Low Healer: Mahasiswa yang Nyasar ke Dunia Isekai
Chapter 1: Tersesat di Kampus
Ari adalah seorang mahasiswa baru yang baru saja menginjakkan kaki di universitas besar yang penuh dengan gedung-gedung tinggi dan lorong-lorong panjang. Hari pertama kuliah penuh dengan kebingungan. Semua orang tampak tahu ke mana mereka harus pergi, sedangkan Ari, yang masih baru, merasa seperti ikan di luar air. Ia harus menuju ruang kuliah untuk kelas pengantar jurusannya, tetapi setiap sudut kampus terasa asing dan membingungkan.
Setelah berputar-putar dan mengecek jadwalnya, Ari masih belum bisa menemukan ruang kelas yang tepat. Tiba-tiba, di ujung lorong yang sepi, ia melihat sebuah pintu yang agak mencurigakan dengan tulisan besar di atasnya: "Kelas Isekai." Pintu itu terlihat berbeda dari yang lain, dengan desain yang tidak biasa, seolah-olah itu bukan bagian dari kampus biasa. Ada aura misterius yang membuatnya penasaran.
Tanpa berpikir panjang, Ari memutuskan untuk membuka pintu tersebut. Begitu ia melangkah masuk, ia disambut dengan pemandangan yang sangat berbeda dari ruang kelas biasa. Ruangan itu luas, dengan banyak kursi yang sudah terisi oleh mahasiswa-mahasiswa lain. Mereka semua tampak seperti mahasiswa biasa, tetapi ada sesuatu yang berbeda—suasana mereka agak gelisah, seolah sedang menunggu sesuatu yang besar.
Ari merasa aneh, tetapi ia tidak bisa mundur begitu saja. Ia duduk di salah satu kursi kosong, yang langsung terasa tidak nyaman, seolah ruangan itu memiliki atmosfer yang tegang dan penuh rahasia. Di depan kelas, seorang pengajar berdiri dengan ekspresi serius, mengenakan jubah panjang yang terlihat agak kuno. Pengajaran di kelas ini jelas bukan sesuatu yang biasa, dan Ari merasa semakin cemas namun juga tertarik.
"Selamat datang, para peserta Kelas Isekai," suara pengajar itu menggema di seluruh ruangan. "Hari ini kalian akan mendapatkan pemahaman dasar tentang undangan yang telah kalian terima. Kalian semua dipilih untuk melawan Raja Iblis di dunia fantasi."
Ari terkejut. Ini bukan kuliah biasa. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi sepertinya semua orang di sini sudah tahu tentang hal ini. Mata mahasiswa-mahasiswa lain tampak terfokus penuh pada pengajar, seolah mereka menunggu sesuatu yang sangat penting.
"Undangan yang kalian terima," lanjut pengajar, "adalah kesempatan untuk melawan Raja Iblis di dunia lain. Dunia ini membutuhkan kalian untuk bertarung dan mengalahkan kekuatan gelap yang mengancam. Waktu di Bumi hanya akan berlalu selama satu bulan, namun di dunia tersebut, satu tahun akan terhitung. Kalian harus berhasil sebelum waktu tersebut habis, atau dunia itu akan jatuh ke tangan sang Raja Iblis."
Ari masih terperangah, tidak tahu apakah ia sedang bermimpi atau apakah semuanya ini nyata. Pengajar melanjutkan penjelasan tentang dunia fantasi tersebut, mengungkapkan berbagai peran yang akan diberikan kepada mereka. Setiap orang yang dipilih akan menerima peran berdasarkan potensi mereka—pahlawan yang dapat menjadi pejuang, penyihir, pemburu, atau bahkan healer yang luar biasa.
"Akan ada berbagai peran yang kalian terima," kata pengajar itu dengan suara yang penuh tekad, "dan setiap peran memiliki kekuatan unik. Namun, ingatlah, peran yang kalian dapatkan sangat bergantung pada kemampuan masing-masing. Jika kalian terpilih untuk menjadi pahlawan, maka kalian akan diberi peran sesuai dengan potensi terkuat kalian."
Ari merasa bingung dan sedikit terintimidasi. Di dunia nyata, ia hanya seorang mahasiswa biasa tanpa kemampuan istimewa. Bagaimana jika ia tidak punya potensi seperti orang lain di sini? Semua orang tampaknya sangat serius tentang tugas mereka, tetapi Ari tidak tahu apa yang bisa ia lakukan.
Tiba-tiba, suara pengajar itu berubah lebih serius. "Namun, sebelum kalian diberi peran, saya harus bertanya satu hal kepada kalian," katanya. "Apakah kalian sudah siap?"
Ari yang masih bingung, hanya bisa mengangguk pelan. Sepertinya, semua orang di ruangan ini juga merasakan hal yang sama. Tetapi sebelum Ari sempat memikirkan lebih jauh, sesuatu yang aneh terjadi. Ruangan itu tiba-tiba berputar, dan dalam sekejap, ia merasa seolah-olah tubuhnya terangkat dan dibawa ke tempat lain.
Dalam hitungan detik, Ari sudah tidak lagi berada di dalam ruang kelas. Dunia yang ada di sekelilingnya tiba-tiba berubah menjadi gelap, dan sebuah suara menggema di telinganya, mengumumkan bahwa mereka telah dibawa ke dunia isekai yang misterius itu.
Ari merasa pusing, tapi di saat yang sama, ada rasa penasaran yang tumbuh di dalam dirinya. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Chapter 2: Peran yang Tak Terduga
Ari terjatuh ke tanah saat dunia sekitarnya berputar dan berubah dengan cepat. Sesaat setelah ia membuka matanya, ia mendapati dirinya berada di tempat yang sangat berbeda. Pemandangan yang ada di sekelilingnya adalah hutan yang lebat dengan pepohonan raksasa dan langit biru yang sangat cerah. Namun, kebingungan Ari belum berakhir.
Beberapa mahasiswa yang sebelumnya ada di ruang kelas kini juga berada di tempat yang sama. Mereka mulai berdiri, melihat sekeliling dengan cemas, sementara pengajar yang sama kini berdiri di depan mereka, memegang sebuah buku tebal.
"Selamat datang di dunia fantasi," kata pengajar itu, suaranya tegas dan penuh otoritas. "Kalian telah dipilih untuk melawan Raja Iblis. Kalian akan menerima peran sesuai dengan potensi masing-masing. Sekarang, saatnya untuk mengetahui apa peran yang akan kalian mainkan."
Semua orang di sekitar Ari tampak bersemangat. Beberapa dari mereka sudah mulai berbicara tentang keinginan mereka untuk menjadi penyihir yang hebat atau pejuang yang kuat. Ari, di sisi lain, merasa cemas. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, dan perasaan takut mulai muncul dalam dirinya. Jika semua orang ini mendapatkan peran besar yang memungkinkannya untuk bertarung, apakah ia akan menjadi bagian dari mereka?
Dengan tangan yang gemetar, Ari mendekati pengajar yang mulai membuka buku besar di hadapannya. "Ari," pengajar itu memanggil namanya, dan Ari melangkah maju, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Pengajar itu memeriksa namanya di buku, lalu meliriknya dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca.
"Peranmu...," pengajar itu berkata perlahan, seolah tidak percaya. "Low Healer."
Ari merasa terkejut. "Low Healer? Apa itu?" tanyanya, hampir tidak percaya.
Pengajar itu mengernyit, lalu mengangguk pelan, masih tampak bingung. "Ini... ini sangat langka," katanya dengan suara agak ragu. "Saya baru pertama kali melihat peran ini. Bahkan lebih jarang dari peran lainnya. Low Healer adalah peran yang hanya diberikan kepada... warga biasa, bukan untuk pahlawan."
Ari terdiam, serasa dikerumuni kekosongan. Ia mengira dirinya akan diberikan peran seperti penyihir, pejuang, atau setidaknya sesuatu yang lebih berguna untuk bertarung melawan Raja Iblis. Namun, ia malah diberikan peran sebagai seorang penyembuh dengan kemampuan yang sangat rendah, yang jelas tidak bisa berbuat banyak.
Semua orang di sekitar Ari mulai berbisik, ada yang terlihat heran, dan ada juga yang tampak tidak senang. Ari merasa semua mata tertuju padanya, seolah-olah ia bukan bagian dari mereka. Bahkan pengajar itu tampak sangat terkejut.
"Ini tidak bisa benar," pengajar itu berbisik pada dirinya sendiri, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Ari. "Peran ini... peran ini tidak seharusnya ada di sini. Harusnya kamu tidak terpilih."
Ari merasa semakin terpojok. "Lalu, bagaimana ini?" tanyanya, merasa sangat bingung. "Apakah saya bisa kembali ke dunia saya? Mungkin ada kesalahan."
Pengajar itu menatap Ari dengan wajah serius. "Sayangnya, kamu tidak bisa kembali begitu saja," jawabnya dengan suara yang penuh penyesalan. "Kamu sudah terpilih, dan tidak ada jalan untuk kembali. Kamu harus menyelesaikan misi ini bersama yang lainnya, atau tinggal di dunia ini selamanya. Kita semua berada di sini dengan satu tujuan: melawan Raja Iblis."
Ari merasa terjebak. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sebagai Low Healer, ia tidak mungkin bisa melawan Raja Iblis atau bertarung melawan monster-monster kuat yang ada di dunia ini. Ia tidak memiliki keterampilan bertarung atau kemampuan magis yang hebat. Hanya ada satu pilihan: ikut serta dalam perjalanan ini, meskipun ia merasa sangat tidak siap.
Para mahasiswa lainnya, yang sebelumnya sangat bersemangat, kini mulai memperhatikannya dengan tatapan kosong atau sekadar simpati. Beberapa orang bahkan berbisik di antara mereka sendiri, merasa bingung dengan kehadirannya. Ari merasa seperti beban bagi kelompok ini, tidak bisa berbuat banyak.
"Baiklah," pengajar itu akhirnya berkata, memecah kebisuan. "Peran kalian sudah ditentukan. Sekarang, kalian harus bersiap untuk perjalanan yang panjang dan penuh tantangan. Ingat, kalian harus melawan Raja Iblis sebelum satu tahun berlalu di dunia ini. Jika kalian gagal, dunia ini akan jatuh ke tangan kegelapan."
Ari hanya bisa mengangguk pelan. Ia merasa tak berdaya. Bagaimana bisa ia melawan musuh yang begitu kuat, jika ia bahkan tidak tahu bagaimana cara bertarung dengan kemampuan yang dimilikinya?
"Sekarang," pengajar itu melanjutkan, "kalian akan diberikan perlengkapan dasar dan mulai berlatih. Setiap orang akan diberikan alat dan senjata yang sesuai dengan peran mereka."
Namun, ketika giliran Ari tiba, ia tidak diberikan senjata atau alat tempur apapun. Hanya ada sebuah jimat kecil yang diberikannya, yang berfungsi untuk menyembuhkan luka ringan. Itu saja. Ari hanya bisa menerima jimat itu dengan perasaan yang semakin berat.
Perjalanan baru saja dimulai, dan Ari tahu bahwa ia harus bertahan hidup di dunia yang sama sekali tidak ia kenal. Dengan peran yang begitu lemah, ia hanya bisa berharap bahwa ada jalan lain untuk membuktikan dirinya, meskipun ia tahu itu akan sangat sulit.
Dengan perasaan campur aduk, Ari memulai langkah pertamanya di dunia fantasi ini, berharap suatu saat nanti ia bisa menemukan cara untuk menjadi lebih dari sekadar "Low Healer".
Chapter 3: Dukungan dan Perbedaan yang Terlihat Jelas
Ari berjalan dengan langkah berat melalui jalan setapak hutan yang dihiasi dengan pepohonan besar dan semak-semak lebat. Di sekelilingnya, beberapa mahasiswa lain yang baru saja tiba di dunia fantasi ini sedang berkelompok, membicarakan peran mereka dan berbagi rencana. Di antara mereka, banyak yang tampak percaya diri, bahkan ada yang sudah mulai menguji kemampuan mereka dengan senjata atau sihir yang mereka terima.
Sementara itu, Ari merasa seperti terasingkan. Peran yang ia dapatkan, Low Healer, bukanlah peran yang dihargai oleh kelompok-kelompok yang tengah berlatih ini. Mereka tampak menganggapnya sebagai beban. Namun, di tengah semua itu, ada beberapa orang yang menunjukkan kebaikan hati dan menawarkan dukungan. Mereka adalah teman-teman sekelas yang merasa kasihan melihat Ari yang terlihat bingung dan tak berdaya.
Salah satunya adalah Rina, seorang wanita muda dengan rambut panjang berwarna coklat yang memiliki kemampuan penyembuhan yang luar biasa. Rina mendekati Ari dan menawarkan sebuah senyuman hangat. “Jangan khawatir, Ari. Kami akan membantumu. Kita akan cari cara agar kamu bisa bertahan hidup di sini,” katanya dengan penuh semangat.
Teman-teman lain seperti Danu, seorang pemuda dengan tubuh tinggi besar dan keahlian bertarung, juga turut memberikan semangat. “Kami akan menjaga punggungmu. Setidaknya, kamu punya kemampuan penyembuhan, itu sudah sesuatu yang berharga,” katanya sambil menepuk bahu Ari dengan keras.
Meskipun demikian, Ari tidak bisa menghilangkan perasaan pesimis yang terus menghantuinya. Sebagai Low Healer, ia merasa sangat terbatas. Ia melihat bagaimana teman-temannya dengan peran seperti Pejuang atau Penyihir sudah mulai berlatih menggunakan senjata dan sihir mereka. Mereka bisa menggunakan pedang, busur, atau mantra kuat yang bisa menghancurkan monster-monster yang ada di dunia ini. Di sisi lain, ia hanya memiliki Basic Heal—kemampuan untuk menyembuhkan luka ringan, sesuatu yang bahkan tidak bisa digunakan untuk bertarung.
Di malam hari, mereka berkumpul di sebuah tempat perkemahan sementara, membahas rencana mereka untuk melawan monster-monster yang akan mereka temui dalam perjalanan. Ari menyadari bahwa, meskipun ia dihargai oleh beberapa orang, ia masih merasa jauh tertinggal. Peran penyembuh yang ia miliki sangat berbeda dengan peran Healer milik orang lain yang ditemuinya. Di suatu kesempatan, mereka bertemu dengan seorang Hero Healer, seorang pria bernama Kairo yang memiliki kemampuan penyembuhan luar biasa.
Kairo adalah seorang pria muda dengan penampilan yang karismatik dan aura yang kuat. Ia memiliki kemampuan penyembuhan tingkat tinggi dan sejumlah skill yang luar biasa, seperti Revitalize, yang dapat mengembalikan kekuatan seseorang dengan cepat, atau Mass Cure, yang menyembuhkan semua orang di sekitarnya dalam sekejap. Kairo juga dapat memperkuat tubuh teman-temannya dengan Protective Aura, kemampuan yang bisa melindungi mereka dari serangan musuh.
Ari hanya bisa memandangi dengan rasa kagum dan sedikit cemas. Semua kemampuan Kairo tampak jauh lebih canggih dan berguna dibandingkan dengan Basic Heal yang ia miliki. Setiap kali Kairo menggunakan skill penyembuhannya, orang-orang di sekitarnya langsung merasa segar dan penuh energi, seolah-olah mereka tidak pernah terluka sama sekali. Ari hanya bisa merasa iri, bertanya-tanya bagaimana ia bisa menjadi seperti itu.
“Skill kalian berbeda jauh, Kairo,” ujar Danu dengan penuh kekaguman saat Kairo menyembuhkan sebuah luka serius pada teman mereka. "Peranmu sangat kuat."
Kairo tersenyum tipis, meskipun ia bisa merasakan keinginan Ari untuk memiliki kemampuan yang sama. "Ya, peranku sebagai Hero Healer memang lebih kuat. Tapi ingat, Ari," ia menatap Ari dengan serius, "meskipun peranmu terdengar rendah, itu bukan berarti kamu tidak berguna. Setiap orang punya kemampuan unik yang bisa digunakan untuk membantu rekan-rekannya."
Namun, Ari tetap merasa kecil. Ia mencoba menggunakan perlengkapan dan senjata yang diberikan, berharap setidaknya ia bisa membantu dalam pertempuran. Namun, begitu ia mencoba memegang pedang, busur, atau bahkan perisai, perasaan aneh langsung muncul. Tangan Ari terasa seperti tidak bisa menggenggamnya dengan benar. Seolah ada kekuatan yang menahan tangannya. Setelah mencoba berkali-kali, ia pun menyerah. Ternyata, perannya sebagai Low Healer benar-benar menghalangi dirinya untuk menggunakan peralatan perang apapun.
“Kenapa aku tidak bisa?” pikir Ari frustasi dalam hati. "Ini tidak adil."
Rina yang melihatnya mencoba, datang mendekat. "Kamu tidak bisa menggunakan senjata apapun, kan?" tanyanya dengan lembut. “Sepertinya, peranmu memang hanya memungkinkanmu untuk menyembuhkan dan membantu dengan cara lain.”
Ari hanya mengangguk, merasa semakin tak berdaya. Ia merasa sangat terbatas, dan perasaannya semakin berat. Teman-temannya tetap memberikan dukungan, tetapi Ari tahu, tanpa keterampilan bertarung yang baik, ia hanya bisa berharap agar mereka semua bisa menjaga dirinya.
Malam itu, setelah semua orang tidur, Ari duduk sendirian di bawah pohon besar, termenung. Ia memikirkan perbedaan besar antara dirinya dan orang-orang di sekelilingnya. Hero Healer seperti Kairo memiliki kekuatan luar biasa, sementara dirinya hanya memiliki Basic Heal, kemampuan yang hampir tidak bisa digunakan dalam pertempuran. Ia merasa seperti berada di tempat yang salah—seperti ia terperangkap dalam peran yang tidak pernah seharusnya dimilikinya.
Ari tidak tahu apa yang akan terjadi di perjalanan mereka selanjutnya, tetapi satu hal yang pasti: ia harus menemukan cara untuk bertahan hidup di dunia ini dan membuktikan bahwa meskipun ia Low Healer, ia masih memiliki sesuatu yang berharga untuk diberikan.
Chapter 4: Terjebak dalam Kegelapan
Hutan itu sunyi, angin berhembus pelan melalui ranting pohon yang tinggi menjulang. Ari duduk terdiam di atas batu besar, menatap ke arah kelompok yang perlahan menjauh. Mereka, kelompok yang selama ini memandangnya dengan tatapan penuh ejekan dan kebencian, akhirnya membuat keputusan besar—dan Ari adalah korban dari keputusan itu.
Kelompok itu tidak bisa menerima kenyataan bahwa Ari, yang mereka anggap sebagai "beban", terus ikut bergabung dengan mereka. Dalam pandangan mereka, Ari hanyalah seorang penghalang—seorang Low Healer yang tidak bisa membantu dalam pertempuran atau menjalankan misi apapun yang berharga. Mereka merasa bahwa keberadaannya hanya memperlambat kelompok, membuat mereka kesulitan dalam menghadapi tantangan di dunia fantasi yang penuh bahaya ini.
Ari melihat mereka dengan rasa bingung dan cemas. “Kalian... kenapa?” ia berbisik pelan, tetapi tidak ada yang menjawab. Mereka hanya menatapnya dengan pandangan dingin dan pergi begitu saja, meninggalkan Ari sendirian.
Ari tidak bisa mengerti. Mereka tidak hanya menjauhinya, tapi juga meninggalkannya di tempat yang sangat berbahaya, jauh dari kelompok utama. Hutan ini dikenal sebagai tempat yang dipenuhi dengan monster ganas—makhluk-makhluk buas yang tidak segan-segan menyerang siapa pun yang tidak siap.
“Jangan khawatir, kami akan kembali untukmu...,” kata mereka sebelumnya, tetapi Ari tahu itu adalah kebohongan. Mereka tidak akan kembali. Mereka berharap ia akan mati di sini, dimangsa oleh monster atau kehilangan nyawanya dalam kesendirian.
Ari menghembuskan napas panjang, berusaha menenangkan diri. Ia tidak bisa panik. Ia harus bertahan hidup.
Dengan perasaan berat, ia mulai berjalan menjauh dari tempat di mana kelompok itu meninggalkannya. Tidak ada tujuan jelas, hanya bertahan hidup. Ia membawa jimat penyembuh yang diberikan kepadanya sebelumnya—satu-satunya perlengkapan yang dimilikinya. Itu adalah sesuatu yang sangat berguna, namun terbatas.
Hutan semakin gelap seiring berjalannya waktu, dan suara-suara aneh mulai terdengar dari balik pepohonan. Ari berhenti sejenak, mencoba mendengarkan. Hatinya berdebar kencang. Tak jauh di depannya, sebuah gerakan mencurigakan menarik perhatiannya. Sebuah makhluk dengan tubuh kecil dan tubuh seperti manusia, namun wajahnya penuh dengan kekejian, muncul dari balik semak-semak—sebuah goblin.
Ari terkesiap. Goblin itu menatapnya dengan mata liar, giginya yang tajam terlihat jelas di bawah cahaya redup bulan. Ari tahu, ia tidak punya banyak waktu.
Dia memeriksa tubuhnya, berusaha menemukan cara untuk melawan, tapi tidak ada apapun yang bisa digunakan. Sebagai Low Healer, ia hanya bisa mengandalkan Basic Heal—tidak ada sihir yang bisa membantunya atau senjata untuk menyerang. Hanya kemampuan penyembuhan yang bisa digunakannya. Dan itu tidak akan membantu dalam pertempuran.
Goblin itu mulai mendekat, mengeluarkan suara geraman rendah yang penuh ancaman. Ari mulai mundur, langkahnya cepat, mencoba menjauh dari makhluk itu. Namun, ia tahu, jika ia terus melarikan diri, ia akan kelelahan dan akhirnya ditangkap.
Tanpa pilihan lain, Ari menoleh dan bersiap untuk menghadapi makhluk itu. Ia harus bertahan hidup, tidak peduli betapa lemah ia merasa.
"Basic Heal..." Ari berbisik pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan dirinya. Kemampuan itu, meskipun tidak banyak, bisa memberinya sedikit kelegaan jika ia terluka.
Namun, itu tidak cukup untuk menghentikan goblin itu. Goblin tersebut berlari cepat ke arahnya, menyerang dengan sebuah tombak yang terbuat dari kayu kasar. Ari hanya bisa menghindar, melangkah mundur, dan berusaha menghindari serangan itu dengan gerakan yang lincah meskipun tubuhnya gemetar ketakutan.
Ari akhirnya terjatuh, dan goblin itu menyerangnya lagi, mencoba menusukkan tombaknya. Ari tidak punya pilihan lain. Ia menahan tombak itu dengan tangan kosong, mencoba mencegahnya masuk lebih dalam ke tubuhnya, meskipun rasa sakit mulai terasa di telapak tangannya.
Dengan usaha keras, Ari berhasil menendang tubuh goblin itu ke samping, membuatnya terhuyung mundur. Namun, meski ia berhasil bertahan sejenak, rasa sakitnya semakin parah. Perlahan, luka-luka kecil mulai membekas di tubuhnya. Tanpa senjata dan tanpa kemampuan bertarung yang memadai, ia hanya bisa mengandalkan Basic Heal untuk menyembuhkan dirinya.
"Ini... ini bukan cukup..." Ari berbisik sambil mengerang, menggunakan jimat kecil itu untuk menyembuhkan dirinya.
Namun, tiba-tiba, Ari merasakan sesuatu yang aneh. Rasa sakit yang ia alami seakan menjadi motivasi. Setiap kali ia terluka, ia bisa merasakan tubuhnya mulai pulih sedikit demi sedikit. Ia merasa kekuatan dalam dirinya, meskipun kecil, terus menerus bekerja. Keajaiban itu adalah Basic Heal. Tidak banyak, tetapi cukup untuk bertahan hidup.
Dengan sisa tenaga yang ada, Ari akhirnya meninju goblin itu dengan sekuat tenaga, menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuh goblin yang berusaha menyerangnya. Setelah beberapa kali pukulan, ia berhasil menggulung tubuh goblin itu hingga terjatuh ke tanah, lemas tak berdaya. Goblin itu tergeletak, sesaat kemudian, Ari dengan perlahan mulai menyembuhkan luka-lukanya dengan Basic Heal.
"Aku... masih hidup?" pikir Ari, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ia berhasil mengalahkan goblin itu—tanpa senjata, tanpa keterampilan bertarung yang hebat, hanya dengan tekad dan kekuatan kecil yang ada padanya.
Namun, dia tidak punya waktu untuk merasa bangga. Dia harus segera melanjutkan perjalanan dan menemukan jalan keluar dari hutan ini. Ari tahu, masih banyak bahaya yang mengintai, dan ia harus terus bertahan hidup, bahkan jika dunia ini seolah menentangnya.
Chapter 5: Kemenangan dan Perubahan yang Aneh
Ari duduk terengah-engah di tanah, menatap goblin yang tergeletak tak bergerak. Tubuhnya terasa sakit, tapi ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang lebih besar dari sekadar kelegaan karena berhasil bertahan hidup. Ada semacam kekuatan baru yang mulai mengalir dalam dirinya.
Ia merasakan perubahan dalam tubuhnya, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Setiap luka yang ia sembuhkan dengan Basic Heal terasa lebih cepat, lebih efisien, dan lebih kuat. Kekuatan penyembuhannya, yang sebelumnya hanya bisa menyembuhkan luka kecil, sekarang tampak memberi efek yang jauh lebih besar. Dia menyembuhkan dirinya dengan lebih sedikit mana, dan luka-luka di tubuhnya terasa hilang begitu cepat, seakan-akan kemampuan penyembuhannya berkembang.
“Ini... apa yang terjadi?” Ari bergumam pelan, kebingungannya mencuat.
Ia menatap tangannya yang baru saja memukul goblin dengan sekuat tenaga, merasakan otot-ototnya yang terasa lebih kuat dari sebelumnya. Tentu saja, dia tahu bahwa selama ini perannya sebagai Low Healer tidak memungkinkan untuk bertarung dengan senjata atau alat perang apapun. Namun, untuk pertama kalinya, Ari merasakan sesuatu yang berbeda—kemampuan fisiknya meningkat, dan itu berkaitan langsung dengan pertarungannya barusan.
Level up—seseuatu yang sering didengar dalam cerita-cerita fantasi dan game yang pernah ia mainkan. Tetapi, kali ini, itu terjadi padanya. Dengan mengandalkan kemampuan fisik dan Basic Heal untuk bertahan hidup, ia benar-benar naik level.
Ari teringat penjelasan dari pengajar di kelas Isekai tentang bagaimana kemampuan seseorang akan berkembang sesuai dengan seberapa sering mereka melatihnya. Semakin sering kemampuan digunakan, semakin kuat dan efisien kemampuan tersebut akan menjadi. Dalam hal ini, kemampuan Basic Heal yang awalnya terbatas, kini mulai berkembang lebih baik karena ia memakainya terus-menerus untuk menyembuhkan dirinya.
“Aku... baru saja mengalahkan goblin dengan tangan kosong, dan sekarang aku merasa lebih kuat,” pikir Ari, menyadari bahwa tubuhnya telah berubah, bahkan lebih dari sekadar kekuatan penyembuhan yang meningkat. Tidak hanya penyembuhan yang lebih cepat, tetapi juga kekuatan fisiknya yang meningkat—ototnya terasa lebih kencang, kecepatan geraknya pun semakin cepat.
“Apakah ini... akibat dari pertempuran itu?” Ari bertanya-tanya, merenung sejenak. Tanpa sadar, dia telah menggunakan tubuhnya dalam pertarungan—dan itu berbuah sesuatu yang tak terduga. Dia tahu bahwa kemampuan fisik juga dapat meningkat jika digunakan dengan intensitas tinggi, tapi tidak pernah ia kira jika perubahan itu datang begitu cepat.
Di saat yang bersamaan, Ari merasakan rasa sakit di tubuhnya akibat pertempuran yang baru saja terjadi. Namun, rasa sakit itu tidak menghalanginya untuk terus maju. Alih-alih merasa lelah, ia merasa lebih hidup, lebih kuat. Seperti ada sesuatu yang membara di dalam dirinya, sesuatu yang mendorongnya untuk terus bertahan.
"Ini... luar biasa," bisiknya dengan penuh keheranan.
Namun, Ari sadar, meskipun tubuhnya telah berkembang dengan cara yang tidak terduga, dia tidak bisa berhenti. Dia harus terus melanjutkan perjalanan untuk bertahan hidup. Hutan ini penuh dengan bahaya, dan dia harus segera menemukan jalan keluar, kembali ke tempat yang aman. Dengan tekad baru yang muncul dalam dirinya, ia mengumpulkan sisa-sisa tenaganya dan berdiri. Meskipun tubuhnya terasa sedikit lebih kuat, dia tahu bahwa pertempuran masih belum berakhir.
Sementara itu, di sisi lain hutan, teman-teman Ari yang menyadari ia hilang mulai panik. Rina, Danu, dan beberapa anggota kelompok lainnya merasa cemas setelah mereka menyadari bahwa Ari telah menghilang tanpa jejak. Mereka mulai mencari-cari jejak Ari di hutan, berpencar dengan harapan bisa menemukannya. Rina, dengan wajah penuh kekhawatiran, terus memanggil nama Ari, berharap menemukan jejak yang bisa membawa mereka kembali ke tempatnya.
"Dia pasti terjebak di suatu tempat," kata Danu dengan nada cemas, matanya terus memindai pohon-pohon besar dan semak-semak yang ada di sekitar mereka. "Kita harus cepat mencarinya sebelum sesuatu yang buruk terjadi."
Rina merasa gelisah, namun ia tidak menunjukkan ketakutan di wajahnya. "Kita akan menemukannya, Danu. Ari pasti tidak jauh dari sini. Dia mungkin terluka, tapi kita harus tetap yakin."
Sementara mereka berjuang mencari Ari, Ari sendiri tengah berusaha keluar dari hutan. Tanpa mereka ketahui, pertempuran yang terjadi di antara dirinya dan goblin telah membentuk titik balik dalam kemampuan Ari. Kekuatan baru yang ia miliki—yang berasal dari level up—memberinya peluang untuk bertahan hidup lebih lama, bahkan melawan bahaya yang lebih besar. Meskipun masih banyak yang harus ia pelajari tentang dunia ini, satu hal yang pasti: Ari tidak akan menyerah begitu saja.
Ia tahu, perjalanan panjangnya baru saja dimulai, dan ia harus terus bertumbuh untuk menjadi lebih kuat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk membuktikan kepada semua orang bahwa ia memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar peran Low Healer yang diberikan kepadanya.
Chapter 6: Pengorbanan di Tengah Kehilangan
Ari merasa keringat dingin membasahi tubuhnya ketika dia akhirnya melihat bayangan-bayangan yang akrab di antara pepohonan. Teman-temannya. Rina, Danu, dan yang lainnya akhirnya menemukan jejaknya. Mereka berlari ke arahnya, wajah mereka penuh dengan kelegaan dan kekhawatiran yang bercampur aduk.
"Ari!" Rina berlari ke arahnya dengan cepat, dan Ari bisa melihat betapa cemasnya dia. "Kami mencarimu kemana-mana. Kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu?"
Ari hanya bisa tersenyum lemah, namun di matanya ada rasa bersalah yang mendalam. "Aku... aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir," jawabnya pelan, berusaha meyakinkan mereka meskipun tubuhnya masih terasa sakit dan lelah.
Danu juga datang mendekat, masih tampak cemas, namun lega melihat Ari hidup. "Kami sudah hampir kehilangan harapan, Ari. Kami takut sesuatu yang buruk terjadi padamu. Tapi... kenapa kamu sendirian di sini? Kenapa tidak kembali ke kelompok?"
Ari menundukkan kepalanya, menahan rasa bersalah yang menghimpit hatinya. "Aku tidak ingin jadi beban," jawabnya dengan suara yang hampir tidak terdengar, "Aku... aku harus belajar bertarung. Aku harus bisa membantu kalian. Aku tahu aku hanya Low Healer, tapi aku ingin bisa melindungi kalian."
Rina menatapnya dengan mata penuh empati. "Ari, kita semua ada di sini untuk saling membantu. Kamu bukan beban. Kami ingin kamu tetap bersama kami, tidak ada yang lebih penting daripada itu."
Namun, sebelum Ari bisa mengatakan lebih banyak, sebuah suara keras memecah keheningan. Suara gemuruh langkah kaki yang berat mengguncang tanah, dan udara terasa dingin dan berat, seakan-akan dunia di sekitar mereka berubah.
Teman-temannya membeku sejenak, menoleh ke arah suara itu. Dari balik semak-semak dan pohon besar, muncul sosok yang begitu besar dan mengerikan. Mata berwarna merah menyala dan tubuhnya yang besar seperti gunung, monster itu berdiri di hadapan mereka dengan suara menggelegar. Wujudnya seperti naga raksasa dengan sisik gelap dan taring yang tajam, melengking dengan suara yang mengguncang.
Monster itu—sebuah naga hitam—bukanlah makhluk yang seharusnya ada di daerah ini. Ini adalah musuh yang terlalu kuat untuk mereka hadapi. Danu dan yang lainnya langsung merasakan ketakutan yang dalam. Wajah mereka pucat, dan kaki mereka hampir tidak bisa bergerak karena ketakutan.
"Ini... ini tidak mungkin," kata Danu dengan suara serak. "Bagaimana... bagaimana naga ini bisa ada di sini? Ini bukan tempat untuk makhluk sekuat itu."
Rina tampak kebingungan dan ketakutan. "Kita tidak bisa melawan monster sebesar itu! Kita harus lari!"
Ari merasakan hatinya berdegup kencang, tapi di balik rasa takutnya, ada rasa bersalah yang semakin membebani. Aku tidak bisa membiarkan mereka mati... pikirnya. Mereka sudah cukup banyak berkorban untukku. Aku... aku harus melindungi mereka.
Sambil melihat ke arah teman-temannya yang mulai panik, Ari tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Mereka tidak bisa menghadapi naga itu, dan mereka pasti akan mati jika tetap bertahan. Di sisi lain, Ari tahu, sebagai Low Healer, dia tidak cukup kuat untuk melawan makhluk seperti itu. Tetapi ada satu cara untuk memberikan mereka kesempatan.
"Ari, kita harus pergi! Cepat!" teriak Rina, melihat Ari yang hanya berdiri diam.
Ari menarik napas panjang, rasa berat memenuhi dadanya. Dia tahu dia harus melindungi teman-temannya, bahkan jika itu berarti ia harus mengorbankan dirinya. Ari merasa seperti dia tidak punya pilihan. Jika ia terus bertahan, semua orang akan mati.
"Tidak... kalian harus pergi sekarang!" kata Ari, matanya penuh tekad, meskipun ada perasaan yang berat di dadanya. "Kalian harus lari, dan aku akan menghadapi monster ini. Ini satu-satunya cara untuk memberi kalian kesempatan untuk hidup."
"Ari, jangan! Jangan lakukan itu!" Rina berteriak, matanya berkaca-kaca. "Kami tidak bisa meninggalkanmu!"
"Tidak ada waktu!" Ari menatap mereka dengan tegas. "Jika kalian tinggal, kita semua akan mati. Pergi sekarang, atau kita semua akan berakhir di sini. Aku akan mengalihkan perhatian naga ini, beri aku waktu untuk memberi kalian kesempatan!"
Teman-temannya terdiam, mata mereka dipenuhi ketidakpercayaan dan kecemasan. Mereka ingin tetap bersama Ari, tapi mereka tahu dia benar. Mereka harus lari, atau mereka semua akan terbunuh.
Dengan hati yang berat, Rina akhirnya mengangguk dan menarik Danu untuk mundur. "Ari... hati-hati," katanya dengan suara lirih, sebelum ia dan yang lainnya mulai mundur, berlari menjauh.
Ari berdiri tegak, menatap naga hitam yang mendekat dengan langkah berat. Tubuhnya bergetar karena ketakutan, tapi hatinya dipenuhi dengan tekad. Jika aku harus mati, aku akan melakukannya untuk mereka.
"Naga besar," Ari berkata pelan, suaranya bergetar. "Aku mungkin tidak bisa menghentikanmu... tapi aku akan mencoba."
Dengan tangan kosong dan kemampuan penyembuhan yang terbatas, Ari maju untuk menghadapi monster itu. Ia tahu ini adalah pengorbanan yang tidak bisa dielakkan, namun di dalam dirinya, ia merasakan keberanian yang baru—dan itu memberinya kekuatan untuk melangkah maju meskipun ketakutan mencekam hatinya.
Ari siap bertarung, meskipun dia tahu, ini mungkin akan menjadi pertarungan terakhirnya.
Chapter 7: Kabar Buruk dan Awal Penyelidikan
Di kota utama, suasana mencekam menyelimuti setelah kabar tentang serangan naga tersebar. Meskipun Ari tidak diketahui nasibnya, seluruh kota dilanda kecemasan dan kekhawatiran. Para pahlawan yang terpilih untuk melawan Raja Iblis kini harus menghadapi ancaman yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.
Di dalam istana, Raja Yana, penguasa yang memimpin pasukan dan kebijakan untuk perang melawan Raja Iblis, menerima laporan dari pasukan yang kembali. Laporan itu datang dengan berita yang sangat mengejutkan—sebuah naga hitam raksasa telah muncul di daerah yang seharusnya aman. Bahkan lebih mengejutkan lagi, naga itu telah menghancurkan hampir seluruh wilayah hutan dan menyebabkan kehancuran besar. Namun, yang paling mencuri perhatian adalah kabar mengenai satu pahlawan yang rela mengorbankan diri untuk menyelamatkan teman-temannya.
“Jadi, ada seorang pahlawan yang menghadapi naga itu sendirian?” tanya Raja Yana dengan nada serius saat mendengar laporan dari kepala pasukan.
"Ya, Yang Mulia," jawab sang kepala pasukan, suara penuh rasa hormat dan kekhawatiran. "Menurut saksi mata yang berhasil selamat, seorang pemuda bernama Ari, yang dianggap sebagai Low Healer, mengalihkan perhatian naga tersebut agar teman-temannya bisa melarikan diri. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi selanjutnya, namun dari apa yang kami dengar, ia kemungkinan besar sudah gugur."
Raja Yana terdiam sesaat, merenung dalam-dalam. “Sungguh pengorbanan yang luar biasa,” katanya, mengelus janggutnya yang tebal. "Namun, ini adalah berita yang buruk bagi kita semua. Jika naga itu memang dikirim oleh Raja Iblis, ini artinya kita berhadapan dengan kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang kita duga."
Prajurit lain di sekitar ruangan tampak gelisah. Raja Iblis semakin dekat dengan tujuan utamanya, dan dengan kekuatan seperti naga ini, seluruh dunia bisa terancam dalam waktu singkat. Perang yang selama ini mereka persiapkan seolah-olah berubah menjadi perang melawan waktu—waktu yang semakin sempit.
Sementara itu, di luar istana, kabar tentang Ari yang dianggap telah gugur sebagai pahlawan mulai tersebar di kalangan masyarakat. Kabar ini cepat sampai ke telinga para pahlawan lain yang masih berada di kota. Rina, Danu, dan beberapa teman lainnya yang sebelumnya mencari Ari kini merasa kehilangan dan sangat tertekan. Mereka tak bisa mempercayai bahwa sahabat mereka telah mengorbankan dirinya, bahkan tanpa mereka bisa berbuat banyak.
Rina duduk termenung di sebuah sudut kota, mengingat kembali kata-kata Ari sebelum ia mengorbankan dirinya. Aku akan memberikan kalian kesempatan. Air mata mulai mengalir di pipinya, namun ia berusaha menahan tangis. "Ari, aku akan membuktikan bahwa pengorbananmu tidak sia-sia," bisiknya dengan tekad.
Danu yang duduk di sampingnya menatap kosong ke depan, pikirannya teralihkan ke apa yang sebenarnya terjadi di hutan itu. “Bagaimana mungkin kita tidak tahu tentang naga itu sebelumnya?” kata Danu dengan penuh rasa bingung. "Dan sekarang, kita tidak tahu apa yang terjadi pada Ari. Bagaimana bisa dia menghadapi monster seperti itu sendirian? Apa yang terjadi setelah itu?"
Rina menghapus air mata di pipinya dan berdiri. "Aku harus melaporkan ini ke penguasa. Ada sesuatu yang aneh tentang naga itu. Tidak mungkin monster seperti itu muncul begitu saja di daerah yang seharusnya aman. Ini bukan kebetulan."
Sementara itu, di balik kabut kebingungannya, Raja Iblis mulai merencanakan langkah berikutnya. Kabar tentang para pahlawan yang baru saja dipilih untuk melawan dirinya telah mencapai telinga para pengikut setianya. Untuk menghancurkan harapan mereka, ia memutuskan untuk mengirim naga hitam—sesuatu yang lebih dari sekadar ujian biasa. Raja Iblis tahu bahwa dengan mengirim makhluk sekuat itu, ia bisa menguji kemampuan para pahlawan yang masih muda dan tidak berpengalaman.
Tidak hanya itu, serangan naga ini juga menjadi peringatan. Jika mereka ingin mengalahkan Raja Iblis, mereka harus siap menghadapi ancaman yang lebih besar dari sekadar pasukan biasa. Rencananya sudah terencana dengan matang: dia akan menghancurkan setiap harapan mereka, satu per satu.
“Lanjutkan pencarian mereka. Jangan beri mereka kesempatan untuk bersiap,” perintah Raja Iblis dengan suara yang berat dan penuh kebencian. “Biarkan mereka merasa takut. Mereka belum siap menghadapi ancaman sejati.”
Sementara itu, Rina dan Danu, bersama dengan teman-teman Ari yang lain, memutuskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Mereka tidak bisa menerima begitu saja bahwa Ari telah gugur. Mereka percaya ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi. Mereka pun mulai menyusun rencana untuk mencari tahu siapa yang mengirim naga itu, dan apakah ada yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan Ari—atau setidaknya, memberi arti pada pengorbanannya.
Di tengah kesibukan mereka, satu hal yang jelas: perang yang mereka hadapi jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan, dan setiap langkah mereka akan menentukan nasib dunia yang sedang terancam oleh Raja Iblis.
Namun, tidak ada yang tahu bahwa Ari, meskipun dianggap gugur, ternyata masih hidup dan telah berubah lebih kuat dari sebelumnya, tanpa siapapun yang mengetahui perubahan besar yang sedang terjadi padanya.
Chapter 8: Pertarungan Melawan Naga
Ari berlari dengan sekuat tenaga, tubuhnya bergetar karena ketakutan dan rasa sakit. Namun, ia tahu satu hal yang lebih penting daripada rasa takutnya—ia harus menjauhkan naga itu dari kota. Jika makhluk itu sampai menghancurkan kota, maka teman-temannya yang sudah melarikan diri dan seluruh warga yang tak terhitung jumlahnya akan menjadi korban. Ari harus menjadi umpan untuk memastikan mereka selamat, meskipun dia tahu betapa sulitnya itu.
Dengan napas yang terengah-engah, Ari berlari melewati pepohonan besar, mencoba menghindari serangan-serangan dari naga hitam yang mengejarnya. Setiap kali naga itu meluncurkan semburan api dari mulutnya, Ari menunduk dan berputar dengan gesit, berusaha menghindari api yang melesat begitu cepat. Tubuhnya masih terasa kaku dan penuh rasa sakit setelah pertempuran dengan goblin sebelumnya, tetapi dia tahu bahwa ia tidak bisa berhenti.
"Saat ini... aku harus bertahan," gumamnya, napasnya terdengar berat. "Aku harus mengarahkanmu menjauh dari kota."
Tapi, meskipun Ari berlari secepat mungkin, naga itu terus mengejarnya dengan kecepatan luar biasa. Suara sayapnya yang besar menggunturkan udara di sekitarnya, dan setiap langkah kaki naga yang berat membuat tanah bergetar. Ari bisa merasakan getaran itu semakin mendekat.
Tiba-tiba, serangan api kembali meluncur ke arahnya. Tanpa bisa menghindar, Ari terhantam oleh semburan api yang membakar tubuhnya. Rasa sakit itu luar biasa, tapi Ari menahan jeritan dan segera meraih sakunya, mengeluarkan sedikit mana untuk menggunakan Basic Heal. Cahaya hijau lembut muncul di telapak tangannya, dan luka-luka yang menghitam akibat api perlahan-lahan sembuh.
Namun, efek penyembuhan itu tidak bertahan lama. Tubuhnya masih terasa terbakar dan lemah, dan setiap kali dia bergerak, rasa sakitnya semakin terasa. Ari tidak punya waktu untuk beristirahat. Naga itu tidak memberi ampun, dan dia tahu dia harus terus bergerak.
"Jika aku berhenti, semuanya akan sia-sia," bisiknya, wajahnya penuh tekad meski tubuhnya kelelahan.
Ari kembali berlari, menghindari serangan demi serangan yang datang dari naga hitam itu. Setiap kali terluka, ia menggunakan Basic Heal untuk menyembuhkan dirinya sendiri, meskipun kekuatan penyembuhannya terbatas. Tetapi Ari tidak menyerah, karena ia tahu bahwa setiap langkah yang ia ambil semakin menjauhkan naga itu dari kota. Itu adalah harga yang harus dia bayar, dan ia siap menghadapinya.
Dalam perjalanan melarikan diri, Ari teringat kata-kata teman-temannya yang pernah menghiburnya. “Kamu bukan beban, Ari. Kamu adalah bagian dari kita, dan kita akan selalu bersama.” Kata-kata itu kembali menguatkan tekadnya. Aku harus berjuang demi mereka. Demi semuanya.
Ari menatap naga yang terus mengejarnya dengan mata penuh semangat. Ia tahu tubuhnya lemah, namun dalam hatinya ada kekuatan yang tak terlihat. Rasa sakit yang luar biasa tidak menghalanginya untuk terus berlari, untuk terus bertahan.
Namun, naga itu mulai semakin mendekat. Ari bisa merasakan panas dari napas naga yang membakar udara di sekitarnya. Itu hanya masalah waktu sebelum naga itu menangkapnya. Tetapi dalam detik-detik terakhir, Ari menemukan sebuah celah. Dengan seluruh tenaga yang tersisa, ia melompat ke samping, membuat naga itu meleset sedikit.
Tak ingin memberi kesempatan untuk diserang, Ari berlari lagi. Kali ini, ia memutuskan untuk mengarahkannya lebih jauh, menuju jurang besar yang terletak tidak jauh dari tempat mereka bertarung. Jika dia bisa membawa naga itu ke sana, mungkin ia bisa memanfaatkannya untuk menjauhkan monster itu dari kota.
Ari merasakan sedikit harapan muncul dalam dirinya. Namun, naga itu tidak bodoh. Dengan kecepatan luar biasa, naga itu mengejar kembali, bahkan lebih cepat daripada sebelumnya.
Saat naga itu meluncurkan serangan api terakhir yang sangat kuat, Ari menyadari bahwa dia tidak akan mampu menghindarinya kali ini. Api itu datang dengan sangat cepat dan besar, hampir seperti tsunami yang siap menghancurkan segala hal di hadapannya.
Namun, dalam saat-saat terakhir, Ari memutuskan untuk mengambil langkah terakhir, menyerahkannya pada nasib. Ia mengangkat kedua tangannya, mengaktifkan Basic Heal dengan seluruh mana yang dimilikinya. Sebuah cahaya hijau menyelubungi tubuhnya, berusaha mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh api itu.
Api itu menghantam tubuhnya dengan dahsyat, tetapi saat itulah sesuatu yang aneh terjadi. Mananya yang terbatas ternyata cukup untuk menahan sebagian besar efek api itu, dan tubuhnya yang terluka parah mulai pulih dengan cepat berkat keajaiban dari heal yang terus berlangsung.
Namun, tubuh Ari sudah terlalu lelah, dan luka-luka sebelumnya membuatnya semakin lemah. Dengan langkah yang goyah, ia terus berlari. "Aku harus bisa mencapai jurang itu," pikirnya. "Aku harus melakukannya untuk mereka."
Ari melihat jurang besar itu di kejauhan, dan dengan seluruh tenaga yang tersisa, ia berlari ke arah itu, memimpin naga untuk mengikutinya. Naga itu mengejar, tetapi semakin mendekat ke tepi jurang. Ari merasa ada harapan, meskipun sedikit, bahwa ia bisa menuntaskan pengorbanannya.
Dengan satu dorongan terakhir, Ari melompat menuju tepi jurang, sementara naga itu menerjang ke arahnya dengan kecepatan penuh. Saat naga itu hampir mencapai tepi jurang, Ari merasakan tubuhnya terjatuh, dan dunia di sekitarnya mulai gelap.
Namun, dalam kegelapan itu, ia tersenyum. “Aku... telah memberi mereka kesempatan.”
Chapter 9: Kekuatan yang Tumbuh dari Pengorbanan
Ari terjatuh ke dalam jurang, dan dunia di sekitarnya mulai mengabur. Rasanya seperti tubuhnya telah terkuras habis—keletihan, luka, dan ketakutan yang mendalam menyatu dalam kegelapan yang menyelimutinya. Namun, meskipun matanya mulai meredup, pikirannya masih sadar. Aku... harus bertahan...
Tiba-tiba, sebuah sensasi yang aneh mengalir ke dalam tubuhnya. Cahaya hijau yang familiar muncul di sekeliling tubuhnya, dan meskipun tubuhnya hampir tidak memiliki tenaga lagi, Basic Heal secara otomatis aktif, menyembuhkan luka-luka berat yang menghancurkan kulit dan dagingnya. Pada awalnya, Ari merasa heran. Biasanya, dia harus secara sadar mengaktifkan kemampuan ini, tetapi sekarang, heal tersebut seolah-olah bekerja tanpa diperintah, seolah ia memiliki energi tak terbatas untuk memperbaiki dirinya.
Rasa sakit yang hampir membuatnya kehilangan kesadaran mulai mereda, dan dengan setiap detik yang berlalu, tubuhnya terasa semakin ringan. Seperti angin segar yang menyapu tubuhnya, energi baru mengalir ke dalam setiap otot yang lelah, setiap tulang yang rapuh. Ari mendapati dirinya seperti baru bangun dari tidur panjang, tanpa kelelahan sama sekali.
Ini... apa yang terjadi?
Ari mencoba bergerak, dan tubuhnya tidak lagi terasa sakit. Luka-luka yang sebelumnya menghancurkan kulit dan membakar tubuhnya kini hilang begitu saja, seolah waktu mundur ke saat ia pertama kali diserang. Basic Heal bukan hanya menyembuhkan luka-lukanya—kemampuan itu tampaknya juga menyegarkan tubuhnya, mengurangi kelelahan luar biasa yang selama ini ia alami.
"Apakah... ini yang dimaksud dengan 'level up'?" gumam Ari dengan suara lemah, tetapi penuh rasa heran.
Sesuatu dalam dirinya telah berubah. Sadar atau tidak, Ari sekarang berada pada titik di mana Basic Heal bukan hanya sekadar kemampuan penyembuhan biasa. Dengan terus menggunakannya pada dirinya sendiri, kemampuan itu telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih besar. Heal kini secara otomatis aktif setiap kali dia terluka, dan yang lebih mengejutkan, kemampuan ini juga mengurangi kelelahan fisik yang luar biasa—sebuah efek samping yang tidak pernah dia duga sebelumnya.
Dengan penuh kebingungan, Ari mencoba berdiri. Meski lelah, seolah-olah tubuhnya sudah pulih sepenuhnya. Ia merasa segar kembali, bahkan lebih baik daripada sebelumnya. Rasa sakit yang terus menerus menggerogoti tubuhnya seolah hilang begitu saja, dan bahkan sedikit energi yang hilang setelah berlarian menghindari naga itu kembali seperti semula.
Ketika ia melangkah lebih jauh ke dalam jurang, ia merasa seolah ia telah kembali dari batas kemampuannya. Setiap langkah terasa lebih ringan, dan meskipun ia tahu tubuhnya seharusnya lelah—sudah terlalu lama ia bertahan hidup dalam kondisi yang mengerikan—ia merasa seolah baru memulai perjalanannya.
“Ini... ini luar biasa,” bisik Ari, tidak bisa percaya dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya. Tubuhnya benar-benar terasa berbeda. Tidak hanya fisiknya yang pulih, tetapi juga kekuatan yang berasal dari heal itu memberikan dorongan mental yang luar biasa. Ari merasa bahwa apa yang seharusnya merupakan beban, kini menjadi kekuatan besar yang membantunya bertahan.
Ari berhenti sejenak dan mencoba fokus pada kemampuan barunya. Ia mengaktifkan Basic Heal lagi, bukan karena dirinya terluka, tetapi untuk menguji sejauh mana kemampuan ini dapat bekerja tanpa batasan. Dengan tenang, Ari menatap luka-lukanya yang sempat terbakar oleh api naga, lalu memfokuskan pikirannya pada heal.
Cahaya hijau muncul dengan lebih cerah dari sebelumnya, kali ini jauh lebih cepat dan lebih kuat. Tubuh Ari yang sempat hancur oleh luka kini pulih dalam hitungan detik, dan bahkan luka-luka lama yang sempat menghambat gerakannya ikut sembuh dengan cepat.
“Ini... lebih dari sekadar penyembuhan,” katanya dengan suara terkejut. “Ini adalah kekuatan sejati.”
Tak lama setelahnya, Ari merasa ada sesuatu yang menyentuh dirinya—sebuah kesadaran baru tentang tubuhnya dan kekuatannya. Setiap serangan, setiap luka, kini menjadi cara untuk melatih Basic Heal. Setiap kali dia terluka, kemampuan penyembuhannya semakin kuat. Dan yang paling mengejutkan, tubuhnya yang semula lemah dan tidak terlatih kini mulai menunjukkan tanda-tanda kekuatan luar biasa. Tanpa disadari, setiap kali ia menggunakan Basic Heal, ia juga memperkuat fisiknya—otot-ototnya menjadi lebih kuat, daya tahan tubuhnya meningkat, dan kecepatan geraknya pun jauh lebih cepat.
“Aku... semakin kuat...” pikir Ari dengan penuh keheranan. "Jadi... ini adalah bagaimana kemampuan fisikku berkembang."
Dengan kemampuan baru ini, Ari merasa jauh lebih siap. Meski tubuhnya belum sepenuhnya sembuh, semangatnya kini menyala kembali. Ia mulai menyusun rencana untuk menghadapi naga yang sebelumnya mengejarnya—meskipun ia tahu betapa kuatnya naga itu, Ari kini merasa percaya diri.
"Kalau aku bisa terus meningkatkan kemampuan ini, aku bisa melawan siapa pun. Bahkan... naga itu," gumamnya dengan tekad yang kuat.
Ari menarik napas dalam-dalam dan merasakan kekuatan yang baru tumbuh dalam dirinya. Meskipun tak ada jaminan bahwa dia bisa bertahan lebih lama, satu hal yang pasti: kali ini, ia tidak akan menyerah. Dengan Basic Heal yang terus memperkuat tubuhnya dan mengurangi kelelahan, dia merasa seperti mendapatkan kesempatan kedua—kesempatan untuk mengubah nasibnya, mengubah takdirnya, dan membuktikan bahwa dirinya lebih dari sekadar Low Healer yang tak berguna.
“Aku akan mengalahkan naga itu,” katanya dengan suara penuh keyakinan, siap untuk melanjutkan perjalanannya.
Chapter 10: Kembali ke Kota - Ari yang Baru
Berbulan-bulan telah berlalu sejak Ari terakhir kali bertarung dengan naga itu. Waktu terus berjalan, dan meskipun tidak banyak yang tahu, Ari telah melatih dirinya dengan keras. Setiap hari, ia berjuang dengan rasa sakit yang luar biasa, bertarung melawan monster-monster yang lebih kuat dan lebih menakutkan, sembari terus mengasah kemampuan penyembuhannya. Ia menjadi semakin kuat, lebih tahan lama, dan lebih cerdas dalam bertarung. Namun, dunia luar tidak mengetahui hal ini—selama ini, ia masih dianggap sebagai orang biasa yang tidak memiliki keahlian hebat selain Basic Heal.
Kota itu kini berada dalam keadaan penuh ketegangan. Persiapan perang melawan Raja Iblis sudah hampir selesai. Pahlawan-pahlawan yang dipilih dari berbagai penjuru dunia telah berkumpul, bersiap menghadapi musuh terbesar mereka. Ari, yang sudah dianggap mati oleh teman-temannya dan orang-orang di kota, kembali ke kota itu dengan langkah mantap.
Kabar tentang kembalinya Ari segera tersebar, membuat kota heboh. Banyak yang tak percaya, beberapa bahkan menganggapnya sebagai penipuan atau keajaiban yang tidak masuk akal. "Ari yang dulu tak berguna, yang dianggap hanya sebagai beban, masih hidup?" banyak orang berbisik dengan heran dan kebingungan.
Namun, Ari tidak peduli dengan pandangan orang-orang. Dia hanya ingin berbicara dengan teman-temannya, yang selama ini mencari dan merindukannya.
Saat Ari berjalan melewati kota, teman-temannya yang dulu pernah mengkhawatirkannya melihatnya. Wajah mereka seketika berubah, antara kebingungan dan kelegaan. Tidak sedikit yang terkejut, bahkan ada yang hampir menangis melihatnya kembali.
“Ari! Benarkah itu kamu?” teriak salah satu temannya dengan suara terkejut.
Ari tersenyum tipis, wajahnya yang dulu penuh ketakutan dan keraguan kini lebih matang dan penuh keyakinan. "Ya, itu aku. Maaf telah mengecewakan kalian dulu."
Seorang temannya berlari mendekat dan memeluknya dengan erat. “Kami... kami pikir kamu sudah mati! Tapi, kenapa kamu... kenapa kamu bisa bertahan?”
Ari mengangkat bahu, mencoba mengendalikan emosi yang mulai meluap. "Banyak hal yang terjadi. Aku berubah, dan belajar banyak. Aku... tidak bisa pulang begitu saja, aku harus kembali untuk melawan Raja Iblis."
Namun, meskipun teman-temannya sangat senang melihatnya kembali, mereka tetap khawatir. Beberapa dari mereka masih ragu, melihat Ari yang hanya memiliki Basic Heal—kemampuan yang mereka anggap tidak cukup kuat untuk bertarung melawan musuh yang sangat kuat. Mereka ingat betul bagaimana Ari dulu sering merasa terpinggirkan karena perannya yang tidak sesuai dengan harapan pahlawan.
“Ari, kau tahu kan... perang ini akan melibatkan pahlawan-pahlawan hebat. Mereka memiliki kemampuan luar biasa. Bahkan beberapa di antara mereka bisa mengendalikan sihir tingkat tinggi, pedang-pedang legendaris... bagaimana bisa kamu bertarung dengan hanya Basic Heal?” salah satu temannya bertanya, khawatir.
Ari tersenyum kecil, meyakinkan mereka. "Aku tahu aku bukan pahlawan besar. Tapi aku sudah belajar banyak. Sekarang, aku bisa menjaga diriku sendiri. Dan aku akan melakukan yang terbaik di medan perang."
Teman-temannya masih ragu, tetapi melihat sikap Ari yang jauh berbeda dari sebelumnya, mereka mulai merasa sedikit lebih tenang. Ari bukan lagi bocah yang dulu terperangkap dalam kebingungannya. Ia sekarang tampak lebih kuat, lebih fokus, dan lebih siap menghadapi apapun yang datang.
Ari melanjutkan, “Aku tahu aku bukan yang terkuat, tapi aku juga tahu satu hal—kekuatan itu tidak hanya datang dari senjata atau sihir. Terkadang, kekuatan yang paling penting adalah bertahan, terus bangkit meskipun kalah, dan tetap berjuang untuk orang-orang yang kita cintai.”
Mendengar kata-kata itu, beberapa teman Ari terdiam sejenak, seolah tertegun oleh perubahan yang begitu besar dalam dirinya.
"Ari, kau benar. Meskipun kekuatanmu tidak besar, semangatmu tak terbendung," kata salah satu temannya, yang dulu sempat meremehkan kemampuan Ari. “Kami mendukungmu.”
Ari tersenyum, rasa terima kasih muncul di hatinya. “Terima kasih. Bersama-sama, kita bisa mengalahkan Raja Iblis.”
Namun, meskipun teman-temannya mulai percaya, mereka tahu bahwa pertempuran yang akan datang bukanlah pertempuran biasa. Mereka harus melawan Raja Iblis, makhluk yang sudah menaklukkan banyak kerajaan dan bangsa, dan sudah menanti mereka di medan perang.
Ari yang pernah dianggap lemah, kini kembali dengan kekuatan baru. Meskipun dia masih memiliki Basic Heal, kemampuan yang dahulu dianggap sepele, Ari tahu bahwa dalam perang ini, bertahan adalah kunci utama. Ia tidak bisa meramalkan apa yang akan terjadi, tetapi satu hal yang pasti: Ari akan melawan, bertahan, dan berjuang—demi dirinya, demi teman-temannya, dan demi seluruh dunia.
Kota masih dalam ketegangan, dan waktu menuju perang melawan Raja Iblis semakin dekat. Namun, di mata orang-orang, Ari yang dulu hanya seorang Low Healer kini menjadi simbol ketekunan dan keberanian—bahwa meskipun seseorang tidak memiliki kemampuan hebat, dengan usaha dan keyakinan, mereka bisa bertahan dan menemukan kekuatan dalam dirinya yang tidak pernah mereka sadari sebelumnya.
“Ayo, kita semua bersiap,” kata Ari, melangkah dengan penuh keyakinan ke arah medan perang. “Perang ini belum dimulai, dan kita masih punya kesempatan.”
Chapter 11: Keputusasaan di Tengah Perang
Perang besar melawan Raja Iblis dimulai dengan gemuruh yang mengguncang tanah. Di medan pertempuran yang penuh dengan api, darah, dan kehancuran, para pahlawan terbaik berjuang mati-matian. Ari, yang sebelumnya merasa optimis dan penuh semangat, kini berada di belakang barisan, menjalani peran yang dipaksakan kepadanya—sebagai healer.
Ari tidak bisa bertarung. Ia tidak bisa menggunakan senjata, tidak bisa mengeluarkan sihir mematikan, atau menguasai kekuatan luar biasa. Ia hanya memiliki Basic Heal, kemampuan untuk menyembuhkan dirinya dan orang lain—tapi itu saja tidak cukup. Di tengah pertempuran yang begitu brutal, setiap detik sangat berharga. Setiap serangan yang tidak bisa dicegah berpotensi merenggut nyawa.
"Ari! Sembuhkan aku!" teriak salah satu pahlawan, tubuhnya terluka parah. Ari segera bergerak, menggunakan kemampuan penyembuhannya untuk merawat luka pahlawan itu. Namun, saat ia menoleh ke medan perang, apa yang dilihatnya membuat hatinya hancur.
Pahlawan-pahlawan yang gagah berani, dengan senjata legendaris dan kekuatan sihir luar biasa, terjatuh satu per satu. Raja Iblis dan pasukannya yang sangat kuat terus menggempur mereka, membuat setiap serangan terasa seperti pukulan maut. Ari merasa dirinya semakin kecil di antara mereka. Ia hanya bisa menyembuhkan luka, tetapi itu tidak cukup untuk mengubah jalannya pertempuran.
"Kenapa aku di sini? Apa yang bisa aku lakukan?" gumam Ari dalam hati, rasa putus asa mulai menyelimuti pikirannya. Ia menyembuhkan satu pahlawan, tapi ada dua lagi yang terjatuh. Ia berlari untuk membantu yang lain, tetapi setiap kali ia mencoba, ada saja ancaman yang lebih besar—Raja Iblis, para jenderalnya, dan pasukan iblis yang tak terhitung jumlahnya. Ari merasa seperti berada di tengah-tengah badai yang tak bisa ia kendalikan.
Di balik keberanian para pahlawan, Ari hanya bisa merasakan dirinya semakin terperosok dalam kegelapan ketidakberdayaan. Ia memandang sekilas ke arah para pahlawan yang berjaya—pejuang-pejuang kuat yang bisa menghancurkan monster-monster besar dengan satu serangan. Mereka bertarung dengan gagah, tetapi Ari tahu, tanpa bantuan, mereka akan tumbang satu per satu.
Aku... aku hanya bisa menyembuhkan. Itu saja. Ari merasa seperti dia hanya menjadi beban. Ia ingin berlari maju, bertarung bersama mereka, namun tubuhnya terjebak dalam peran yang tak bisa ia ubah. Ia merasa seperti tidak memiliki tempat di medan perang ini.
Luka-luka yang ia sembuhkan tidak mengurangi kepedihan di hatinya. Setiap kali ia menyembuhkan seseorang, ia tahu, meskipun tubuh mereka pulih, semangat mereka semakin runtuh. Kekuatan Raja Iblis terlalu besar, dan para pahlawan semakin terdesak. Ari tidak tahu berapa lama ia bisa bertahan, berapa lama ia bisa terus memberi harapan yang semakin memudar.
Saat ia berlari untuk menyembuhkan seorang pahlawan lain yang terluka parah, sebuah serangan besar datang dari arah yang tak terduga. Sebuah bola api besar menghantam tanah, mengguncang medan pertempuran dan menciptakan ledakan yang melontarkan Ari ke belakang. Tubuhnya terlempar, jatuh ke tanah dengan keras, tetapi ia berhasil selamat.
Namun, ketika ia bangkit dan melihat sekeliling, hatinya mulai hancur. Pahlawan-pahlawan yang ia kenal satu per satu mulai gugur. Para pahlawan yang dulu ia anggap sebagai simbol kekuatan kini berbaring tak bernyawa di tanah. Tidak ada lagi yang tersisa untuk dia bantu.
"Apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak bisa... menyelamatkan mereka..." pikir Ari, suara hatinya hampir tenggelam dalam keputusasaan.
Dia merasakan tangan dingin rasa putus asa merambat ke jantungnya. Pada saat itu, ia merasakan bahwa perannya sebagai healer tidak cukup. Ia merasa terjepit, terjebak dalam kenyataan bahwa meskipun dia memiliki kekuatan penyembuhan yang besar, dunia ini membutuhkan lebih dari sekadar kemampuan itu untuk bertahan.
Di tengah kegelapan itu, Ari hampir kehilangan semangatnya. Ia berlutut di tanah, hampir menangis melihat kekalahan yang tak terelakkan. Namun, saat itu juga, ia mendengar suara teman-temannya yang masih bertahan. Mereka yang terluka parah, yang hampir mati, masih mengandalkan Basic Heal yang selama ini ia anggap tak berarti.
Teman-temannya masih hidup berkat kemampuannya—meskipun sedikit, Basic Heal menjadi satu-satunya harapan mereka untuk bertahan. Meskipun Ari merasa putus asa, ia tahu ia tidak bisa berhenti. Ia harus bertahan, harus terus menyembuhkan mereka, karena ini adalah satu-satunya cara ia bisa membantu, satu-satunya cara ia bisa membuat perbedaan.
Ari bangkit perlahan, meskipun tubuhnya lelah dan luka-lukanya belum sembuh. Dengan napas berat, ia menggerakkan tangannya, dan Basic Heal kembali aktif. Setiap kali ia merawat luka-luka yang semakin parah, ia merasa tubuhnya semakin lelah. Namun, hatinya mulai dipenuhi dengan tekad. Ia tidak bisa berhenti, tidak bisa menyerah begitu saja.
"Aku... harus terus bertahan," bisiknya, memandang tubuh teman-temannya yang terluka. "Jika ini cara aku bisa membantu... maka aku akan terus bertarung dengan cara ini."
Dan begitu, di tengah perang yang hampir hancur, Ari menemukan secercah harapan dalam dirinya. Bahkan jika ia hanya bisa bertahan dan memberikan yang terbaik dalam perannya, ia tahu bahwa Basic Heal adalah satu-satunya alasan mereka bisa tetap hidup. Meski tak ada jaminan kemenangan, Ari tetap memilih untuk bertahan, melawan rasa putus asa dan terus memberi yang terbaik—karena terkadang, keberanian itu datang bukan dari pertempuran besar, tetapi dari kemampuan untuk tetap berdiri, meski dunia terasa hancur di sekitar kita.
Chapter 12: Kekuatan Tersembunyi
Ketika Ari melihat para pahlawan bertempur dengan susah payah, ada rasa aneh yang muncul dalam dirinya. Ia bisa merasakan perbedaan besar antara dirinya dan mereka. Selama ini, ia hanya fokus pada satu hal—bertahan hidup dan melatih kemampuan penyembuhannya. Tapi kini, sesuatu yang tak terduga terjadi. Semua rasa sakit yang ia alami, semua pertarungan yang ia hadapi sendirian, telah membuat tubuh dan pikirannya jauh lebih kuat dari yang ia bayangkan.
Ari yang dulu hanya bisa menyembuhkan, kini merasa energinya meluap. Tubuhnya terasa lebih kuat, otot-ototnya lebih padat, dan refleksnya jauh lebih cepat. Setiap serangan yang diterima—entah itu dari monster atau manusia—sekarang langsung sembuh berkat kemampuan Basic Heal yang telah berkembang menjadi Auto Heal. Tanpa disadari, ia telah melampaui batas fisik manusia biasa.
Melihat para pahlawan yang seharusnya menjadi pemimpin dalam pertempuran ini kini kesulitan, Ari merasa terdorong untuk bergerak maju. Dengan tekad yang membara, ia melangkah ke medan perang, tanpa senjata, hanya dengan tangan kosong.
