Ini baru hari pertama.”
Di dalam tasnya, komik romantis seakan bergetar pelan.
---
**END OF CHAPTER 1**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar