Akira berusia 9 tahun dan merasa dirinya sudah sangat dewasa.
Menurut Akira, umur 9 itu artinya:
boleh sok jago,
boleh banyak tahu,
dan tidak perlu mendengarkan adik.
Kenzo berusia 6 tahun dan yakin satu hal:
kakaknya itu nyebelin.
Pagi itu, Akira sedang serius menyusun robot dari balok-balok mainan di ruang tengah.
“JANGAN DIPEGANG,” kata Akira tegas sambil jongkok.
Kenzo yang duduk di sebelahnya mengangguk…
lalu menyentuhnya sedikit.
“Kenzo!”
“Cuma dikit.”
“DIKIT ITU MERUSAK KESEIMBANGAN ROBOT!”
Robot balok itu akhirnya roboh dengan bunyi prak!
Kenzo terdiam.
Akira menutup wajahnya.
“Itu robot penjaga galaksi,” kata Akira sedih.
“Galaksi apa?” tanya Kenzo.
“Galaksi… ya galaksi!”
Kenzo berpikir sebentar, lalu berkata pelan,
“Kalau roboh, berarti galaksinya kalah ya?”
Akira berdiri.
“Itu bukan kalah. Itu—”
Belum sempat selesai, Kenzo sudah tertawa keras.
Akira mengejar Kenzo mengelilingi rumah.
Mereka berlari, teriak, hampir menabrak sofa, dan akhirnya ditegur ibu.
“Akira, Kenzo! Jangan ribut!”
Keduanya langsung diam.
Akira duduk di sofa dengan tangan menyilang.
Kenzo duduk di lantai sambil manyun.
Beberapa menit kemudian, listrik tiba-tiba mati.
Rumah jadi agak gelap dan sunyi.
Kenzo mendekat ke Akira tanpa bilang apa-apa.
Akira melirik… lalu tidak menjauh.
“Kalau gelap gini,” kata Kenzo pelan,
“robot penjaga galaksi masih kerja nggak?”
Akira terdiam sebentar.
“Masih,” jawabnya.
“Tapi… butuh asisten.”
Kenzo tersenyum kecil.
Dan untuk pertama kalinya hari itu,
mereka tidak bertengkar selama lima menit penuh.
Listrik sudah menyala kembali, tapi suasana rumah masih terasa sepi.
Ibu sedang di dapur, ayah di kamar kerja.
Akira menatap robot baloknya yang roboh.
Kenzo duduk di sampingnya, memegang satu balok merah.
“Kalau kita bikin lagi,” kata Kenzo hati-hati,
“aku nggak sentuh yang penting.”
Akira menghela napas seperti orang dewasa yang sangat sabar.
“Baik. Tapi kamu cuma pegang balok merah.”
Kenzo mengangguk kuat-kuat.
Mereka menyusun bersama.
Ajaibnya, robot itu berdiri lebih tinggi dari sebelumnya.
“Ini namanya Robot Penjaga Galaksi Super,” kata Akira bangga.
“Kenapa super?”
“Karena ada balok merah.”
Kenzo tersenyum lebar.
Tiba-tiba terdengar suara bruk dari kamar mereka.
Kenzo langsung memegang tangan Akira.
“Suara apa itu?”
Akira menelan ludah.
“Paling… angin.”
Padahal jendela tertutup.
Sebagai kakak, Akira tahu satu hal:
kalau dia takut, dia nggak boleh kelihatan takut.
“Misi rahasia,” katanya.
“Kita cek bersama.”
Mereka berjalan pelan ke kamar.
Lampu kamar menyala, tapi tidak ada siapa-siapa.
Kenzo menunjuk ke bawah tempat tidur.
“Ada bayangan…”
Akira jongkok perlahan dan mengintip.
Ternyata…
bola karet Kenzo yang menggelinding sendiri karena kipas angin.
Kenzo tertawa keras.
Akira ikut tertawa, meski pipinya agak merah.
“Ternyata bukan monster,” kata Kenzo.
“Monster itu nggak pakai bola,” jawab Akira.
Mereka duduk di lantai kamar, bersandar di tempat tidur.
“Kalau aku takut,” kata Kenzo pelan,
“aku pegangan kakak ya.”
Akira terdiam sebentar, lalu mengangguk.
“Iya. Tapi jangan bilang siapa-siapa.”
Kenzo tersenyum.
Dari balik pintu, ibu memperhatikan mereka sambil tersenyum kecil.
Hari itu, Akira dan Kenzo belajar satu hal penting,
meski mereka belum tahu namanya:
bertengkar itu biasa,
tapi saling jaga itu lebih penting.
Pagi itu terasa aneh bagi Akira.
Rumah terlalu sepi.
Biasanya ada suara Kenzo:
menyanyi lagu yang salah lirik,
menjatuhkan sendok,
atau berteriak minta ditemani ke kamar mandi.
Tapi pagi ini… tidak ada.
“Ibu,” tanya Akira sambil mengenakan sandal,
“Kenzo ke mana?”
Ibu menjawab dari dapur,
“Kenzo ikut Tante Mira sebentar. Nanti sore pulang.”
Akira mengangguk.
Harusnya dia senang.
Tidak ada yang mengganggu.
Tidak ada yang rebut mainan.
Tapi…
kenapa dadanya terasa kosong?
Akira bermain sendiri.
Menyusun robot.
Membaca buku.
Semua terasa tidak seru.
Robotnya berdiri tegak, tapi Akira tidak tersenyum.
Biasanya Kenzo yang bertepuk tangan dan berkata,
“Wah, hebat!”
Siang hari, Akira duduk di bawah meja makan.
Itu tempat rahasia mereka.
Akira baru sadar:
tempat itu terasa terlalu besar kalau sendirian.
Sore pun datang.
Akira duduk di dekat pintu, pura-pura mengikat tali sepatu…
padahal menunggu.
Akhirnya terdengar suara pintu terbuka.
“AKIRAAA!”
Kenzo berlari dan langsung memeluk kakaknya.
Akira kaget…
lalu memeluk balik.
“Jangan lama-lama pergi lagi,” kata Akira pelan.
Kenzo mengangguk.
“Kalau pergi, aku bawain oleh-oleh.”
Mereka tertawa.
Malam itu, Akira membagi robot penjaga galaksi menjadi dua.
“Yang ini punyamu,” katanya.
“Yang itu punyaku.”
Kenzo memandang kakaknya heran.
“Kenapa dibagi?”
Akira tersenyum kecil.
“Supaya galaksinya aman.”
Dan sejak hari itu,
Akira dan Kenzo masih sering bertengkar…
Tapi mereka juga tahu,
mereka adalah satu tim.
🌟 Tamat

Tidak ada komentar:
Posting Komentar