Dengan gerakan cepat, Ari menghantam barisan pasukan musuh. Setiap tinju yang dilepaskan terasa seperti ledakan kekuatan yang memporak-porandakan pasukan iblis yang datang menghadangnya. Pasukan musuh yang awalnya terlihat seperti ancaman besar, kini hanya bisa terjatuh dengan sekali pukulan dari Ari. Ia memukul mereka satu per satu, menghancurkan pasukan dengan kekuatan luar biasa yang bahkan para pahlawan terkuat sekalipun tidak bisa tandingi.
"Ini... tidak mungkin!" seru salah satu pahlawan yang terkejut melihat Ari begitu mudah mengalahkan musuh.
Ia melanjutkan, menyerang tanpa henti, mengalahkan satu pasukan demi satu pasukan. Setiap serangan yang ia terima sembuh dengan cepat, seakan tubuhnya terbuat dari baja. Pasukan musuh yang semula mengira Ari adalah seorang healer biasa, kini mulai merasakan betapa menakutkannya sosok ini. Mereka tidak hanya menghadapi seorang healer, tetapi seseorang yang bisa mengalahkan mereka dengan kekuatan fisik yang luar biasa.
Lalu, Ari berhadapan dengan salah satu Jenderal Iblis. Jenderal itu tampak mengintimidasi, dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari pasukan biasa. Namun, bagi Ari yang telah berlatih dengan penuh pengorbanan, ini bukanlah masalah. Dengan satu serangan telak, Ari mengirim Jenderal Iblis itu terbang ke belakang, menghancurkan tubuhnya dalam sekejap.
"Apa... apa yang terjadi dengan dia?" teriak seorang pahlawan, matanya terbelalak. Mereka tidak percaya dengan apa yang mereka saksikan.
Ari tidak peduli dengan perhatian yang tertuju padanya. Ia terus maju, melawan pasukan dan jenderal musuh, tanpa ragu. Semua musuh yang datang kepadanya, tanpa terkecuali, dihancurkan dengan tangan kosong. Dan setiap serangan yang diterimanya langsung sembuh, seolah ia tidak pernah terluka.
Kini, musuh-musuhnya mulai ketakutan. Mereka menyadari bahwa mereka menghadapi sosok yang jauh lebih kuat dari yang mereka kira. Bahkan Raja Iblis yang melihat dari kejauhan merasa ada yang aneh dengan situasi ini. Musuh yang semula mereka anggap tidak lebih dari seorang healer lemah, kini menjadi ancaman besar.
Raja Iblis, yang sejak awal merasa yakin kemenangan akan mudah digenggam, merasa terancam oleh kekuatan yang tak terduga ini. Ia melihat Ari yang bergerak maju, menghancurkan pasukan satu per satu dengan ketenangan yang mengerikan.
Raja Iblis akhirnya tidak bisa menahan ketakutannya. Tanpa berkata apa-apa, ia mundur, melarikan diri dari medan pertempuran dengan kecepatan yang tidak terduga. Para pasukannya yang tersisa hanya bisa melihat, bingung dan terkejut dengan tindakan pemimpin mereka yang kabur begitu saja.
Ari berdiri di tengah medan pertempuran yang sepi. Tubuhnya penuh luka, tetapi luka itu cepat sembuh berkat kekuatan penyembuhan yang terus berkembang. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Ia merasa tidak hanya sebagai seorang healer, tapi sebagai seseorang yang telah mengatasi batas dirinya.
Para pahlawan dan teman-temannya yang masih bertahan, kini menatap Ari dengan mata terbuka lebar. Mereka tidak lagi memandangnya sebagai orang yang lemah, tetapi sebagai pahlawan sejati. Ari yang dulu dianggap hanya bisa menyembuhkan kini menjadi penyelamat yang sesungguhnya, seorang pejuang yang tak terhentikan.
"Ari... bagaimana bisa?" tanya salah satu pahlawan yang masih terengah-engah. "Kau... begitu kuat."
Ari hanya tersenyum lemah, kelelahan namun puas. "Aku hanya melakukan apa yang perlu aku lakukan. Aku berlatih, bertahan hidup, dan berjuang untuk teman-temanku. Ini bukan tentang kekuatan luar biasa, tetapi tentang terus berjuang meskipun kita merasa lemah."
Mereka semua terdiam, mengagumi keberanian dan kekuatan Ari yang kini lebih besar dari yang mereka bayangkan. Dan di tengah pertempuran yang baru saja dimenangkan, Ari tahu bahwa perjalanan ini belum selesai. Raja Iblis masih ada, dan pertempuran besar masih menantinya.
Namun, dengan kekuatan yang telah ia temukan dalam dirinya, Ari tahu bahwa ia siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Chapter 13: Pertarungan Akhir dan Pengorbanan
Setelah Raja Iblis kabur dari medan pertempuran, Ari tanpa ragu mengejarnya ke dalam benteng gelap di tengah hutan belantara. Dengan kecepatan dan stamina yang tampaknya tak terbatas, Ari menembus pertahanan terakhir benteng tersebut. Di dalam, ia berhadapan langsung dengan sosok Raja Iblis, yang tampak lebih besar, lebih mengintimidasi, dan memancarkan aura kematian yang menyesakkan.
Raja Iblis menatap Ari dengan heran sekaligus marah. "Bagaimana mungkin seorang manusia sepertimu bisa mengimbangi kekuatanku? Apa yang membuatmu bertahan hingga sejauh ini?"
Ari hanya menatap tanpa berkata-kata. Ia tahu jawabannya ada dalam usahanya selama ini—semua rasa sakit, pengorbanan, dan ketidakpastian. Tapi ini bukan waktunya untuk berdiskusi. Ia bersiap untuk bertarung.
Penjelasan Pengajar tentang Kekuatan Ari
Di sisi lain, para pahlawan dan pengajar yang tinggal di medan pertempuran mulai mendiskusikan apa yang sebenarnya terjadi pada Ari. Pengajar utama yang memandu misi tersebut akhirnya memberikan penjelasan:
“Ari bukanlah pahlawan pada awalnya, tapi dia melakukan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh orang lain. Basic Heal miliknya adalah kemampuan biasa yang tidak dianggap penting. Namun, dengan terus-menerus menggunakannya, kemampuan itu berkembang menjadi sesuatu yang sangat efisien, bahkan menjadi auto-cast. Selain itu, kemampuan itu juga mengurangi kelelahan, membuat Ari tak perlu istirahat sama sekali.
"Tapi yang membuatnya benar-benar luar biasa adalah usahanya. Ari menghadapi monster demi monster, melatih tubuhnya tanpa bantuan senjata atau perlengkapan apa pun. Pertarungan tangan kosongnya yang terus menerus melatih kekuatan fisik, daya tahan, dan refleksnya hingga melampaui batas manusia. Namun, untuk mencapai ini, dia harus menahan rasa sakit yang luar biasa—rasa sakit yang bahkan bisa membuat nyawanya melayang. Ari telah melampaui semua batas yang pernah ada, bukan karena dia dipilih sebagai pahlawan, tetapi karena dia memaksa dirinya menjadi lebih kuat."
Mendengar ini, para pahlawan mulai merasa malu dengan diri mereka sendiri. Mereka sadar bahwa mereka terlalu bergantung pada kekuatan dan perlengkapan yang diberikan, sementara Ari melampaui mereka melalui perjuangan murni.
Pertarungan dengan Raja Iblis
Sementara itu, di dalam benteng gelap, pertarungan sengit antara Ari dan Raja Iblis dimulai. Raja Iblis melancarkan serangan mematikan, dari pukulan yang menghancurkan tanah hingga sihir yang membakar udara di sekeliling mereka. Ari, dengan tubuh yang terus terluka, menggunakan Auto Heal untuk menyembuhkan dirinya sendiri secepat ia terluka.
Namun, strategi Ari bukanlah menghindari serangan. Ia membiarkan tubuhnya diserang untuk memancing Raja Iblis mendekat. Setiap pukulan yang diterima mengantarkan rasa sakit yang luar biasa, tetapi Ari tetap bertahan. Dengan setiap kesempatan, ia melancarkan serangan balasan yang brutal—pukulan ke titik vital Raja Iblis yang perlahan melemahkan monster itu.
"Apa ini... manusia seperti apa kau?!" Raja Iblis berteriak, darah hitam mengalir dari luka-lukanya.
"Seseorang yang tidak menyerah," jawab Ari, sambil melancarkan pukulan terakhir ke dada Raja Iblis, menghancurkan inti kekuatannya. Dengan jeritan terakhir, Raja Iblis runtuh dan menghilang dalam ledakan cahaya gelap.
Kembali ke Dimensi Asal
Setelah pertarungan usai, dunia isekai mulai bergetar. Portal yang menghubungkan dunia tersebut dengan dimensi asal mereka terbuka, menarik semua yang terlibat kembali ke ruangan di kampus. Para pahlawan, pengajar, dan Ari kembali berdiri di tempat mereka pertama kali dipanggil, seolah tidak ada yang berubah.
Namun, ada perasaan berbeda di udara. Para pahlawan memandang Ari dengan penghormatan baru. Mereka tahu bahwa kemenangan itu berkat Ari, seseorang yang tidak dianggap penting pada awalnya.
Pengajar kemudian menjelaskan bahwa setiap pahlawan yang berhasil menyelesaikan misi akan menerima kompensasi besar berupa uang yang cukup untuk hidup nyaman seumur hidup mereka. Ari yang mendengar ini hanya bisa tercengang. Ia tidak pernah membayangkan ada hadiah seperti itu.
"Tunggu, jadi aku juga mendapatkan kompensasi ini?" Ari bertanya, masih belum percaya.
Pengajar tersenyum kecil. "Kau mungkin bukan pahlawan pilihan, tapi usahamu jauh melampaui siapa pun di sini. Kau layak mendapatkannya."
Ari akhirnya tersenyum. Perjalanannya yang penuh perjuangan, rasa sakit, dan pengorbanan kini dihargai, meskipun itu bukanlah alasan utamanya untuk bertarung. Baginya, pengalaman itu telah membentuknya menjadi seseorang yang lebih kuat, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara mental dan emosional.
Meskipun kembali ke kehidupan biasa, Ari tahu bahwa ia telah menjadi seseorang yang luar biasa—seorang pahlawan sejati, bukan karena peran yang diberikan kepadanya, tetapi karena usahanya sendiri.