Bab 1: Tatapan Pertama, Bukan Jatuh Cinta
Aku pertama kali melihat Sora di perpustakaan. Dia duduk diam, fokus membaca, tidak terganggu oleh siapa pun. Aku tidak langsung jatuh cinta. Aku justru penasaran-bagaimana bisa seseorang terlihat sekuat itut anpa harus berbicara banyak? Aku mencoba menyapa, tapi dia hanya menjawab seperlunya. Tapi justru di situlah awalnya. Aku tidak ingin mendekatinya, aku ingin menghormatinya.
Bab 2: Belajar Menghargai, Bukan Mengejar
Semakin aku mengenal Sora, aku sadar bahwa dia bukan seseorang yang bisa disentuh dengan rayuan. Diat idak butuh pujian, tidak butuh perhatian setengah hati. Maka aku belajar-untuk hadir tanpa mengganggu.
Aku bicara kalau penting. Aku bantu kalau diminta. Dan ketika aku menyadari perasaanku tumbuh, aku memilih pergi... untuk memperbaiki diri, bukan memaksakan hubungan.
Bab 3: Janji Diam-Diam
Saat aku pergi ke luar kota untuk pelatihan beasiswa, aku tidak bilang akan kembali untuknya. Tapi dalam hati, aku tahu: kalau aku pulang, aku akan datang bukan sebagai lelaki yang sama. Aku akan datang dengan niat, kesiapan, dan tekad untuk menjadi pemimpin yang bisa dia percaya.
Bab 4: Datang dengan Tangan Penuh
Dua tahun kemudian, aku kembali. Dia masih sama. Kuat, tenang, dan logis. Tapi aku tahu, dia juga lebih terbuka. Aku tidak membawa cincin saat itu. Aku membawa payung dan map berisi rencana hidup. Dan saat dia bilang, 'Datanglah ke rumahku, kita harus bicara panjang,' aku tahu... inilah waktunya.
Bab 5: Dia Bilang 'Sayang'
Menikah dengan Sora bukan kisah cinta dramatis. Tapi setiap hari bersamanya adalah pelajaran tentang bagaimana mencintai dengan cara yang dewasa. Hari pertama menikah dia ngajarin aku nyetrika. Hari ketiga kami adu siapa yang lebih rapi cuci piring. Dan hari ke-10... dia panggil aku 'sayang' sambil ketawa kecil.
Bukan romantis yang biasa, tapi itulah momen paling manis sepanjang hidupku.
-------
Bab 1: Mereka yang Tak Saling Cari
Sora dan Keisuke adalah dua orang yang sangat berbeda dari pasangan romantis di film. Mereka tidakp ernah pacaran, tidak suka basa-basi manis, dan punya prinsip masing-masing yang teguh. Tapi justru itulah yang mempertemukan mereka-bukan karena saling mencari, tapi karena sama-sama bertahan. Keisuke menghormati batasan Sora, dan Sora mulai membuka ruang bagi niat yang tidak asal datang.
Bab 2: Janji yang Diam-diam Ditepati
Ketika Keisuke pergi untuk melanjutkan studi, ia tidak berjanji untuk kembali membawa cinta, tapi membawa kesiapan. Dua tahun kemudian, ia kembali. Tidak untuk mengulang cerita lama, tapi untuk memulai yang baru. Sora tidak langsung menerima, tapi ia tidak lagi menolak. Karena kali ini, niat datang lebih dulu daripada rasa.
Bab 3: Rumah Kecil, Cinta Besar
Mereka menikah tanpa pernah saling 'nembak'. Rumah mereka kecil, tapi setiap tawa yang lahir di dalamnya terasa luas. Dari nyetrika gosong, masakan gagal, hingga kompetisi siapa paling cepat nyuci piring, semuanya jadi kenangan. Cinta mereka bukan tentang kata-kata manis, tapi kerja sama diam-diam yang saling menjaga satu sama lain.
Bab 4: Mita dan Cermin yang Jujur
Mita, sahabat Sora, awalnya bingung. Sora yang dulu dingin sekarang hangat. Tapi justru itulah yang membuatnya percaya, bahwa mungkin cinta tidak harus selalu bikin jantung deg-degan-kadang cinta adalah tempat kamu bisa jadi diri sendiri tanpa takut salah.
Bab 5: Jalan Pulang yang Sama
Ketika Sora dan Keisuke duduk di teras rumah sambil minum teh, mereka tahu: cinta bukan tentang memulai paling cepat. Tapi tentang siapa yang bertahan paling dalam. Dan Mita? Kini sedang menulis novel ini-bukan untuk bercerita soal orang lain, tapi untuk mengingat bahwa cinta logis pun bisa bikin hati meleleh.
----------
Bab 1: Aku Bukan Anti Cinta, Aku Anti Drama
Dulu, aku selalu dibilang dingin. Padahal aku cuma gak mau terjebak hubungan tanpa arah. Pacaran? Enggak. Aku percaya cinta itu harusnya serius dari awal. Makanya waktu Keisuke mulai muncul, aku gak langsung tertarik. Aku hanya memperhatikan. Dia beda, tapi aku tetap jaga jarak. Karena bukan dia yang pertama tertarik padaku... dan aku gak mau dia jadi yang pertama patah hati juga.
Bab 2: Batasan yang Menguji
Keisuke gak pernah maksa ngobrol. Dia hadir tanpa ganggu, bantu tanpa pamer. Itu aneh buatku-karena aku terbiasa dengan cowok yang sok ramah padahal cuma modus. Tapi Keisuke beda. Dan justru itu bikin aku bingung: kalau dia beneran tulus, kenapa aku takut berharap?
Bab 3: Saat Dia Pergi
Dia bilang mau lanjut studi. Aku kira dia akan pergi dan lupa. Tapi ternyata enggak. Dia pamit baik-baik. Gak janji akan kembali. Tapi cara dia pamit... bikin aku percaya. Kalau dia datang lagi, mungkin bukan sebagai teman biasa. Tapi sebagai seseorang yang siap ambil peran lebih besar di hidupku.
Bab 4: Waktu yang Ditunggu
Dua tahun berlalu. Aku berubah. Lebih terbuka, lebih berani bilang 'kangen' ke sahabatku, Mita. Dan tiba-tiba... dia muncul. Bawa payung. Bawa map. Bawa niat. Bukan rayuan. Aku gak langsung bilang iya. Tapi aku ajak dia ke rumah. Karena bicara serius soal hidup... tempatnya memang di rumah, bukan di kafe.
Bab 5: Aku Istrinya
Sekarang... aku bangun tiap pagi, bukan sebagai cewek anti pdkt lagi. Tapi sebagai istri. Dan suamiku? Orang yang dulu aku tolak-tolak diam-diam, sekarang malah aku suapin waktu dia sakit. Cinta itu bukan soal deg-degan tiap hari. Tapi tenang, paham, dan tumbuh sama-sama. Dan akhirnya... aku bisa bilang 'sayang' tanpa takut, karena aku tahu: dia datang bukan buat main-main.